Beri Kuliah Umum di Unpad, Erick Thohir: Ekosistem Regional Harga Mati
Sabtu, 23 April 2022 - 16:39 WIB
Disrupsi teknologi, lanjut Erick, menjadi ancaman lain dalam menggapai visi Indonesia Emas 2045. Pasalnya, disrupsi teknologi berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan akibat penggunaan robot dalam dunia kerja.
"Berdasarkan hasil riset di Amerika, Jerman, dan Australia, (disrupsi teknologi) mengakibatkan lebih banyak pekerjaan yang hilang dibandingkan yang tumbuh. Di Amerika saja, 6,1 juta lapangan pekerjaan hilang akibat disrupsi teknologi, itu ancaman juga bagi kita," tegasnya.
Apalagi, Indonesia juga menghadapi bonus demografi dimana masyarakat usia produktif akan lebih banyak. Kondisi tersebut menurutnya bakal merubah tatanan kehidupan.
"Belum lagi kita menghadapi disrupsi lingkungan yang ekstrem, yang mengancam pangan dunia. Lihat saja sekarang, harga pangan tinggi di dunia. Selain (akibat) pandemi COVID-19, juga karena cuaca yang mengakibatkan gagal panen," jelasnya seraya mengatakan bahwa stok pangan dunia pun kini terganggu akibat invasi Rusia terhadap Ukraina yang bakal memperlambat upaya pemulihan pascapandemi COVID-19.
Oleh karenanya, Erick menekankan, untuk menghadapi berbagai disrupsi tersebut, Indonesia harus memiliki kedaulatan di berbagai bidang dengan cara membangun ekosistem sendiri. Terlebih, kata Erick, globalisasi sendiri nantinya akan hilang dan digantikan dengan regionalisasi.
"Sekarang ada statement globalism akan hilang dan berganti regionalism, apakah Asia Tenggara atau kita (Indonesia). Jawabannya, untuk menghadapi disrupsi ini, kita harus punya ekosistem sendiri. Jadi, globalism akan berubah menjadi regionalism, roadmap ekosistem ini harus terbentuk, ini harga mati," tegasnya.
Dengan roadmap ekosistem sendiri, sambung Erick, bukan saatnya lagi kita berbicara ekosistem China atau Amerika, melainkan ekosistem Indonesia. Dengan begitu, program hilirisasi dipastikan harus terbentuk.
"Sumber daya alam kita dari jaman Belanda terus dipakai untuk pertumbuhan ekonomi negara lain. Hari ini, kita pastikan hilirisasi harus terbentuk. Jadi, jangan sampai kita mengirim raw material ke negara lain karena hilirisasi bakal meningkatkan nilai tambah dan menambah lapangan kerja, itu yang harus tercipta di sini," tegasnya lagi.
Hal serupa juga harus tercipta dalam sistem ekonomi digital Indonesia yang potensinya kini mencapai 4.500 triliun. Indonesia jangan hanya menjadi pasar digital, melainkan harus mampu memanfaatkan potensi tersebut untuk membuka lapangan kerja sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Makanya, BUMN juga melakukan hal ini untuk menjaga ekosistem, apakah yang namanya inovasi model bisnis, ekosistem usaha dalam negeri yang sehat, sumber daya manusia, ekonomi digital, hingga pengembangan sumber daya manusia," jelasnya.
"Berdasarkan hasil riset di Amerika, Jerman, dan Australia, (disrupsi teknologi) mengakibatkan lebih banyak pekerjaan yang hilang dibandingkan yang tumbuh. Di Amerika saja, 6,1 juta lapangan pekerjaan hilang akibat disrupsi teknologi, itu ancaman juga bagi kita," tegasnya.
Apalagi, Indonesia juga menghadapi bonus demografi dimana masyarakat usia produktif akan lebih banyak. Kondisi tersebut menurutnya bakal merubah tatanan kehidupan.
"Belum lagi kita menghadapi disrupsi lingkungan yang ekstrem, yang mengancam pangan dunia. Lihat saja sekarang, harga pangan tinggi di dunia. Selain (akibat) pandemi COVID-19, juga karena cuaca yang mengakibatkan gagal panen," jelasnya seraya mengatakan bahwa stok pangan dunia pun kini terganggu akibat invasi Rusia terhadap Ukraina yang bakal memperlambat upaya pemulihan pascapandemi COVID-19.
Oleh karenanya, Erick menekankan, untuk menghadapi berbagai disrupsi tersebut, Indonesia harus memiliki kedaulatan di berbagai bidang dengan cara membangun ekosistem sendiri. Terlebih, kata Erick, globalisasi sendiri nantinya akan hilang dan digantikan dengan regionalisasi.
"Sekarang ada statement globalism akan hilang dan berganti regionalism, apakah Asia Tenggara atau kita (Indonesia). Jawabannya, untuk menghadapi disrupsi ini, kita harus punya ekosistem sendiri. Jadi, globalism akan berubah menjadi regionalism, roadmap ekosistem ini harus terbentuk, ini harga mati," tegasnya.
Dengan roadmap ekosistem sendiri, sambung Erick, bukan saatnya lagi kita berbicara ekosistem China atau Amerika, melainkan ekosistem Indonesia. Dengan begitu, program hilirisasi dipastikan harus terbentuk.
"Sumber daya alam kita dari jaman Belanda terus dipakai untuk pertumbuhan ekonomi negara lain. Hari ini, kita pastikan hilirisasi harus terbentuk. Jadi, jangan sampai kita mengirim raw material ke negara lain karena hilirisasi bakal meningkatkan nilai tambah dan menambah lapangan kerja, itu yang harus tercipta di sini," tegasnya lagi.
Hal serupa juga harus tercipta dalam sistem ekonomi digital Indonesia yang potensinya kini mencapai 4.500 triliun. Indonesia jangan hanya menjadi pasar digital, melainkan harus mampu memanfaatkan potensi tersebut untuk membuka lapangan kerja sekaligus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Makanya, BUMN juga melakukan hal ini untuk menjaga ekosistem, apakah yang namanya inovasi model bisnis, ekosistem usaha dalam negeri yang sehat, sumber daya manusia, ekonomi digital, hingga pengembangan sumber daya manusia," jelasnya.
tulis komentar anda