Warga Tlogolele Dengar Suara Gemuruh dan Lihat Asap Pekat Membumbung
Minggu, 21 Juni 2020 - 12:11 WIB
BOYOLALI - Warga Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Boyolali mendengar suara gemuruh saat terjadi erupsi Gunung Merapi, Minggu (21/6/2020). Suara yang mirip helikopter tersebut berlangsung sekitar 2 menit. ( Baca Juga: Gunung Merapi (Baca juga: 8 Kecamatan di Magelang Dilanda Hujan Abu Erupsi Gunung Merapi)
Membuat api unggun saat Merapi meletus merupakan tradisi masyarakat di Desa Tlogolele sejak nenek moyang. Mereka berdoa agar terhindar dari abu vulkanik dan awan panas. Selain itu juga untuk penerangan ketika terjadi letusan dan mati listrik. Membuat api unggun merupakan kearifan lokal yang berlangsung turun temurun hingga sekarang. “Tidak terjadi hujan abu setelah letusan dan masyarakat kembali beraktivitas normal,” terangnya.
Saat erupsi terjadi, lanjutnya, suara gemuruh yang terdengar berlangsung satu kali tapi lama. “Sekitar dua menit, suaranya gemuruh seperti helikopter,” terangnya. Saat letusan terjadi, cuaca di Desa Tlogolele sangat cerah. Sehingga warga bisa melihat langsung ke arah puncak Merapi saat terjadi erupsi. Warga melihat asap membumbung tinggi namun tidak melihat adanya guguran guguran.
Ketika erupsi, warga selalu memantau perkembangan apakah berlanjut atau tidak. Pemerintah Desa Tlogolele sudah mempersiapkan masker jika sewaktu waktu terjadi hujan abu. Karena sudah tenang, warga kini sudah beraktivitas seperti sediakala. Sebagaimana diketahui, Gunung Merapi dua kali erupsi dengan ketinggian kolom letusan mencapai 6 km di atas puncak, Minggu (21/6/2020).
Erupsi pertama terjadi pada pukul 09.13. WIB. Erupsi tercatat di seismogram dgn amplitudo 75 mm dan durasi 328 detik. Teramati tinggi kolom erupsi sekitar 6.000 meter dari puncak. Kemudian erupsi kembali terjadi pada pukul 9.27 WIB. Kali ini dengan amplitudo 75 mm dan durasi 100 detik.
Membuat api unggun saat Merapi meletus merupakan tradisi masyarakat di Desa Tlogolele sejak nenek moyang. Mereka berdoa agar terhindar dari abu vulkanik dan awan panas. Selain itu juga untuk penerangan ketika terjadi letusan dan mati listrik. Membuat api unggun merupakan kearifan lokal yang berlangsung turun temurun hingga sekarang. “Tidak terjadi hujan abu setelah letusan dan masyarakat kembali beraktivitas normal,” terangnya.
Saat erupsi terjadi, lanjutnya, suara gemuruh yang terdengar berlangsung satu kali tapi lama. “Sekitar dua menit, suaranya gemuruh seperti helikopter,” terangnya. Saat letusan terjadi, cuaca di Desa Tlogolele sangat cerah. Sehingga warga bisa melihat langsung ke arah puncak Merapi saat terjadi erupsi. Warga melihat asap membumbung tinggi namun tidak melihat adanya guguran guguran.
Ketika erupsi, warga selalu memantau perkembangan apakah berlanjut atau tidak. Pemerintah Desa Tlogolele sudah mempersiapkan masker jika sewaktu waktu terjadi hujan abu. Karena sudah tenang, warga kini sudah beraktivitas seperti sediakala. Sebagaimana diketahui, Gunung Merapi dua kali erupsi dengan ketinggian kolom letusan mencapai 6 km di atas puncak, Minggu (21/6/2020).
Erupsi pertama terjadi pada pukul 09.13. WIB. Erupsi tercatat di seismogram dgn amplitudo 75 mm dan durasi 328 detik. Teramati tinggi kolom erupsi sekitar 6.000 meter dari puncak. Kemudian erupsi kembali terjadi pada pukul 9.27 WIB. Kali ini dengan amplitudo 75 mm dan durasi 100 detik.
(shf)
tulis komentar anda