Jalan Dago dan Jalur Tradisional Kerajaan Pajajaran

Senin, 22 Juni 2020 - 05:00 WIB


Taman air mancur Cikapayang yang berada di tepi Jalan Dago, Kota Bandung. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi

Selanjutnya, jalan-jalan di Bandung tersebut menyambung dengan jalur tradisional Kerajaan Pajajaran yang telah ada sejak zaman Kerajaan Galuh dan Pakuan.

Jalur ini melalui Kawali, Panjalu, Talaga, Sindangkasih, Karangsembung, Conggeang, Buahdua, Sagalaherang, Wanayasa, Purwakarta, Cikao, Tanjungpura, Cibarusah, dan Pakuan atau Banten.

"Jalur tradisional ini disebut dengan highway Pajajaran. Itu ceritanya, maka kawasan Dago ini memang merupakan kampung tua di Bandung," ujar Alex.

Alex menuturkan, dikutip dari buku Haryanto Kunto berjudul "Ramadhan di Priangan", menceritakan tentang Kampung Coblong, pembangunan Jalan Raya Dago dan Cipaganti dimulai sejak 1910 oleh pemerintah Gementee Bandung.

Jalan raya ini menggunakan lahan Kampung Coblong yang cukup luas. Diceritakan pula dana pergantian atau ganti rugi dari pemerintah kolonial Hindia Belanda sebesar 3.500 Golden.

Pemerintah kolonial Belanda melihat dago dengan letak geografis dan ketinggian berada di 5 km arah utara dari pusat Kota Bandung dengan ketinggian 690-730 meter di atas di permukaan laut (mdpl) ini, cocok sebagai kawasan elite permukiman.

Sejatinya, pembangunan kawasan Bandung dimulai oleh pemerintah Gemeente Bandung dari kurun 1900 hingga 1914. Pembangunan dilakukan seiring rencana pemerintah kolonial Belanda memindahkan ibukota pemerintahan Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung.

Namun sayang, upaya pemindahan ibu kota Hindia Belanda tersebut gagal terlaksana lantaran resesi ekonomi dunia atau dikenal dengan malaise. Resesi ekonomi ini dimulai dari kejatuhan pasar saham Amerika atau yang dikenal sebagai "Black Tuesday".
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More