Kisah Penculikan Sutan Sjahrir dan Kudeta Pertama di RI

Jum'at, 03 Juli 2020 - 05:06 WIB
Presiden Soekarno dalam pidatonya yang dipancarkan melalui radio melakukan imbauan untuk meredakan kondisi politik yang memanas. Setelah itu kelompok Persatuan Perjuangan yang menculik tokoh-tokoh Kabinet Sjahrir pun dibebaskan.

“Ini Presidenmu! Kalau engkau cinta kepada proklamasi dan Presidenmu, engkau cinta kepada perjuangan bangsa Indonesia yang insya Allah, de jure akan diakui oleh seluruh dunia. Tidak ada jalan kecuali. Hai, pemuda-pemudaku, kembalikanlah Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang engkau tawan di Negara Republik Indonesia yang kita cintai. Sadarlah bahwa perjuangan tidak akan berhasil dengan cara-cara kekerasan!"

Kelompok yang menculik tokoh-tokoh Kabinet Sjahrir kemudian membebaskan Sjahrir. Meski sudah diredakan oleh Presiden Soekarno, namun tetap saja upaya kudeta terhadap pemerintahan terus berjalan.

Menurut ajudan Presiden Soekarno, Mangil Martowidjojo dalam bukunya—Kesaksian Bung Karno 1945-1947, di Istana Yogya, pada saat itu sudah beredar desas-desus pasukan tentara mau menyerbu Istana untuk kudeta.

Lalu pada 3 Juli 1946 di Istana Negara Gedung Agung, Yogya (saat itu pusat pemerintahan memang pindah ke Yogya) datang satu truk berisi belasan Persatuan Perjuangan dan Barisan Banteng. Di antaranya yakni, Chairul Saleh, Muwardi, Abikusno, M. Yamin, Sukarno, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad Soebardjo.

Panglima Divisi III Yogyakarta Mayor Jenderal Soedarsono juga terlihat memimpin rombongan, dan masuk Istana dengan mobil lain. Mangil menceritakan, saat kejadian itu rombongan Soedarsono dilucuti dan dibawa ke paviliun Istana Yogya. Dari sekian orang yang hadir, hanya Soedarsono yang diizinkan bertemu Presiden Soekarno setelah Presiden Soekarno rapat dengan Wakil Presiden Muhammad Hatta dan Menteri Pertahanan Amir Sjarifoeddin.

Pada kesempatan itu, Mayjen Soedarsono menyodorkan surat empat naskah berisi maklumat kepada Presiden Soekarno untuk ditandatangani. Isinya menuntut: (1) Presiden memberhentikan Kabinet Sjahrir; (2) Presiden menyerahkan pimpinan politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik; (3) Presiden mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik (yang nama-namanya tercantum dalam naskah); (4) Presiden mengangkat 13 menteri negara (yang nama-namanya tercantum dalam naskah).

Maklumat tersebut pada intinya menuntut agar pimpinan pemerintahan diserahkan kepada para pengikut kelompok Persatuan Perjuangan yang dipimpin Tan Malaka. Presiden Soekarno didesak mengangkat 10 anggota Dewan Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka dan beranggotakan Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo, dr. Boentaran Martoatmodjo, RS. Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni, Chaerul Saleh, Sudiro, Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.

Namun Presiden Soekarno setelah berdiskusi dengan Wakil Presiden Mohammad Hatta menolak permintaan tersebut. Bahkan Mayjen Soedarsono dan rekan-rekannya pun ditangkap saat itu juga.

Sebanyak 14 orang yang diduga terlibat dalam usaha kudeta 3 Juli 1946 diajukan ke depan Mahkamah Tentara Agung. Dari 14 orang, sebanyak 7 terdakwa dibebaskan dari tuntutan. Dalam persidangan pengadilan tersebut, selain Mayor Jenderal Soedarsono, Muhammad Yamin juga dipersalahkan memimpin percobaan kudeta. Soedarsono dan M Yamin dijatuhi hukuman 4 tahun. Sedangkan 5 terdakwa lainnya dihukum 2-3 tahun. Tan Malaka Cs masuk jeruji besi di Penjara Wirogunan, Yogyakarta.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content