Jampidum Ungkap Alasan Maling Ayam Tak Perlu Masuk Pengadilan
Sabtu, 19 Februari 2022 - 18:30 WIB
SEMARANG - Mencari keadilan di negeri ini masih menjadi pekerjaan besar yang tak kunjung tuntas. Dalam perkara kecil seperti pencurian ayam, ternyata mesti merogoh kocek cukup dalam, meski kasus itu ditangani aparat penegak hukum.
“Misalnya kasus pencurian ayam. Seorang korban pencurian ayam yang nilainya tidak seberapa, tapi korban itu begitu banyak merasakan kepedihan hingga proses pengadilan,” kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana, ketika menjadi narasumber Seminar Nasional Hukum Progresif Rekonstruksi Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya yang digelar secara daring, Jumat (18/2/2022).
“Dengan susah payah dia hadir (ke pengadilan). Berapa biaya yang dikeluarkan olehnya untuk mengharapkan keadilan. Padahal di sidang itu harus menunggu giliran di pengadilan negeri gara-gara perkara itu. Dia datang tepat waktu jam 8 pagi, tapi karena banyak perkara maka kasus pencurian ayam itu disidangkan belakangan. Itulah perjuangan mencari keadilan,” lugasnya.
“Setelah lama menunggu, ternyata terdakwa sudah menjual ayamnya dan uang itu habis. Akhirnya korban pulang dengan tangan hampa. Dia tidak bisa mengerti, mengapa setelah melapor kepada petugas tapi malah menyusahkannya. Untuk persidangan dia mengeluarkan biaya, di samping dia menunggu waktu yang pasti sangat berharga,” bebernya.
Selain itu, dia juga menyoroti Lembaga Pemasyarakatan (LP) sering penuh karena banyaknya kasus yang berujung di persidangan. Akibatnya, negara akan dibebani dengan penanganan kasus-kasus di pengadilan, termasuk ketika terdakwa dijebloskan ke penjara.
“Kenapa Lapas itu selalu penuh, itu karena semangat penegak hukum ini masih semangat memenjarakan,” tandasnya.
Menurutnya, perkara-perkara kecil lebih baik diselesaikan di luar pengadilan dengan jalan Restorative Justice. Terdapat payung hukum yang mengaturnya, yakni Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Misalnya kasus pencurian ayam. Seorang korban pencurian ayam yang nilainya tidak seberapa, tapi korban itu begitu banyak merasakan kepedihan hingga proses pengadilan,” kata Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana, ketika menjadi narasumber Seminar Nasional Hukum Progresif Rekonstruksi Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya yang digelar secara daring, Jumat (18/2/2022).
“Dengan susah payah dia hadir (ke pengadilan). Berapa biaya yang dikeluarkan olehnya untuk mengharapkan keadilan. Padahal di sidang itu harus menunggu giliran di pengadilan negeri gara-gara perkara itu. Dia datang tepat waktu jam 8 pagi, tapi karena banyak perkara maka kasus pencurian ayam itu disidangkan belakangan. Itulah perjuangan mencari keadilan,” lugasnya.
Baca Juga
“Setelah lama menunggu, ternyata terdakwa sudah menjual ayamnya dan uang itu habis. Akhirnya korban pulang dengan tangan hampa. Dia tidak bisa mengerti, mengapa setelah melapor kepada petugas tapi malah menyusahkannya. Untuk persidangan dia mengeluarkan biaya, di samping dia menunggu waktu yang pasti sangat berharga,” bebernya.
Selain itu, dia juga menyoroti Lembaga Pemasyarakatan (LP) sering penuh karena banyaknya kasus yang berujung di persidangan. Akibatnya, negara akan dibebani dengan penanganan kasus-kasus di pengadilan, termasuk ketika terdakwa dijebloskan ke penjara.
“Kenapa Lapas itu selalu penuh, itu karena semangat penegak hukum ini masih semangat memenjarakan,” tandasnya.
Menurutnya, perkara-perkara kecil lebih baik diselesaikan di luar pengadilan dengan jalan Restorative Justice. Terdapat payung hukum yang mengaturnya, yakni Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
tulis komentar anda