Kisah Sunan Bonang Dihadang Buta Locaya saat Mengislamkan Kediri
Kamis, 11 Agustus 2022 - 05:55 WIB
Konon, Sunan Bonang sengaja memotong lengan sekaligus memukul bagian dahi arca hingga berlubang. Kepada Buta Locaya, Sunan Bonang beralasan agar tidak ada lagi orang Jawa di Kediri yang memuja arca. Tidak ada lagi yang menyembah, berdoa dan memberinya sesaji.
Buta Locaya marah, karena menurutnya arca Totok Kerot tersebut hasil pahatan Raja Jayabaya. Ia mengatakan orang Jawa sangat paham arca terbuat dari batu dan tidak lebih dari itu.
Pemujaan, termasuk memberi sesaji dan membakar dupa, bertujuan agar bangsa lelembut bersemayam di arca. Sehingga tidak ada yang bergentayangan ke mana-mana, tidak ada yang mengganggu kehidupan manusia.
"Kalau mereka punya rumah di arca, terutama kalau arca itu berada di tempat yang nyaman dan sepi di bawah pohon besar yang rindang, mereka senang. Mereka tidak perlu berbagi ruang dengan manusia," demikian seperti dikutip dari Wali Berandal Tanah Jawa.
Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Bonang singgah di sebuah wilayah yang kemudian diberinya nama Desa Singkal Anyar (sekarang masuk wilayah Prambon, Kabupaten Nganjuk). Singkal mengandung arti saat kesusahan menemukan akal untuk lepas.
Adanya penentangan keras dari Buta Locaya membuat dakwah Sunan Bonang di Kediri kurang berhasil. Hikayat Hasanudin mengatakan, karena kurang berhasil, setelah dari Kediri Sunan Bonang langsung bertolak ke Demak. Pangeran Ratu atau Raden Patah, Sultan Demak telah memanggilnya.
Setiba di Demak, Sunan Bonang ditunjuk menjadi imam Madjid Demak. Sunan Bonang wafat tahun 1525, pada usia 60 tahun tanpa meninggalkan anak dan istri. Makam Sunan Bonang dipercaya sebagian besar masyarakat berada di empat tempat, yakni Tuban, Lasem, Bawean dan Madura.
Lihat Juga: Kisah Malam Takbiran di Timor Timur, Bukan Diiringi Suara Bedug Melainkan Desingan Peluru
Buta Locaya marah, karena menurutnya arca Totok Kerot tersebut hasil pahatan Raja Jayabaya. Ia mengatakan orang Jawa sangat paham arca terbuat dari batu dan tidak lebih dari itu.
Pemujaan, termasuk memberi sesaji dan membakar dupa, bertujuan agar bangsa lelembut bersemayam di arca. Sehingga tidak ada yang bergentayangan ke mana-mana, tidak ada yang mengganggu kehidupan manusia.
Baca Juga
"Kalau mereka punya rumah di arca, terutama kalau arca itu berada di tempat yang nyaman dan sepi di bawah pohon besar yang rindang, mereka senang. Mereka tidak perlu berbagi ruang dengan manusia," demikian seperti dikutip dari Wali Berandal Tanah Jawa.
Dalam perjalanan dakwahnya, Sunan Bonang singgah di sebuah wilayah yang kemudian diberinya nama Desa Singkal Anyar (sekarang masuk wilayah Prambon, Kabupaten Nganjuk). Singkal mengandung arti saat kesusahan menemukan akal untuk lepas.
Adanya penentangan keras dari Buta Locaya membuat dakwah Sunan Bonang di Kediri kurang berhasil. Hikayat Hasanudin mengatakan, karena kurang berhasil, setelah dari Kediri Sunan Bonang langsung bertolak ke Demak. Pangeran Ratu atau Raden Patah, Sultan Demak telah memanggilnya.
Setiba di Demak, Sunan Bonang ditunjuk menjadi imam Madjid Demak. Sunan Bonang wafat tahun 1525, pada usia 60 tahun tanpa meninggalkan anak dan istri. Makam Sunan Bonang dipercaya sebagian besar masyarakat berada di empat tempat, yakni Tuban, Lasem, Bawean dan Madura.
Lihat Juga: Kisah Malam Takbiran di Timor Timur, Bukan Diiringi Suara Bedug Melainkan Desingan Peluru
(eyt)
tulis komentar anda