Kisah Penculikan Sutan Sjahrir dan Kudeta Pertama di RI
Jum'at, 03 Juli 2020 - 05:06 WIB
Di Surakarta, "tamu agung" menginap di bekas kediaman kepala Javaasche Bank. Sebuah tempat eksklusif. Untuk urusan keamanan ditangani Polisi Militer.
"Tanpa sepengetahuan mereka, sekelompok tentara telah mulai bergerak. Yakni, golongan tentara yang menolak opsi diplomasi," tulis M Yuanda Zara dalam buku Peristiwa 3 Juli 1946-Menguak Kudeta Pertama dalam Sejarah Indonesia.
Penculikan itu dilengkapi surat penangkapan dari Jenderal Mayor Soedarsono, Komandan Batalyon 63 dan juga “di-acc” Panglima Divisi IV, Kolonel Sutarto. Berbekal surat itulah Abdul Kadir (AK) Yusuf tidak menemui halangan berarti dari Kepolisian Solo. AK Yusuf dan pasukannya masuk ke Javaasche Bank.
Polisi Militer yang bertugas menjaga rombongan Sjahrir, yakni Kepala Polisi, Domopranoto, sedianya ingin mengklarifikasi hal tersebut kepada Jenderal Soedirman dan Presiden Soekarno. Namun Kolonel Sutarto bersikeras bahwa surat ini sudah resmi tanpa harus diklarifikasi. AK Yusuf dan Sutarto pun dengan mudah menculik Sjahrir di Hotel Merdeka, pukul 01.00 WIB.
Anggota polisi pengawal Sjahrir pun tak melawan ketika dibawa komplotan PP itu dan diperlihatkan surat perintah penangkapan untuk Sjahrir. Seperti dalam buku “Peristiwa 3 Juli 1946: menguak kudeta pertama dalam sejarah Indonesia”, Penculikan terjadi tanpa kekerasan. Sjahrir juga dibawa dengan sopan, tidak selayaknya orang yang tengah diculik.
“Saudara mesti saya tangkap,” kata AK Yusuf sembari menyodorkan surat penangkapan. Lantas Sjahrir menjawab, “Bagaimana ini, saya masih dibutuhkan oleh rakyat”. Meski begitu, Sjahrir pun akhirnya menuruti Yusuf.
Dalam pendaran lampu-lampu rumah yang tak begitu terang di tengah malam, Sutan Sjahrir dan kawan-kawan digiring ke mobil-mobil yang sedari tadi sudah menunggu dan langsung tancap gas.
Dalam kejadian itu, ada dua anggota kabinet Sjahrir yang berhasil lolos dari aksi penculikan dengan menyeberangi sungai kecil di belakang hotel. Yakni Dr Soedarsono dan Subadio. Sedangkan Sjahrir dibawa ke Kasunanan Paras, Boyolali, Jawa Tengah.
Selanjutnya, Sutan Sjahrir dijaga Komandan Batalyon Paras, Mayor Soekarto. Yakni ke "sebuah rumah peristirahatan," tulis AH Nasution dalam buku berjudul Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 3: Diplomasi Sambil Bertempur, mengungkapkan, bahwa Sutan Sjahrir dibawa ke sebuah rumah peristirahatan di Boyolali.
Lantaran kondisi dianggap sangat membahayakan negara, pada 28 Juni 1946 Pemerintah Indonesia menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Sehingga pada 29 Juni 1946 seluruh kekuasaan diserahkan kepada Presiden Soekarno.
"Tanpa sepengetahuan mereka, sekelompok tentara telah mulai bergerak. Yakni, golongan tentara yang menolak opsi diplomasi," tulis M Yuanda Zara dalam buku Peristiwa 3 Juli 1946-Menguak Kudeta Pertama dalam Sejarah Indonesia.
Penculikan itu dilengkapi surat penangkapan dari Jenderal Mayor Soedarsono, Komandan Batalyon 63 dan juga “di-acc” Panglima Divisi IV, Kolonel Sutarto. Berbekal surat itulah Abdul Kadir (AK) Yusuf tidak menemui halangan berarti dari Kepolisian Solo. AK Yusuf dan pasukannya masuk ke Javaasche Bank.
Polisi Militer yang bertugas menjaga rombongan Sjahrir, yakni Kepala Polisi, Domopranoto, sedianya ingin mengklarifikasi hal tersebut kepada Jenderal Soedirman dan Presiden Soekarno. Namun Kolonel Sutarto bersikeras bahwa surat ini sudah resmi tanpa harus diklarifikasi. AK Yusuf dan Sutarto pun dengan mudah menculik Sjahrir di Hotel Merdeka, pukul 01.00 WIB.
Anggota polisi pengawal Sjahrir pun tak melawan ketika dibawa komplotan PP itu dan diperlihatkan surat perintah penangkapan untuk Sjahrir. Seperti dalam buku “Peristiwa 3 Juli 1946: menguak kudeta pertama dalam sejarah Indonesia”, Penculikan terjadi tanpa kekerasan. Sjahrir juga dibawa dengan sopan, tidak selayaknya orang yang tengah diculik.
“Saudara mesti saya tangkap,” kata AK Yusuf sembari menyodorkan surat penangkapan. Lantas Sjahrir menjawab, “Bagaimana ini, saya masih dibutuhkan oleh rakyat”. Meski begitu, Sjahrir pun akhirnya menuruti Yusuf.
Dalam pendaran lampu-lampu rumah yang tak begitu terang di tengah malam, Sutan Sjahrir dan kawan-kawan digiring ke mobil-mobil yang sedari tadi sudah menunggu dan langsung tancap gas.
Dalam kejadian itu, ada dua anggota kabinet Sjahrir yang berhasil lolos dari aksi penculikan dengan menyeberangi sungai kecil di belakang hotel. Yakni Dr Soedarsono dan Subadio. Sedangkan Sjahrir dibawa ke Kasunanan Paras, Boyolali, Jawa Tengah.
Selanjutnya, Sutan Sjahrir dijaga Komandan Batalyon Paras, Mayor Soekarto. Yakni ke "sebuah rumah peristirahatan," tulis AH Nasution dalam buku berjudul Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 3: Diplomasi Sambil Bertempur, mengungkapkan, bahwa Sutan Sjahrir dibawa ke sebuah rumah peristirahatan di Boyolali.
Lantaran kondisi dianggap sangat membahayakan negara, pada 28 Juni 1946 Pemerintah Indonesia menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Sehingga pada 29 Juni 1946 seluruh kekuasaan diserahkan kepada Presiden Soekarno.
tulis komentar anda