Berkunjung ke Segeri Pangkep, 20 Seniman Muda Pelajari Budaya Bissu
Kamis, 04 Agustus 2022 - 15:16 WIB
Komunitas Bissu dan masyarakat Sulawesi Selatan berharap perjuangan ini bisa menjadi perjuangan bersama, termasuk para seniman muda yang hadir dalam kunjungan budaya ini. "Kita memberi ruang untuk seniman mempelajari dan memahami Bissu serta sampaikan keberadaan dan kekayaan budayanya kepada siapa saja," jelasnya.
Pemimpin Bissu Puang Matoa Bissu Nani menyampaikan ritual Ma’giri yang dilaksanakan sebagai sebuah upaya mengusir keburukan atau tolak bala.Bissu menjadi penghubung, menyapa ‘dunia bawah’ dan meminta ‘dunia atas’ untuk memberikan keselamatan, kesehatan dan perlindungan kepada semua yang hadir dalam kesempatan kunjungan budaya bersama peserta Temu Seni Performans ini.
Sejak jaman kerajaan hingga saat ini,Bissu dipercaya menjadi pihak yang mengatur sekaligus pelaksana jalannya upacara ritual seperti kelahiran, bayi yang akan menginjakan tanah, pemotongan gigi, sunatan, perkawinan, dan sampai kematian.
"Masyarakat sekarang memandang Bissu sebagai sosok yang patut dihormati mengingat Bissu masuk dalam golongan orang-orang yang dapat membantu masyarakat (mengobati, pemecah solusi, penjaga siklus kehidupan) agar terhindar dari kesulitan atau mendapat bencana," jelasnya.
Dalam keseharian, katanya tidak sedikit Bissu yang bekerja sebagai perias pengantin (memiliki salon) sekaligus menjadi pengatur upacara perkawinan.Hal ini terjadi di antaranya di Desa Segeri, Kabupaten Pangkeb tempat dimana beberapa Bissu tinggal dan kerap dipanggil untuk mengatur upacara ritual. (Yossa Nainggolan/Alpha-I, 2017).
Sementara itu, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryodarmo menjelaskan bahwa ajang Temu Seni Performans menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 diadakan dengan mengacu pada kerangka besar Indonesia Bertutur yaitu mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan.
Kunjungan ke komunitas Bissu di Segeri Kabupaten Pangkep ini adalah bagian dari upaya kreatif untuk melihat narasi sejarah dengan cara yang sedikit berbeda yang berhubungan dengan praktik kekaryaan performans.
Fasilitator Temu Seni, Marintan Sirait menuturkan, bahwa interaksi yang terjadi mungkin lebih tepatnya antara pelaku budaya tradisi yang telah berjalan ratusan tahun lamanya dengan pelaku seni yang memiliki beragam latar belakang budaya, perspektif, persepsi dan konstruksi berpikir dalam kehidupan maupun kekaryaan.
Termasuk menyaksikan ritus Ma’giri serta penjelasan yang disampaikan Puang Matoa yang bersumber dari tradisi Bissu telah memantik refleksi yang kompleks akan cara berpikir, bertindak, memandang, menilai dan merasa dari peserta Temu Seni.
"Kunjungan budaya seperti ini bukan saja penting untuk mendapatkan inspirasi dari kekayaan budaya yang hadir di masa lampau untuk dikembangkan ke depan," ujarnya.
Pemimpin Bissu Puang Matoa Bissu Nani menyampaikan ritual Ma’giri yang dilaksanakan sebagai sebuah upaya mengusir keburukan atau tolak bala.Bissu menjadi penghubung, menyapa ‘dunia bawah’ dan meminta ‘dunia atas’ untuk memberikan keselamatan, kesehatan dan perlindungan kepada semua yang hadir dalam kesempatan kunjungan budaya bersama peserta Temu Seni Performans ini.
Sejak jaman kerajaan hingga saat ini,Bissu dipercaya menjadi pihak yang mengatur sekaligus pelaksana jalannya upacara ritual seperti kelahiran, bayi yang akan menginjakan tanah, pemotongan gigi, sunatan, perkawinan, dan sampai kematian.
"Masyarakat sekarang memandang Bissu sebagai sosok yang patut dihormati mengingat Bissu masuk dalam golongan orang-orang yang dapat membantu masyarakat (mengobati, pemecah solusi, penjaga siklus kehidupan) agar terhindar dari kesulitan atau mendapat bencana," jelasnya.
Dalam keseharian, katanya tidak sedikit Bissu yang bekerja sebagai perias pengantin (memiliki salon) sekaligus menjadi pengatur upacara perkawinan.Hal ini terjadi di antaranya di Desa Segeri, Kabupaten Pangkeb tempat dimana beberapa Bissu tinggal dan kerap dipanggil untuk mengatur upacara ritual. (Yossa Nainggolan/Alpha-I, 2017).
Sementara itu, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryodarmo menjelaskan bahwa ajang Temu Seni Performans menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 diadakan dengan mengacu pada kerangka besar Indonesia Bertutur yaitu mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan.
Kunjungan ke komunitas Bissu di Segeri Kabupaten Pangkep ini adalah bagian dari upaya kreatif untuk melihat narasi sejarah dengan cara yang sedikit berbeda yang berhubungan dengan praktik kekaryaan performans.
Fasilitator Temu Seni, Marintan Sirait menuturkan, bahwa interaksi yang terjadi mungkin lebih tepatnya antara pelaku budaya tradisi yang telah berjalan ratusan tahun lamanya dengan pelaku seni yang memiliki beragam latar belakang budaya, perspektif, persepsi dan konstruksi berpikir dalam kehidupan maupun kekaryaan.
Termasuk menyaksikan ritus Ma’giri serta penjelasan yang disampaikan Puang Matoa yang bersumber dari tradisi Bissu telah memantik refleksi yang kompleks akan cara berpikir, bertindak, memandang, menilai dan merasa dari peserta Temu Seni.
"Kunjungan budaya seperti ini bukan saja penting untuk mendapatkan inspirasi dari kekayaan budaya yang hadir di masa lampau untuk dikembangkan ke depan," ujarnya.
tulis komentar anda