Banding, Kejati Jabar Ngotot Tuntut Herry Wirawan Hukuman Mati, Begini Alasannya
Selasa, 22 Februari 2022 - 13:03 WIB
BANDUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat ngotot menuntut hukuman mati terhadap terdakwa pemerkosaan belasan santriwati hingga hamil dan melahirkan, Herry Wirawan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jabar akan mengambil langkah banding atas vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung kepada predator seks itu.
"Kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," tegas Kepala Kejati (Kajati) Jabar, Asep N Mulyana di Bandung, Selasa (22/2/2022).
Alasan lainnya, lanjut Asep, pihaknya juga mempersoalkan hak asuh terhadap anak yang dilahirkan oleh para santriwati korban kebejatan Herry. Dia menilai, pengasuhan yang terbaik tetap dilakukan oleh keluarga.
"Kami serahkan dulu kepada orang tua kandung dari yang bersangkutan, tidak serta merta diserahkan begitu saja," katanya.
Pihaknya juga tetap menuntut pembubaran yayasan milik Herry. Pasalnya, yayasan tersebut dinilai menjadi alat untuk melakukan kejahatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 39 KUHP.
"Kalau tidak ada yayasan, tidak ada pondok pesantren, tidak mungkin orang tua menitipkan anaknya ke sana. Dan yang paling penting, ini termasuk dalam kategori corporate criminal atau dalam bahasa akademis disebut korporasi misdad, jadi sebuah badan hukum yang sejak awal dibuat untuk melakukan kejahatan," beber Asep.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jabar akan mengambil langkah banding atas vonis penjara seumur hidup yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung kepada predator seks itu.
"Kami tetap menganggap bahwa kejahatan yang dilakukan oleh Herry Wirawan itu sebagai kejahatan sangat serius, sehingga kami tetap konsisten bahwa tuntutan kami adalah tuntutan pidana mati," tegas Kepala Kejati (Kajati) Jabar, Asep N Mulyana di Bandung, Selasa (22/2/2022).
Alasan lainnya, lanjut Asep, pihaknya juga mempersoalkan hak asuh terhadap anak yang dilahirkan oleh para santriwati korban kebejatan Herry. Dia menilai, pengasuhan yang terbaik tetap dilakukan oleh keluarga.
"Kami serahkan dulu kepada orang tua kandung dari yang bersangkutan, tidak serta merta diserahkan begitu saja," katanya.
Pihaknya juga tetap menuntut pembubaran yayasan milik Herry. Pasalnya, yayasan tersebut dinilai menjadi alat untuk melakukan kejahatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 39 KUHP.
Baca Juga
"Kalau tidak ada yayasan, tidak ada pondok pesantren, tidak mungkin orang tua menitipkan anaknya ke sana. Dan yang paling penting, ini termasuk dalam kategori corporate criminal atau dalam bahasa akademis disebut korporasi misdad, jadi sebuah badan hukum yang sejak awal dibuat untuk melakukan kejahatan," beber Asep.
tulis komentar anda