Ketua DPD RI Sandang Gelar Ampon Chiek dari Kerajaan Beutong, Aceh
Kamis, 24 Maret 2022 - 17:58 WIB
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, berterimakasih atas gelar yang diberikan. Menurutnya, sebuah kehormatan sudah diangkat sebagai bagian dari kerajaan di Aceh.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla menyampaikan sejak Amandemen atas UUD 1945 naskah Asli tahun 1999 hingga 2002 silam, elemen-elemen Non-Partisan, termasuk unsur golongan, seperti Raja dan Sultan Nusantara, kehilangan peran.
"Dari Amandemen tersebut, sistem Demokrasi Indonesia menjadi berubah. Kekuasaan yang besar diberikan kepada Partai Politik," papar dia.
Hanya Partai Politik yang bisa mengajukan dan menentukan calon presiden yang harus dipilih rakyat. Mereka juga bersepakat membuat aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden atau Presidential Threshold. Mereka melalui Fraksi di DPR, lanjut LaNyalla, juga yang membentuk Undang-undang bersama Pemerintah yang hasilnya mengikat seluruh warga negara.
"Sehingga apa yang kita lihat dan rasakan belakangan ini, semua seperti berjalan suka-suka. Aturan yang tidak sesuai, diganti. Undang-Undang dikebut cepat untuk disahkan, walaupun masyarakat menolak," tegasnya.
Menurut LaNyalla, semua bisa terjadi karena bangsa ini telah meninggalkan Pancasila. Padahal Pancasila lah yang mampu menjadi wadah bagi semua elemen bangsa yang majemuk dari Sabang sampai Merauke.
"Karena Pancasila memperjuangkan agar bangsa ini berketuhanan, berperi kemanusiaan, bersatu, mengutamakan musyawarah dan menjadikan keadilan sosial sebagai inti dari cita-cita bangsa," ujarnya.
Oleh karena itu, secara terus menerus LaNyalla menggugah kesadaran publik agar serius memikirkan masa depan Indonesia sehingga lebih cepat terwujudnya cita-cita para pendiri bangsa. Yaitu, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Bangsa ini harus memberi ruang bagi negarawan dan kelompok-kelompok non-partisan. Dimana negarawan berpikir tentang pentingnya masa depan generasi yang akan datang," tegasnya.
DPD RI, jelas LaNyalla juga membuka diri seluas-luasnya kepada Kerajaan dan Kesultanan Nusantara sebagai saluran untuk menyuarakan kepentingan Para Raja dan Sultan Nusantara. Baca: 50 Persen Angkot di KBB Bodong, Ini Penjelasan Organda.
Dalam kesempatan itu, LaNyalla menyampaikan sejak Amandemen atas UUD 1945 naskah Asli tahun 1999 hingga 2002 silam, elemen-elemen Non-Partisan, termasuk unsur golongan, seperti Raja dan Sultan Nusantara, kehilangan peran.
"Dari Amandemen tersebut, sistem Demokrasi Indonesia menjadi berubah. Kekuasaan yang besar diberikan kepada Partai Politik," papar dia.
Hanya Partai Politik yang bisa mengajukan dan menentukan calon presiden yang harus dipilih rakyat. Mereka juga bersepakat membuat aturan Ambang Batas Pencalonan Presiden atau Presidential Threshold. Mereka melalui Fraksi di DPR, lanjut LaNyalla, juga yang membentuk Undang-undang bersama Pemerintah yang hasilnya mengikat seluruh warga negara.
"Sehingga apa yang kita lihat dan rasakan belakangan ini, semua seperti berjalan suka-suka. Aturan yang tidak sesuai, diganti. Undang-Undang dikebut cepat untuk disahkan, walaupun masyarakat menolak," tegasnya.
Menurut LaNyalla, semua bisa terjadi karena bangsa ini telah meninggalkan Pancasila. Padahal Pancasila lah yang mampu menjadi wadah bagi semua elemen bangsa yang majemuk dari Sabang sampai Merauke.
"Karena Pancasila memperjuangkan agar bangsa ini berketuhanan, berperi kemanusiaan, bersatu, mengutamakan musyawarah dan menjadikan keadilan sosial sebagai inti dari cita-cita bangsa," ujarnya.
Oleh karena itu, secara terus menerus LaNyalla menggugah kesadaran publik agar serius memikirkan masa depan Indonesia sehingga lebih cepat terwujudnya cita-cita para pendiri bangsa. Yaitu, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
"Bangsa ini harus memberi ruang bagi negarawan dan kelompok-kelompok non-partisan. Dimana negarawan berpikir tentang pentingnya masa depan generasi yang akan datang," tegasnya.
DPD RI, jelas LaNyalla juga membuka diri seluas-luasnya kepada Kerajaan dan Kesultanan Nusantara sebagai saluran untuk menyuarakan kepentingan Para Raja dan Sultan Nusantara. Baca: 50 Persen Angkot di KBB Bodong, Ini Penjelasan Organda.
Lihat Juga :
tulis komentar anda