Laskar Inong Balee, Pasukan Janda Pejuang Aceh yang Ciutkan Nyali Tentara VOC
Kamis, 06 Januari 2022 - 05:50 WIB
Peranan pejuang perempuan bergelora ketika rakyat Aceh melawan Belanda pada abad IXX. Inong Balee yang merupakan janda prajurit perang Aceh menjadi ikon perlawanan perempuan.
Janda pejuang ini juga dinarasikan sebagai simbol kekuatan militer, politik dan kultural. Seperti yang terjadi pada abad XVI, simbol militer dan politik diwujudkan dalam aksi perlawanan dan diplomasi berhadapan dengan Portugis.
Baca juga: Kisah Cinta Putri Ong Tien dengan Sunan Gunung Jati
Salah satu tokoh yang menjadi representasi Inong Balee adalah Laksamana Keumalahayati. Dia menjadi salah seorang perempuan pejuang dari Kesultanan Aceh. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530–1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513–1530 M), yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.
Dalam buku "Laksamana Malahayati: Sang Perempuan Keumala" oleh Endang Moerdopo disebutkan, bahwa Malahayati menjadi Panglima Angkatan Perang kerajaan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Al Mukammil (1589-1604).
Ia mendapat kepercayaan menjadi orang nomor satu dalam militer dari Sultan karena keberhasilannya memimpin pasukan wanita, Inong Balee. Ia berasal dari keturunan sultan. Ayahnya, Mahmud Syah, seorang laksamana. Kakeknya dari garis ayah, juga seorang laksamana bernama Muhammad Said Syah putra Sultan Salahuddin Syah yang memerintah tahun 1530-1539.
Sultan Salahhuddin sendiri putera Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530), pendiri kerajaan Aceh Darussalam. Dilihat dari asal keturunannya, darah militer berasal dari kakeknya. Pembentukan pasukan wanita yang semuanya janda yang disebut armada Inong Bale itu merupakan ide Malahayati. Maksud dari pembentukan pasukan wanita tersebut adalah agar para janda tersebut dapat menuntut balas kematian suaminya.
Baca juga: Rakai Pikatan, Kisah Cinta Sejati Penguasa Mataram Kuno Pemersatu 2 Wangsa
Pasukan tersebut mempunyai benteng pertahanan. Sisa-sisa pangkalan Inong Balee masih ada di Teluk Kreung Raya. John Davis, seorang berkebangsaan Inggris, nahkoda di sebuah kapal Belanda yang mengunjungi Kerajaan Aceh pada masa Malahayati menjadi Laksamana, melaporkan, kerajaan Aceh pada masa itu mempunyai perlengkapan armada laut terdiri dari 100 buah kapal perang, diantaranya ada yang berkapasitas 400-500 penumpang.
Janda pejuang ini juga dinarasikan sebagai simbol kekuatan militer, politik dan kultural. Seperti yang terjadi pada abad XVI, simbol militer dan politik diwujudkan dalam aksi perlawanan dan diplomasi berhadapan dengan Portugis.
Baca juga: Kisah Cinta Putri Ong Tien dengan Sunan Gunung Jati
Salah satu tokoh yang menjadi representasi Inong Balee adalah Laksamana Keumalahayati. Dia menjadi salah seorang perempuan pejuang dari Kesultanan Aceh. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis ayahnya adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530–1539 M. Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513–1530 M), yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.
Dalam buku "Laksamana Malahayati: Sang Perempuan Keumala" oleh Endang Moerdopo disebutkan, bahwa Malahayati menjadi Panglima Angkatan Perang kerajaan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Al Mukammil (1589-1604).
Ia mendapat kepercayaan menjadi orang nomor satu dalam militer dari Sultan karena keberhasilannya memimpin pasukan wanita, Inong Balee. Ia berasal dari keturunan sultan. Ayahnya, Mahmud Syah, seorang laksamana. Kakeknya dari garis ayah, juga seorang laksamana bernama Muhammad Said Syah putra Sultan Salahuddin Syah yang memerintah tahun 1530-1539.
Sultan Salahhuddin sendiri putera Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530), pendiri kerajaan Aceh Darussalam. Dilihat dari asal keturunannya, darah militer berasal dari kakeknya. Pembentukan pasukan wanita yang semuanya janda yang disebut armada Inong Bale itu merupakan ide Malahayati. Maksud dari pembentukan pasukan wanita tersebut adalah agar para janda tersebut dapat menuntut balas kematian suaminya.
Baca juga: Rakai Pikatan, Kisah Cinta Sejati Penguasa Mataram Kuno Pemersatu 2 Wangsa
Pasukan tersebut mempunyai benteng pertahanan. Sisa-sisa pangkalan Inong Balee masih ada di Teluk Kreung Raya. John Davis, seorang berkebangsaan Inggris, nahkoda di sebuah kapal Belanda yang mengunjungi Kerajaan Aceh pada masa Malahayati menjadi Laksamana, melaporkan, kerajaan Aceh pada masa itu mempunyai perlengkapan armada laut terdiri dari 100 buah kapal perang, diantaranya ada yang berkapasitas 400-500 penumpang.
tulis komentar anda