Berkunjung ke Segeri Pangkep, 20 Seniman Muda Pelajari Budaya Bissu
loading...
A
A
A
PANGKEP - Setelah melakukan kunjungan budaya ke Taman Prasejarah Leang-leang, Kabupaten Maros, 20 seniman muda peserta ajang Temu Seni Performans di Makassar melanjutkan kunjungan budaya keduanya ke masyarakat adat Bissu di Segeri, Kabupaten Pangkep, Kamis (4/8/2022).
Kedatangan seniman muda dan rombongan pengasuh temu seniini disambut hangat di rumah masyarakat Bissu , dengan alunan alat musik khas Bugis berupa gendang, gong, pui-pui dan lae-lae.
Pemimpin Bissu Puang Matoa Bissu Nani bersama sejumlah anggota keluarga mensajikan ritual Ma’giri, sebuah tarian spiritual yang sudah berumur ratusan tahun.
Sebanyak 20 seniman muda yang berasal dari berbagai tempat di Indonesia hadir di Makassar untuk turut serta dalam Temu Seni Performans, sebuah ajang silaturahmi, apresiasi, kolaborasi dan jejaring seni performans. Sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.
Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Selatan, Andi Syamsu Rijal, menyampaikan Bissu merupakan pewaris dan pejuang pemelihara warisan budaya suku Bugis.Untuk Bissu di Sulawesi Selatan dapat ditemui di Kabupaten Pangkep, Bone, Wajo dan Sopeng.
"Bissu inilah yang mempertahankan pusaka-pusaka adat warisan nenek moyang kita dulu dan keberadaannya termaktub dalam risalah Bugis kuno I La Galigo," tuturnya.
Lebih jauh, Syamsu Rijal menuturkan Ma’giri yang dipersembahkan di awal pertemuan merupakan sebuah ritual permohonan izin yang mengandung sebuah konsep dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah.
Nilai yang tetap dipertahankan oleh para bissu. Terlepas dari begitu banyak kendala dan tantangan, kekayaan kearifan lokal bagi komunitas Bissu selalu menjadi hal utama yang diperjuangkan untuk dilestarikan di tengah kemajuan jaman yang ada.
Komunitas Bissu dan masyarakat Sulawesi Selatan berharap perjuangan ini bisa menjadi perjuangan bersama, termasuk para seniman muda yang hadir dalam kunjungan budaya ini. "Kita memberi ruang untuk seniman mempelajari dan memahami Bissu serta sampaikan keberadaan dan kekayaan budayanya kepada siapa saja," jelasnya.
Pemimpin Bissu Puang Matoa Bissu Nani menyampaikan ritual Ma’giri yang dilaksanakan sebagai sebuah upaya mengusir keburukan atau tolak bala.Bissu menjadi penghubung, menyapa ‘dunia bawah’ dan meminta ‘dunia atas’ untuk memberikan keselamatan, kesehatan dan perlindungan kepada semua yang hadir dalam kesempatan kunjungan budaya bersama peserta Temu Seni Performans ini.
Sejak jaman kerajaan hingga saat ini,Bissu dipercaya menjadi pihak yang mengatur sekaligus pelaksana jalannya upacara ritual seperti kelahiran, bayi yang akan menginjakan tanah, pemotongan gigi, sunatan, perkawinan, dan sampai kematian.
"Masyarakat sekarang memandang Bissu sebagai sosok yang patut dihormati mengingat Bissu masuk dalam golongan orang-orang yang dapat membantu masyarakat (mengobati, pemecah solusi, penjaga siklus kehidupan) agar terhindar dari kesulitan atau mendapat bencana," jelasnya.
Dalam keseharian, katanya tidak sedikit Bissu yang bekerja sebagai perias pengantin (memiliki salon) sekaligus menjadi pengatur upacara perkawinan.Hal ini terjadi di antaranya di Desa Segeri, Kabupaten Pangkeb tempat dimana beberapa Bissu tinggal dan kerap dipanggil untuk mengatur upacara ritual. (Yossa Nainggolan/Alpha-I, 2017).
Sementara itu, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryodarmo menjelaskan bahwa ajang Temu Seni Performans menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 diadakan dengan mengacu pada kerangka besar Indonesia Bertutur yaitu mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan.
Kunjungan ke komunitas Bissu di Segeri Kabupaten Pangkep ini adalah bagian dari upaya kreatif untuk melihat narasi sejarah dengan cara yang sedikit berbeda yang berhubungan dengan praktik kekaryaan performans.
Fasilitator Temu Seni, Marintan Sirait menuturkan, bahwa interaksi yang terjadi mungkin lebih tepatnya antara pelaku budaya tradisi yang telah berjalan ratusan tahun lamanya dengan pelaku seni yang memiliki beragam latar belakang budaya, perspektif, persepsi dan konstruksi berpikir dalam kehidupan maupun kekaryaan.
Termasuk menyaksikan ritus Ma’giri serta penjelasan yang disampaikan Puang Matoa yang bersumber dari tradisi Bissu telah memantik refleksi yang kompleks akan cara berpikir, bertindak, memandang, menilai dan merasa dari peserta Temu Seni.
"Kunjungan budaya seperti ini bukan saja penting untuk mendapatkan inspirasi dari kekayaan budaya yang hadir di masa lampau untuk dikembangkan ke depan," ujarnya.
"Tetapi sebuah ruang refleksi yang esensial tentang cara pandang yang holistik untuk berorientasi dan mengembangkan gagasan-gagasan ke depan," lanjutnya.
Sebuah kesempatan untuk mengkaji ulang perspektif-perspektif yang didapatkan melalui dunia pendidikan, aktivisme dan praktek-praktek seni yang telah dilakukan.
Lebih jauh Marintan menjelaskan bahwa hingga hari ketiga, kegiatan Laboratorium dan Diskusi lebih banyak tertuju pada refleksi melalui diskusi kelompok berdasarkan tema-tema terpilih, yang berhubungan dengan apa yang dialami melalui kunjungan ke Gua Leang-Leang dan Komunitas Bissu.
Semangat gotong-royong dan kolaborasi sebagai spirit kerja para pegiat performans sejak awal telah hadir. Karya yang dihadirkan nanti dapat berupa karya kolektif maupun individual yang didasari semangat untuk saling mendukung.
Temu Seni dengan tema Perfomans yang dilaksanakan di Makassar melibatkan 20 peserta dari berbagai provinsi, 2 fasilitator, yaitu seniman performans, perupa dan pegiat seni budaya, Marintan Sirait dan sastrawan dan penulis, Afrizal Malna, serta 5 narasumber; Arkeolog, Muhammad Ramli, Kepala BPNB Sulsel, Andi Syamsu Rijal, Puang Matoa Bissu, Bissu Nani, Astronom, Premana W. Permadi, dan sutradara dan akademisi, Dr Asia Ramli.
Adapun, 20 seniman performans muda Indonesia yang turut serta dalam Temu Seni antara lain adalah; Abdi Karya, Anak Agung Putu Santiasa Putra, Arsita Iswardhani, Dimas Dapeng Mahendra, Dimas Eka Prasinggih, Fajar Susanto, Laila Putri Wartawati.
Linda Tagie, Monica Hapsari, Prashasti Wilujeng Putri, Rachmat Hidayat Mustamin, Ragil Dwi Putra, Ratu Rizkitasari Saraswati, Ridwan Rau Rau, Rizal Sofyan, Rizky, Wahyu Fathin, Sasqia Ardelianca, Syskaliana, Taufiqurrahman dan Theo Nugraha.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan diketahui menggelar Temu Seni dengan tema Seni Performans yang berlangsung di kota Makassar, Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanggal 1-8 Agustus 2022.
Kegiatan Temu Seni ini merupakan salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) dimana akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang.
Program ini diadakansebagai sarana penguatan ekosistem seniman-seniman muda, untuk memelihara keberlangsungan hidup kesenian nusantara sebagai peninggalan budaya Indonesia.
Kedatangan seniman muda dan rombongan pengasuh temu seniini disambut hangat di rumah masyarakat Bissu , dengan alunan alat musik khas Bugis berupa gendang, gong, pui-pui dan lae-lae.
Pemimpin Bissu Puang Matoa Bissu Nani bersama sejumlah anggota keluarga mensajikan ritual Ma’giri, sebuah tarian spiritual yang sudah berumur ratusan tahun.
Sebanyak 20 seniman muda yang berasal dari berbagai tempat di Indonesia hadir di Makassar untuk turut serta dalam Temu Seni Performans, sebuah ajang silaturahmi, apresiasi, kolaborasi dan jejaring seni performans. Sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung Indonesia Bertutur 2022 di daerah cagar budaya di Indonesia.
Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Selatan, Andi Syamsu Rijal, menyampaikan Bissu merupakan pewaris dan pejuang pemelihara warisan budaya suku Bugis.Untuk Bissu di Sulawesi Selatan dapat ditemui di Kabupaten Pangkep, Bone, Wajo dan Sopeng.
"Bissu inilah yang mempertahankan pusaka-pusaka adat warisan nenek moyang kita dulu dan keberadaannya termaktub dalam risalah Bugis kuno I La Galigo," tuturnya.
Lebih jauh, Syamsu Rijal menuturkan Ma’giri yang dipersembahkan di awal pertemuan merupakan sebuah ritual permohonan izin yang mengandung sebuah konsep dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah.
Nilai yang tetap dipertahankan oleh para bissu. Terlepas dari begitu banyak kendala dan tantangan, kekayaan kearifan lokal bagi komunitas Bissu selalu menjadi hal utama yang diperjuangkan untuk dilestarikan di tengah kemajuan jaman yang ada.
Komunitas Bissu dan masyarakat Sulawesi Selatan berharap perjuangan ini bisa menjadi perjuangan bersama, termasuk para seniman muda yang hadir dalam kunjungan budaya ini. "Kita memberi ruang untuk seniman mempelajari dan memahami Bissu serta sampaikan keberadaan dan kekayaan budayanya kepada siapa saja," jelasnya.
Pemimpin Bissu Puang Matoa Bissu Nani menyampaikan ritual Ma’giri yang dilaksanakan sebagai sebuah upaya mengusir keburukan atau tolak bala.Bissu menjadi penghubung, menyapa ‘dunia bawah’ dan meminta ‘dunia atas’ untuk memberikan keselamatan, kesehatan dan perlindungan kepada semua yang hadir dalam kesempatan kunjungan budaya bersama peserta Temu Seni Performans ini.
Sejak jaman kerajaan hingga saat ini,Bissu dipercaya menjadi pihak yang mengatur sekaligus pelaksana jalannya upacara ritual seperti kelahiran, bayi yang akan menginjakan tanah, pemotongan gigi, sunatan, perkawinan, dan sampai kematian.
"Masyarakat sekarang memandang Bissu sebagai sosok yang patut dihormati mengingat Bissu masuk dalam golongan orang-orang yang dapat membantu masyarakat (mengobati, pemecah solusi, penjaga siklus kehidupan) agar terhindar dari kesulitan atau mendapat bencana," jelasnya.
Dalam keseharian, katanya tidak sedikit Bissu yang bekerja sebagai perias pengantin (memiliki salon) sekaligus menjadi pengatur upacara perkawinan.Hal ini terjadi di antaranya di Desa Segeri, Kabupaten Pangkeb tempat dimana beberapa Bissu tinggal dan kerap dipanggil untuk mengatur upacara ritual. (Yossa Nainggolan/Alpha-I, 2017).
Sementara itu, Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryodarmo menjelaskan bahwa ajang Temu Seni Performans menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 diadakan dengan mengacu pada kerangka besar Indonesia Bertutur yaitu mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan.
Kunjungan ke komunitas Bissu di Segeri Kabupaten Pangkep ini adalah bagian dari upaya kreatif untuk melihat narasi sejarah dengan cara yang sedikit berbeda yang berhubungan dengan praktik kekaryaan performans.
Fasilitator Temu Seni, Marintan Sirait menuturkan, bahwa interaksi yang terjadi mungkin lebih tepatnya antara pelaku budaya tradisi yang telah berjalan ratusan tahun lamanya dengan pelaku seni yang memiliki beragam latar belakang budaya, perspektif, persepsi dan konstruksi berpikir dalam kehidupan maupun kekaryaan.
Termasuk menyaksikan ritus Ma’giri serta penjelasan yang disampaikan Puang Matoa yang bersumber dari tradisi Bissu telah memantik refleksi yang kompleks akan cara berpikir, bertindak, memandang, menilai dan merasa dari peserta Temu Seni.
"Kunjungan budaya seperti ini bukan saja penting untuk mendapatkan inspirasi dari kekayaan budaya yang hadir di masa lampau untuk dikembangkan ke depan," ujarnya.
"Tetapi sebuah ruang refleksi yang esensial tentang cara pandang yang holistik untuk berorientasi dan mengembangkan gagasan-gagasan ke depan," lanjutnya.
Sebuah kesempatan untuk mengkaji ulang perspektif-perspektif yang didapatkan melalui dunia pendidikan, aktivisme dan praktek-praktek seni yang telah dilakukan.
Lebih jauh Marintan menjelaskan bahwa hingga hari ketiga, kegiatan Laboratorium dan Diskusi lebih banyak tertuju pada refleksi melalui diskusi kelompok berdasarkan tema-tema terpilih, yang berhubungan dengan apa yang dialami melalui kunjungan ke Gua Leang-Leang dan Komunitas Bissu.
Semangat gotong-royong dan kolaborasi sebagai spirit kerja para pegiat performans sejak awal telah hadir. Karya yang dihadirkan nanti dapat berupa karya kolektif maupun individual yang didasari semangat untuk saling mendukung.
Temu Seni dengan tema Perfomans yang dilaksanakan di Makassar melibatkan 20 peserta dari berbagai provinsi, 2 fasilitator, yaitu seniman performans, perupa dan pegiat seni budaya, Marintan Sirait dan sastrawan dan penulis, Afrizal Malna, serta 5 narasumber; Arkeolog, Muhammad Ramli, Kepala BPNB Sulsel, Andi Syamsu Rijal, Puang Matoa Bissu, Bissu Nani, Astronom, Premana W. Permadi, dan sutradara dan akademisi, Dr Asia Ramli.
Adapun, 20 seniman performans muda Indonesia yang turut serta dalam Temu Seni antara lain adalah; Abdi Karya, Anak Agung Putu Santiasa Putra, Arsita Iswardhani, Dimas Dapeng Mahendra, Dimas Eka Prasinggih, Fajar Susanto, Laila Putri Wartawati.
Linda Tagie, Monica Hapsari, Prashasti Wilujeng Putri, Rachmat Hidayat Mustamin, Ragil Dwi Putra, Ratu Rizkitasari Saraswati, Ridwan Rau Rau, Rizal Sofyan, Rizky, Wahyu Fathin, Sasqia Ardelianca, Syskaliana, Taufiqurrahman dan Theo Nugraha.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan diketahui menggelar Temu Seni dengan tema Seni Performans yang berlangsung di kota Makassar, Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanggal 1-8 Agustus 2022.
Kegiatan Temu Seni ini merupakan salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) dimana akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan September mendatang.
Program ini diadakansebagai sarana penguatan ekosistem seniman-seniman muda, untuk memelihara keberlangsungan hidup kesenian nusantara sebagai peninggalan budaya Indonesia.
(tri)