Korban Investasi Bodong di Pekanbaru Harap Aset Sitaan Bisa untuk Bayar Kerugian
Jum'at, 18 Maret 2022 - 19:38 WIB
Sementara pakar pidana perbankan menyatakan bahwa apa yang dilakukan Fikasa Grup murni kejahatan Perbankan.
Ahli hukum Pidana Perbankan Prof Jongker Sihombing menegaskan bahwa yang dilakukan Agung Cs merupakan kejahatan perbankan dan melanggan Pasal 46 tentang Perbankan, bukan perdata.
"Pengacara berusaha menggiring opini supaya hakim memutus perkara tersebut menjadi onslag atau lepas dari tuntutan hukum," kata Jongker.
Dia juga mematahkan adanya pendapat ahli lain yakni Yunus Husen soal kasus surat sanggup bayar utang (promissory notes) Fikasa Grup berada dalam ranah perdata. Dia menyatakan bahwa hal itu bertolak belakang.
"Saya melihat selain pura-pura tidak membaca Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Yunus juga pura-pura tidak tahu frasa kedua Pasal 1.5 UU Perbankan yang menyatakan dan bentuk lainnya yangg dipersamakan dengan itu (deposito). Di persidangan saya sebut bahwa contoh Promisory Notes yang diperlihatkan, 99 9 % sama dengan deposito," katanya.
Dia mengatakan, dalam Pasal 175 KUHD yang jelas-jelas menyebut bahwa jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi (kecuali syarat 1 dan 2), maka tidak memenuhi syarat sebagai surat utang.
Bunyi Pasal 174 KUHD adalah bahwa surat sanggup memuat pernyataan kesanggupan membayar tanpa syarat. "Dalam warkat Promisorry notes yang ditunjukkan di depan hakim di PN Pekanbaru, jelas-jelas tidak ada tercantum syarat itu," ucapnya.
Terkait pendapat pengacara para terdakwa kalau PN Pekanbaru tidak bisa mengadili para terdakwa karena perusahaan ada di Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru diminta tidak terpengaruh.
Baca Juga
Ahli hukum Pidana Perbankan Prof Jongker Sihombing menegaskan bahwa yang dilakukan Agung Cs merupakan kejahatan perbankan dan melanggan Pasal 46 tentang Perbankan, bukan perdata.
"Pengacara berusaha menggiring opini supaya hakim memutus perkara tersebut menjadi onslag atau lepas dari tuntutan hukum," kata Jongker.
Dia juga mematahkan adanya pendapat ahli lain yakni Yunus Husen soal kasus surat sanggup bayar utang (promissory notes) Fikasa Grup berada dalam ranah perdata. Dia menyatakan bahwa hal itu bertolak belakang.
"Saya melihat selain pura-pura tidak membaca Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Yunus juga pura-pura tidak tahu frasa kedua Pasal 1.5 UU Perbankan yang menyatakan dan bentuk lainnya yangg dipersamakan dengan itu (deposito). Di persidangan saya sebut bahwa contoh Promisory Notes yang diperlihatkan, 99 9 % sama dengan deposito," katanya.
Dia mengatakan, dalam Pasal 175 KUHD yang jelas-jelas menyebut bahwa jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi (kecuali syarat 1 dan 2), maka tidak memenuhi syarat sebagai surat utang.
Bunyi Pasal 174 KUHD adalah bahwa surat sanggup memuat pernyataan kesanggupan membayar tanpa syarat. "Dalam warkat Promisorry notes yang ditunjukkan di depan hakim di PN Pekanbaru, jelas-jelas tidak ada tercantum syarat itu," ucapnya.
Terkait pendapat pengacara para terdakwa kalau PN Pekanbaru tidak bisa mengadili para terdakwa karena perusahaan ada di Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru diminta tidak terpengaruh.
tulis komentar anda