Perusakan Sesajen, Alissa Wahid: Memaksakan Ajaran Itu Pelanggaran Hak Beribadah

Senin, 17 Januari 2022 - 23:06 WIB
Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid menyatakan kasus perusakan sesajen mencoreng hak kebebasan beribadah dan berkeyakinan individu, serta melukai nilai keberagaman dan toleransi. Foto/Ist
SLEMAN - Aksi perusakan sesajen sedekah bumi milik warga di Gunung Semeru, Lumajang menjadi polemik dan viral setelah rekaman videonya beredar. Aksi perusakan ini menjadi bukti masih lemahnya kesadaran berbangsa dan beragama, yang berlindung di balik paham kebebasan berekspresi, beragama dan menyampaikan pendapat.

Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid angkat suara terhadap kasus perusakan sesajen yang mencoreng hak kebebasan beribadah dan berkeyakinan individu, serta melukai nilai keberagaman dan toleransi.



"Jadi bukan soal sesajen itu haram atau tidak. Kita bisa berbeda pendapat soal itu (sesajen), tapi yang jelas tidak boleh mengambil hak orang lain. Dan ketika ada orang memaksakan ajarannya kepada orang lain di negara ini, nah itu merupakan pelanggaran," ujar Alissa Wahid di Sleman, Senin (17/1/2022).



Perempuan yang baru saja terpilih menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU 2022-2027 ini melihat ada beberapa hal menarik yang ditemui pada insiden merusak sesajen itu. Di antaranya yaitu banyaknya kelompok yang mendukung aksi tidak beradab, intoleran dan bahkan hingga menjadi perdebatan di kalangan netizen.

"Kenapa banyak yang mendukung?Karena mereka menganggap sedang menjalankan perintah agama. Tapi dia juga lupa, bahwa menghormati hak orang lain itu termasuk perintah agama juga," kata perempuan yang pernah menempuh pendidikan psikologi di Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.

Demikian juga termasuk perintah untuk menaati peraturan, membangun kehidupan bersama yang baik dan membangun kemaslahatan umat, menurutnya adalah semata-mata juga bagian dari ajaran agama.

Baca juga: Penendang Sesajen Gunung Semeru, Hadfana Firdaus Ditetapkan Tersangka Penistaan Agama

Oleh karena itu, tidak etis jika ujaran atau perilaku yang demikian dianggap sebagai kebebasan berpendapat, berekspresi dan berpikir.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content