Geger Likuifaksi-Lumpur Panas Usai Gempa Guncang Pasaman, Ini Penjelasan PVMBG
Sabtu, 26 Februari 2022 - 18:56 WIB
BANDUNG - Media sosial digegerkan video peristiwa tanah bergerak atau likuifaksi dan semburan lumpur panas usai gempa bumi hebat berkekuatan 6,2 magnitudo mengguncang Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, Sumatera Barat, Jumat (25/2/2022) pagi.
Pusat Vulkanologi Meteorologi dan Bencana Geologi (PVMBG) pun melakukan analisa terkait peristiwa tersebut. Kepala Badan Geologi PVMBG, Eko Budi Lelono mengatakan, fenomena likuefaksi berupa aliran yang dapat menyebabkan gerakan tanah/tanah bergerak dapat terjadi apabila beberapa persyaratan terpenuhi, yaitu kondisi litologi penyusun, morfologi, muka air tanah, dan gempa bumi sebagai pemicu terjadinya likuefaksi.
Baca juga: Bersifat Merusak, Ini Catatan Sejarah Gempa Bumi di Wilayah Sumatera Barat
Menurutnya, fenomena likuifaksi tipe aliran yang terjadi di daerah Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman itu dapat terjadi karena kondisi material tanah yang sangat jenuh air dan relatif dangkal pada dan material ini bersumber dari hasil litologi rombakan bagian hulunya (Qvta).
"Sifat material hasil rombakan ini kemungkinan bersifat non-plastis sampai sedikit plastis, kurang padu dan berada dalam kondisi jenuh air," jelas Eko dalam keterangan resminya, Sabtu (26/2/2022).
Selain itu, lanjut Eko, kemiringan lereng yang relatif landai mengarah ke Sungai Batang Timah di daerah tersebut menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadi pergerakan mengalir dengan pemicu guncangan yang sangat kuat, terlebih daerah tersebut dekat dengan sumber gempa dan hanya berjarak sekitar 17 kilometer, sehingga mengurai dan menghancurkan kekuatan tanah aslinya.
"Oleh karena itu terkait fenomena tanah bergerak yang terjadi di Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Pasaman perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan mekanisme tanah bergerak yang telah terjadi," kata Eko.
Adapun fenomena semburan lumpur panas, Eko menerangkan bahwa merujuk pada informasi dari sejumlah media, peristiwa tersebut terjadi di dekat mata air panas atau hanya berjarak sekitar 30 meter dari pemandian air panas.
Menurutnya, kondisi geologi di sekitar lokasi merupakan formasi (tak terbedakan, terutama lapisan batuan gunung api, tidak menunjukkan bekas pusat gunungapi (Tmv)) dan pada bagian atasnya merupakan endapan aluvium (Qh).
Pusat Vulkanologi Meteorologi dan Bencana Geologi (PVMBG) pun melakukan analisa terkait peristiwa tersebut. Kepala Badan Geologi PVMBG, Eko Budi Lelono mengatakan, fenomena likuefaksi berupa aliran yang dapat menyebabkan gerakan tanah/tanah bergerak dapat terjadi apabila beberapa persyaratan terpenuhi, yaitu kondisi litologi penyusun, morfologi, muka air tanah, dan gempa bumi sebagai pemicu terjadinya likuefaksi.
Baca juga: Bersifat Merusak, Ini Catatan Sejarah Gempa Bumi di Wilayah Sumatera Barat
Menurutnya, fenomena likuifaksi tipe aliran yang terjadi di daerah Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman itu dapat terjadi karena kondisi material tanah yang sangat jenuh air dan relatif dangkal pada dan material ini bersumber dari hasil litologi rombakan bagian hulunya (Qvta).
"Sifat material hasil rombakan ini kemungkinan bersifat non-plastis sampai sedikit plastis, kurang padu dan berada dalam kondisi jenuh air," jelas Eko dalam keterangan resminya, Sabtu (26/2/2022).
Selain itu, lanjut Eko, kemiringan lereng yang relatif landai mengarah ke Sungai Batang Timah di daerah tersebut menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan terjadi pergerakan mengalir dengan pemicu guncangan yang sangat kuat, terlebih daerah tersebut dekat dengan sumber gempa dan hanya berjarak sekitar 17 kilometer, sehingga mengurai dan menghancurkan kekuatan tanah aslinya.
"Oleh karena itu terkait fenomena tanah bergerak yang terjadi di Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Pasaman perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan mekanisme tanah bergerak yang telah terjadi," kata Eko.
Adapun fenomena semburan lumpur panas, Eko menerangkan bahwa merujuk pada informasi dari sejumlah media, peristiwa tersebut terjadi di dekat mata air panas atau hanya berjarak sekitar 30 meter dari pemandian air panas.
Menurutnya, kondisi geologi di sekitar lokasi merupakan formasi (tak terbedakan, terutama lapisan batuan gunung api, tidak menunjukkan bekas pusat gunungapi (Tmv)) dan pada bagian atasnya merupakan endapan aluvium (Qh).
tulis komentar anda