Timbulkan Konflik Berkepanjangan, Tokoh Katolik Papua Kecam Praktik Korupsi

Kamis, 29 September 2022 - 15:47 WIB
loading...
Timbulkan Konflik Berkepanjangan,...
Tokoh Katolik Papua, Pastor Dr Yanuarius You saat diskusi Pemberantasan Korupsi di Papua untuk Menciptakan Papua Tanah Damai dan Sejahtera. Foto/iNews TV/Edy Siswanto
A A A
JAYAPURA - Tiga kepala daerah di Papua dalam sebulan terakhir terjerat kasus dugaan korupsi dan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketiganya yaitu Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak; Bupati Mimika, Eltinus Omaleng; dan Gubernur Papua, Lukas Enembe.

Baca juga: KPK Minta Lukas Enembe Kooperatif

Maraknya kasus korupsi di Papua dikritisi tokoh Katolik di Bumi Cenderawasih, Pastor Dr Yanuarius You yang mengatakan bahwa korupsi merupakan tindakan tidak bermoral dan tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Bahkan dalam ajaran Gereja Katolik, korupsi dianggap sebagai dosa besar dan merupakan kejahatan sosial karena derajatnya sama dengan membunuh manusia.

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur Jayapura itu menambahkan, banyak oknum pejabat yang diberi tanggung jawab dan kewenangan untuk menyejahterakan masyarakat, namun justru menggunakan uang rakyat untuk kepentingan pribadi.

Sehingga menimbulkan kecemburuan sosial, konflik sosial dan konflik horizontal.

“Masyarakat dari waktu ke waktu menderita, sementara oknum pejabat hidup bersenang-senang. Oleh karenanya oknum pejabat yang terbukti korupsi memang wajib diadili seberat-beratnya sesuai derajat pelanggaran hukumnya. Sehingga dapat memunculkan efek jera bagi pejabat-pejabat lain agar tidak melakukan korupsi,” ungkap Pastor Yanuarius saat diskusi “Pemberantasan Korupsi di Papua untuk Menciptakan Papua Tanah Damai dan Sejahtera” yang diselenggarakan Progressif Democracy Watch (Prodewa) Papua secara virtual, dikutip Kamis (29/9/2022).



Pastor Yanuarius menandaskan, ajaran gereja sangat mengutuk korupsi karena menghancurkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial serta menghilangkan perdamaian dan kerukunan. Korupsi berhubungan erat dengan tingkat kesejahteraan dan konflik berkepanjangan di Papua.



“Ketika oknum pejabat melakukan korupsi dengan memakai dana masyarakat untuk kepentingan pribadi, hal tersebut secara langsung mengakibatkan masyarakat menjadi miskin, tidak sejahtera, tinggal dalam kebodohan dan menderita. Ini adalah kejahatan kemanusiaan dan secara langsung menimbulkan ketidaktenteraman dan ketidakamanan di Papua,” tegasnya.

Dia juga menyinggung soal otonomi khusus (Otsus) dan mempertanyakan pihak-pihak yang menolak Otsus jilid dua karena menganggap Otsus jilid pertama gagal. “Sebenarnya siapa yang menggagalkan? Apakah orang Jakarta? Saya kira tidak juga. Justru yang menggagalkan itu kita punya orang-orang juga. Kita punya pemimpin-pemimpin juga. Ada oknum-oknum yang memperalat masyarakat, mengambil uang masyarakat untuk kepentingan pribadi secara tidak bertanggung jawab,” tandasnya.

Hal senada diungkapkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih (Uncen) Prof Dr Melkias Hetaria. Dia mengatakan, untuk mencegah tindak pidana korupsi, perlu adanya pengawasan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.

Para pejabat negara seharusnya memilki integritas dan mentalitas sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan mampu menjauhkan diri dari tindak korupsi.

“Jika kita ingin menciptakan tanah Papua yang damai, maka perlu menjauhkan diri dari tindak pidana korupsi,” sebutnya.

Dia menambahkan, salah satu penyebab terjadinya tindak korupsi di lingkup pejabat pemerintahan adalah adanya para pembisik. “Pemimpin kita tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik karena terlalu banyak pembisik-pembisik,” katanya.

Sedangkan Deputi Bidang Pemerintahan dan Demokrasi Jaringan Damai Papua (JDP) Pares Wenda menjelaskan, dari sisi politik, untuk menciptakan Papua yang damai salah satunya negara harus benar-benar melaksanakan pembangunan dan pendidikan politik bagi calon calon pemimpin Papua.

“Dari analisa kami, kurangnya pembangunan politik dan pendidikan politik di antara para pejabat ini memberikan peluang untuk mereka melakukan korupsi,” ungkapnya.

Pihaknya berharap, dugaan korupsi seperti yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe dan kasus-kasus korupsi lain ditangani dengan pendekatan UU Korupsi.

“Penanganan korupsi diserahkan sepenuhnya ke KPK. Biarkan KPK bekerja sesuai dengan tupoksinya,” tegasnya.

Anggota MRP, Dorince Mehue menyebut bahwa Gubernur Papua Lukas Enembe perlu menghadapi panggilan KPK secara kooperatif untuk membuktikan tuduhan dari lembaga anti rasuah tersebut.

“Di mata orang papua, Bapak Lukas Enembe merupakan sosok yang sangat berani. Oleh karenanya, pihaknya berharap agar Gubernur Lukas Enembe dapat kooperatif untuk memberikan penjelasan kepada KPK terkait tuduhan ini,” sarannya.

Dorince juga menambahkan dirinya yakin jika KPK tidak menemukan alat bukti, maka tentunya kasus tersebut tidak akan dilanjutkan lagi oleh KPK.

“Kita serahkan pada KPK untuk menyelidikinya dan mengedepankan asas praduga tak bersalah” ujarnya.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3633 seconds (0.1#10.140)