Belum Ada Zona Hijau di Jabar, Gubernur Tak Izinkan Sekolah Dibuka

Selasa, 16 Juni 2020 - 20:03 WIB
Gubernur Jabar Ridwan Kamil konferensi pers seusai rakor penanggulangan COVID-19 di Polda Jabar. Foto/SINDOnews/Agus Warsudi
BANDUNG - Meski wabah virus Corona atau COVID-19 di Provinsi Jawa Barat mulai melandai dengan angka penularan atau reproduksi di bawah 1, tetapi Pemprov Jabar memutuskan belum dapat membuka aktivitas sekolah.

Gubernur Ridwan Kamil mengatakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berencana membuka kembali sekolah di zona hijau. Namun di Jawa Barat belum ada satu pun daerah dari 27 kota dan kabupaten yang berstatus zona hijau. (BACA JUGA: Catat! Ini 3 Modus Siswa Titipan saat PPDB Online )

Karena itu, sekolah di Jabar belum ada yang dibuka. "Pak Nadiem Makarim (Mendikbud) sudah mengumumkan kalau sekolah boleh dibuka di zona hijau. Nah perhari ini (Selasa 16/6/2020), 27 kota dan kabupaten di Jabar belum ada (zona hijau)," kata pria yang akrab disapa Kang Emil ini seusai rapat koordinasi COVID-19 di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Selasa (16/6/2020).



Kang Emil mengemukakan saat ini, baru 17 Kabupaten/Kota yang masuk kategori zona biru. "Saya berdoa mudah-mudahan dalam evaluasi dua mingguan, kita (Provinsi Jabar) naik ke hijau dari 17 yang sudah biru. Nah kami juga akan memberikan rapor kepada gugus tugas (pusat)," ujar Kang Emil.

Pembukaan sekolah di Jabar, tutur Gubernur, kebijakannya harus berbasis kesiapan kota/kabupaten berdasarkan zona tadi. Sebab, hal ini berpengaruh terhadap kurikulum belajar siswa. (BACA JUGA: Update Corona Jabar: Tambah 15 Kasus, Pasien Positif 2.623 Orang )

"Kalau sekolah kebijakannya harus satu kota dan kabupaten karena dalam satu kota dan kabupaten kurikulumnya sama dan fasilitasnya sama. Jadi kalau ada satu sekolah yang buka di kecamatan lain enggak, itu nanti akan terjadi kejomplangan (ketimpangan) kualitas pendidikan," tutur Gubernur.

Kang Emil mengungkapkan, sektor pendidikan di Jabar yang diperbolehkan saat ini, baru pesantren. Sebab, karakteristik pesantren dan sekolah umum berbeda. (BACA JUGA: Pasien COVID-19 Sembuh Meningkat, Pemprov Jabar: Terima Kasih Para Nakes )

"Kok pesantren bisa? Kalau pesantren itu rata-rata dimiliki oleh pribadi. Kurikulumnya juga tidak sama. Ya, dalam satu kecamatan ada yang tema kurikulumnya A. Kemudian pesantren lainnya kurikulum B. Maka, kalau yang satu duluan dan yang lain belakangan, nggak ada masalah," ungkap Kang Emil.

Sementara, kata mantan Wali Kota Bandung ini, sekolah umum, seperti SD, SMP dan SMA itu gerakannya harus satu irama karena dimiliki oleh negara dan kurikulumnya diatur oleh negara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content