Korban Investasi Bodong di Pekanbaru Harap Aset Sitaan Bisa untuk Bayar Kerugian

Jum'at, 18 Maret 2022 - 19:38 WIB
loading...
Korban Investasi Bodong...
Lima terdakwa investasi bodong dari Fikasa Group yang kini menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Foto: Istimewa
A A A
PEKANBARU - Pihak keluarga korban mengharapkan agar lima pelaku investasi bodong Fikasa Group dihukum seberat-beratnya dan bisa mendapatkan uang ganti rugi dari aset para terdakwa yang sudah disita.

"Kita minta pada majelis yang menyidangkan perkara, agar menghukum kelima terdakwa dengan hukuman seberat-beratnya, agar jangan ada lagi korban akibat penipuan mereka di kemudian hari,” ucap Pormian Simanungkalit, juru bicara korban, Jumat (18/3/2022) di Pekanbaru.

Pihak kejaksaan sendiri sudah menyita sejumlah aset milik terdakwa beberapa bidang tanah milik Fikasa Group. Ini diharapkan bisa membayar kerugian korban.



"Kita juga minta pada majelis, agar surat tanah yang telah disita, dapat dijual untuk mengembalikan uang nasabah yang saat ini jadi korban," harap juru bicara para korban.

Di Pekanbaru, ada 10 korban investasi bodong. Total kerugian korban sebanyak Rp84,9 miliar. Kelima terdakwa sudah diadili dan kini menunggu vonis hakim pada 22 Mei 2022 di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Para terdakwa adalah Agung Salim, Bhakti Salim, Bhakti Salim, Elly Salim dan Maryani.

Penasat hukum terdakwa menilai bahwa kasus tersebut perdata. Namun pihak ahli pidana perbankan menilai itu murni menyalahi Pasal Perbankan.

Para terdakwa investasi bodong Fikasa Group yang menyebabkan kerugian 10 nasabah di Pekanbaru sebesar Rp84,9 miliar mengaku, tidak bersalah dan menilai hal itu kasus perdata.

Sementara pakar pidana perbankan menyatakan bahwa apa yang dilakukan Fikasa Grup murni kejahatan Perbankan.



Ahli hukum Pidana Perbankan Prof Jongker Sihombing menegaskan bahwa yang dilakukan Agung Cs merupakan kejahatan perbankan dan melanggan Pasal 46 tentang Perbankan, bukan perdata.

"Pengacara berusaha menggiring opini supaya hakim memutus perkara tersebut menjadi onslag atau lepas dari tuntutan hukum," kata Jongker.

Dia juga mematahkan adanya pendapat ahli lain yakni Yunus Husen soal kasus surat sanggup bayar utang (promissory notes) Fikasa Grup berada dalam ranah perdata. Dia menyatakan bahwa hal itu bertolak belakang.

"Saya melihat selain pura-pura tidak membaca Pasal 175 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Yunus juga pura-pura tidak tahu frasa kedua Pasal 1.5 UU Perbankan yang menyatakan dan bentuk lainnya yangg dipersamakan dengan itu (deposito). Di persidangan saya sebut bahwa contoh Promisory Notes yang diperlihatkan, 99 9 % sama dengan deposito," katanya.

Dia mengatakan, dalam Pasal 175 KUHD yang jelas-jelas menyebut bahwa jika salah satu persyaratan tidak terpenuhi (kecuali syarat 1 dan 2), maka tidak memenuhi syarat sebagai surat utang.

Bunyi Pasal 174 KUHD adalah bahwa surat sanggup memuat pernyataan kesanggupan membayar tanpa syarat. "Dalam warkat Promisorry notes yang ditunjukkan di depan hakim di PN Pekanbaru, jelas-jelas tidak ada tercantum syarat itu," ucapnya.



Terkait pendapat pengacara para terdakwa kalau PN Pekanbaru tidak bisa mengadili para terdakwa karena perusahaan ada di Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru diminta tidak terpengaruh.

Menurutnya, Pasal 1 butir 1 UU no 48 thn 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan.

“Jadi hakim PN Pekanbaru memutus tidak bisa dipengaruhi pihak lain, termasuk tidak dipengaruhi putusan PN lain untuk kasus yang mirip ataupun kasus serupa," tandasnya.

Jaksa Penuntut Umum menuntut lima terdakwa Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim Elly Salim bos Fikasa Group di Jakarta dengan tuntutan 14 tahun penjara karena melanggar Pasal 46 Tentang Perbankan dan denda Rp20 miliar.

Dalam sidang terungkap juga bahwa ada transaksi perusahaan sebesar Rp11 triliun. Dalam fakta persidangan ada 2.000 nasabah seluruh Indonesia. Untuk di Pekanbaru nasabah ada 200 orang. Produk investasi bodong yang ditawarkan para terdakwa adalah Promisory Notes dengan iming iming bunga tinggi yakni 9-12 persen.

Sementara Maryani Bos Fikasa Group di Pekanbaru dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar. Maryani diketahui memperoleh keuntungan 7 persen dari nasabah yang didapatnya di Pekanbaru.

Dia sudah meraup keuntungan Rp13 miliar. Para korban akhirnya melaporkan kasus ini ke Mabes Polri karena pihak perusahaan mengembalikan uang nasabah dengan berbagai alasan sehingga korban dirugikan Rp84,9 miliar.

Jaksa juga menegaskan agar sejumlah tanah milik terdakwa dan perusahaan di enam lokasi yang sudah disita untuk membayar sebagian kerugian nasabah Fikasa Group.
(nic)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3035 seconds (0.1#10.140)