Timbulkan Konflik Berkepanjangan, Tokoh Katolik Papua Kecam Praktik Korupsi
Kamis, 29 September 2022 - 15:47 WIB
“Ketika oknum pejabat melakukan korupsi dengan memakai dana masyarakat untuk kepentingan pribadi, hal tersebut secara langsung mengakibatkan masyarakat menjadi miskin, tidak sejahtera, tinggal dalam kebodohan dan menderita. Ini adalah kejahatan kemanusiaan dan secara langsung menimbulkan ketidaktenteraman dan ketidakamanan di Papua,” tegasnya.
Dia juga menyinggung soal otonomi khusus (Otsus) dan mempertanyakan pihak-pihak yang menolak Otsus jilid dua karena menganggap Otsus jilid pertama gagal. “Sebenarnya siapa yang menggagalkan? Apakah orang Jakarta? Saya kira tidak juga. Justru yang menggagalkan itu kita punya orang-orang juga. Kita punya pemimpin-pemimpin juga. Ada oknum-oknum yang memperalat masyarakat, mengambil uang masyarakat untuk kepentingan pribadi secara tidak bertanggung jawab,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof Dr Melkias Hetaria. Dia mengatakan, untuk mencegah tindak pidana korupsi, perlu adanya pengawasan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.
Para pejabat negara seharusnya memilki integritas dan mentalitas sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan mampu menjauhkan diri dari tindak korupsi.
“Jika kita ingin menciptakan tanah Papua yang damai, maka perlu menjauhkan diri dari tindak pidana korupsi,” sebutnya.
Dia menambahkan, salah satu penyebab terjadinya tindak korupsi di lingkup pejabat pemerintahan adalah adanya para pembisik. “Pemimpin kita tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik karena terlalu banyak pembisik-pembisik,” katanya.
Sedangkan Deputi Bidang Pemerintahan dan Demokrasi Jaringan Damai Papua (JDP) Pares Wenda menjelaskan, dari sisi politik, untuk menciptakan Papua yang damai salah satunya negara harus benar-benar melaksanakan pembangunan dan pendidikan politik bagi calon calon pemimpin Papua.
“Dari analisa kami, kurangnya pembangunan politik dan pendidikan politik di antara para pejabat ini memberikan peluang untuk mereka melakukan korupsi,” ungkapnya.
Pihaknya berharap, dugaan korupsi seperti yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe dan kasus-kasus korupsi lain ditangani dengan pendekatan UU Korupsi.
“Penanganan korupsi diserahkan sepenuhnya ke KPK. Biarkan KPK bekerja sesuai dengan tupoksinya,” tegasnya.
Dia juga menyinggung soal otonomi khusus (Otsus) dan mempertanyakan pihak-pihak yang menolak Otsus jilid dua karena menganggap Otsus jilid pertama gagal. “Sebenarnya siapa yang menggagalkan? Apakah orang Jakarta? Saya kira tidak juga. Justru yang menggagalkan itu kita punya orang-orang juga. Kita punya pemimpin-pemimpin juga. Ada oknum-oknum yang memperalat masyarakat, mengambil uang masyarakat untuk kepentingan pribadi secara tidak bertanggung jawab,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof Dr Melkias Hetaria. Dia mengatakan, untuk mencegah tindak pidana korupsi, perlu adanya pengawasan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.
Para pejabat negara seharusnya memilki integritas dan mentalitas sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan mampu menjauhkan diri dari tindak korupsi.
“Jika kita ingin menciptakan tanah Papua yang damai, maka perlu menjauhkan diri dari tindak pidana korupsi,” sebutnya.
Dia menambahkan, salah satu penyebab terjadinya tindak korupsi di lingkup pejabat pemerintahan adalah adanya para pembisik. “Pemimpin kita tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik karena terlalu banyak pembisik-pembisik,” katanya.
Sedangkan Deputi Bidang Pemerintahan dan Demokrasi Jaringan Damai Papua (JDP) Pares Wenda menjelaskan, dari sisi politik, untuk menciptakan Papua yang damai salah satunya negara harus benar-benar melaksanakan pembangunan dan pendidikan politik bagi calon calon pemimpin Papua.
“Dari analisa kami, kurangnya pembangunan politik dan pendidikan politik di antara para pejabat ini memberikan peluang untuk mereka melakukan korupsi,” ungkapnya.
Pihaknya berharap, dugaan korupsi seperti yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe dan kasus-kasus korupsi lain ditangani dengan pendekatan UU Korupsi.
“Penanganan korupsi diserahkan sepenuhnya ke KPK. Biarkan KPK bekerja sesuai dengan tupoksinya,” tegasnya.
tulis komentar anda