Elektrifikasi PLN, Mendulang Emas di Kebun Naga

Rabu, 15 Desember 2021 - 08:03 WIB
Petugas PLN UP 3 Garut melakukan perawatan listrik di Kawasan Agrowisata Kebun Naga Poernama di Kampung Jambansari, Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.Foto/Arif Budianto
GARUT - Hujan rintik mengiringi kedatangan Triani bersama rombongan di Kawasan Agrowisata Kebun Naga Poernama pada Kamis (9/12/2021) siang. Cuaca sejuk disertai hembusan angin khas pegunungan memacu adrenalinnya agar segera sampai resto di puncak bukit.

15 menit lamanya Triani menyusuri jalan setapak. Menanjak pun tak dihiraukannya, terbayarkan oleh indahnya gugusan pohon naga di sepanjang jalan. Sesampainya di resto, duduk manis menunggu makanan datang yang telah di pesannya secara daring.

"Silakan, ini pesanannya, nasi goreng si drego," ucap seorang pelayan Resto Kebun Naga Poernama.

Baca juga: 3 Bocah Ini Ditelantarkan Kedua Orangtuanya, Sumringah Diajak Makan Siang Ridwan Kamil

Sepiring nasi goreng dengan tampilan tak biasa disuguhkan sang pelayan berbaju hitam. Di dalamnya terdapat satu porsi nasi berwarna ungu kemerah-merahan, telur mata sapi, dan beberapa potong tomat dan mentimun. Sekilas, warnanya cukup unik, berbeda dari nasi goreng kebanyakan yang cenderung putih atau kecoklatan.



Walaupun masih dibuat terheran-heran dengan tampilan warnanya, Triani tak kuasa membiarkan nasi goreng tersebut teronggok di atas meja. Dia memberanikan diri segera menyantap nasi goreng si drego yang dipatok harga Rp25.000 per porsi.

Suap pertama, Triani rasakan dengan perlahan, menelaah rasa dari indra pengecapnya. Sendok kedua dia rasakan ada kelezatan, perpaduan rasa asin, gurih, dan manis. Begitu seterusnya, hingga sendok terakhir. Nasi goreng pun habis disantap kurang dari 20 menit.

Itulah nasi goreng si drego, menu unik yang hanya ditemui di Kawasan Agrowisata Kebun Naga Poernama di Kampung Jambansari, Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Olahan makanan nasi goreng, dicampur buah naga organik.

"Saya termasuk yang tidak suka buah naga, tapi penasaran juga untuk mencoba. Ternyata cukup enak, recommended untuk dicoba," ucapnya.

Tak hanya nasi goreng, menu lainnya yang tak kalah menarik untuk dicicipi adalah minuman drego monster. Minuman ini memadukan olahan jus dan potongan buah naga dalam satu gelas, dilapisi krem dan susu. "Rasanya memang lebih manis dan alami, berbeda dengan rasa buah naga lainnya," kata salah seorang pengunjung lainnya, David.

Itulah beberapa menu olahan buah naga buatan juru masak Resto Kebun Naga Poernama. Buah dihasilkan sendiri, hasil budidaya menggunakan metode penyinaran. Metode khusus memanfaatkan lampu LED agar pohon naga berbuah lebih cepat.

"Buah naga di sini hasil memetik langsung dari pohon yang kami budidayakan sendiri. Kami olah menjadi berbagai menu makanan spesial seperti nasi goreng, minuman segar, dan aneka cemilan seperti keripik," kata Manajer Kebun Naga Poernama Milani Biru Apyenta.

Menu lainnya yang terbuat dari buah naga diantaranya minuman si drego koktail dan si drego jus. Dua minuman ini menjadi favorit dan paling banyak diburu konsumen. Tak hanya warga sekitar Garut, banyak wisatawan asal Bandung, Jakarta, dan berbagai daerah di Indonesia datang jauh-jauh untuk menikmati olahan makanan buah naga.

Destinasi wisata ini semakin menarik pada malam hari, di mana lebih dari 1.000 buah lampu LED menyala dengan terangnya di antara pohon buah naga. Bak lautan cahaya, itulah proses penyinaran agar pohon naga berbuah lebih cepat.

Dari kejauhan, bukit pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (MDPL) itu begitu indah dipandang mata. Sementara pengunjung yang datang ke lokasi, akan mendapati tempat swafoto menarik, antara merahnya buah naga dan ribuan lampu LED yang menyala dengan cerahnya.

"Selama ini kami mendapat suplai listrik dari PLN. Sehingga proses penyinaran tak ada kendala," ujar perempuan berkacamata bulat itu.



Produksi Melimpah

Menurut Milani, metode penyinaran pada pohon naga membuat produksi panen meningkat. Dalam satu bulan, setidaknya bisa panen buah naga hingga 3 ton. Padahal, jika menggunakan cara tradisional, masa panen biasanya hanya satu tahun sekali dengan hasil sekitar 1 ton untuk lahan 3,5 hektare.

"Ini berkat sistem penyinaran tanaman yang kami gunakan dalam budidaya buah naga. Mulai pukul 18.00, pohon naga kami sinari menggunakan lampu LED selama 12 jam selama 20 hari berturut-turut," jelas dia.

Jika singgah ke perkebunan tersebut, akan dijumpai lampu LED yang jumlahnya cukup banyak. Lampu tersusun dengan rapi, seolah-olah hanya sebagai hiasan belaka. Nyatanya, lampu LED ini memiliki fungsi vital untuk menggenjot produksi buah naga.

Di setiap tiang, terpasang Lampu LED dengan daya 8 hingga 10 watt. Satu lampu digunakan untuk menyinari dua hingga tiga pohon naga. Tak kurang dari 2.800 pohon naga ada di kawasan agrowisata yang letaknya berada di kaki Gunung Cikuray itu.

Menurut Milani, dibutuhkan daya listrik hingga 25.000 watt untuk menyinari ribuan pohon naga. Kendati begitu, dia meyakinkan bahwa tingginya konsumsi listrik sebanding dengan hasil yang dapat. "Dari sisi harga, buah naga kami lebih mahal. Selain organik juga rata-rata bobotnya di atas 500 gram. Untuk ukuran segitu, kandungan vitamin C-nya juga lebih banyak," terang dia.

Riset 1 Tahun

Agrowisata Kebun Naga Poernama mulai dirintis pada 2017 oleh tangan dingin pemiliknya Heri Poernama. Butuh waktu cukup lama hingga mendapatkan metode budidaya penyinaran agar mendapatkan buah yang melimpah dan cepat.

Menurut Milani, sistem penyinaran ini tidak tiba-tiba ada dan langsung diterapkan. Setidaknya butuh waktu lebih dari 1 tahun untuk melakukan riset. Saat itu, pengelola melakukan uji coba budidaya pohon naga dengan dua metode, yaitu metode penyinaran menggunakan lampu LED dan metode alami (tanpa lampu listrik).

Keduanya diamati selama berbulan-bulan dengan seksama. Dalam perjalanannya, sempat muncul kekhawatiran penggunaan lampu listrik akan merusak pohon naga atau bunga. Apalagi, untuk mendapatkan pohon naga yang siap berbuah, dibutuhkan waktu yang cukup lama.

"Khusus untuk membudidayakan pohon naga ini, kami mendatangkan petani dari Jember. Karena, merawat pohon naga perlu sentuhan khusus, tidak semua petani bisa. Apalagi biasanya pohon naga banyak dibudidayakan di daerah pesisir, sementara kami berada di daerah pegunungan yang suhunya relatif dingin" beber dia.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More