Kisah Kapten Lukas Kustaryo Pentolan Siliwangi yang Diburu Tentara Belanda

Minggu, 24 April 2022 - 05:51 WIB
Kapten Lukas Kustaryo dan Monumen Pembantaian Rawagede dibangun untuk mengenang kisah pembantaian yang dialami warga Desa Rawagede, Kecamatan Rawamerta, Karawang, Jawa Barat. Foto: Dok/SINDOnews
Tentara Belanda melampiaskan amarahnya kepada penduduk Kampung Rawagede pada Selasa (9/12/1947), kemarahan itu dipicu karena tentara Belanda tidak dapat menemukan Kapten Lukas Kustaryo Komandan Kompi Siliwangi.

Aksi Lukas yang cerdik dan cekatan hingga berkali-kali berhasil menyerang patroli dan pos-pos militer Belanda, menempatkan namanya dalam daftar orang yang paling dicari Belanda, dia bahkan dijuluki si Begundal Karawang.

Saking marahkan, pimpinan Belanda saat itu mengerahkan ratusan tentaranya untuk memburu Kapten Lukas Kustaryo ke daerah Karawang, hingga ke Rawagede. Di wilayahnya, juga berkeliaran berbagai laskar, bukan hanya pejuang Indonesia namun juga gerombolan pengacau dan perampok.



Sehari setelah perundingan Renville dimulai, tepatnya pada 9 Desember 1947, tentara Belanda di bawah pimpinan seorang mayor mengepung Dusun Rawagede dan menggeledah setiap rumah. Namun mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun.



Mereka kemudian memaksa seluruh penduduk keluar rumah masing-masing dan mengumpulkan di tempat yang lapang. Penduduk laki-laki diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang keberadaan para pejuang Republik. Terutama Kapten Lukas Kustaryo, Namun tidak satu pun rakyat yang mengatakan tempat persembunyian para pejuang tersebut.

Pemimpin tentara Belanda kemudian memerintahkan untuk menembak mati semua penduduk laki-laki, termasuk para remaja belasan tahun. Beberapa orang berhasil melarikan diri ke hutan, walaupun terluka kena tembakan.

Seorang saksi sejarah saat itu Saih menuturkan bahwa dia bersama ayah dan para tetangganya sekitar 20 orang jumlahnya disuruh berdiri berjejer. Ketika tentara Belanda memberondong dengan senapan mesin ayahnya yang berdiri di sampingnya tewas kena tembakan, dia juga jatuh kena tembak di tangan, tetapi dia pura-pura mati. Ketika ada kesempatan, dia segera melarikan diri.

Rawagede diincar Belanda karena menjadi markas para laskar. Ketua Yayasan Rawagede Sukarman (60) dalam tulisannya yang didokumentasikan terkait tragedi pembantaian itu, berjudul ‘Riwayat Singkat Taman Pahlawan Rawagede’.



Sukarman mengatakan bahwa sejak sebelum perang kemerdekaan, Rawagede sudah menjadi daerah markas para laskar pejuang. Rawagede dipilih karena saat itu dilintasi jalur kereta api Karawang-Rengasdengklok dan salah satu stasiun itu ada di sana.

Laskar pejuang yang dikenal di Rawagede sebelum kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, antara lain Laskar Macan Citarum, Barisan Banteng, MPHS, SP88, dan Laskar Hizbulloh.

"Mulai 19 Agustus 1945, seluruh laskar itu bergabung menjadi BKR (Badan Keamanan Rakyat), markasnya ada di rumah-rumah warga. Ini jadi sorotan pemerintah Hindia Belanda," kata Sukarman.

Pada 1946, kata Sukarman, Letkol Suroto Kunto yang masih berusia 24 tahun ditunjuk sebagai Komandan Resimen Jakarta di Cikampek.

Salah satu komandan kompinya adalah Lukas Kustaryo yang membawahi Karawang-Bekasi. Dalam beraksi, Kapten Lukas Kustaryo juga kerap mengenakan baju seragam tentara Belanda yang baru saja dibunuhnya.

Dengan mengenakan seragam itu, dia menembaki tentara Belanda yang lain. Karena kegigihannya itu, tentara Belanda menjulukinya "Begundal Karawang".

Karena ulahnya itu, Kapten Lukas juga sempat ditembak dari jarak kira-kira 25 meter oleh Letnan Sarif, anak buahnya. Sarif awalnya tidak menyadari bahwa sosok yang ditembaknya itu komandannya sendiri.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More