Elektrifikasi PLN, Mendulang Emas di Kebun Naga
loading...
A
A
A
GARUT - Hujan rintik mengiringi kedatangan Triani bersama rombongan di Kawasan Agrowisata Kebun Naga Poernama pada Kamis (9/12/2021) siang. Cuaca sejuk disertai hembusan angin khas pegunungan memacu adrenalinnya agar segera sampai resto di puncak bukit.
15 menit lamanya Triani menyusuri jalan setapak. Menanjak pun tak dihiraukannya, terbayarkan oleh indahnya gugusan pohon naga di sepanjang jalan. Sesampainya di resto, duduk manis menunggu makanan datang yang telah di pesannya secara daring.
"Silakan, ini pesanannya, nasi goreng si drego," ucap seorang pelayan Resto Kebun Naga Poernama.
Baca juga: 3 Bocah Ini Ditelantarkan Kedua Orangtuanya, Sumringah Diajak Makan Siang Ridwan Kamil
Sepiring nasi goreng dengan tampilan tak biasa disuguhkan sang pelayan berbaju hitam. Di dalamnya terdapat satu porsi nasi berwarna ungu kemerah-merahan, telur mata sapi, dan beberapa potong tomat dan mentimun. Sekilas, warnanya cukup unik, berbeda dari nasi goreng kebanyakan yang cenderung putih atau kecoklatan.
Walaupun masih dibuat terheran-heran dengan tampilan warnanya, Triani tak kuasa membiarkan nasi goreng tersebut teronggok di atas meja. Dia memberanikan diri segera menyantap nasi goreng si drego yang dipatok harga Rp25.000 per porsi.
Suap pertama, Triani rasakan dengan perlahan, menelaah rasa dari indra pengecapnya. Sendok kedua dia rasakan ada kelezatan, perpaduan rasa asin, gurih, dan manis. Begitu seterusnya, hingga sendok terakhir. Nasi goreng pun habis disantap kurang dari 20 menit.
Itulah nasi goreng si drego, menu unik yang hanya ditemui di Kawasan Agrowisata Kebun Naga Poernama di Kampung Jambansari, Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Olahan makanan nasi goreng, dicampur buah naga organik.
"Saya termasuk yang tidak suka buah naga, tapi penasaran juga untuk mencoba. Ternyata cukup enak, recommended untuk dicoba," ucapnya.
Tak hanya nasi goreng, menu lainnya yang tak kalah menarik untuk dicicipi adalah minuman drego monster. Minuman ini memadukan olahan jus dan potongan buah naga dalam satu gelas, dilapisi krem dan susu. "Rasanya memang lebih manis dan alami, berbeda dengan rasa buah naga lainnya," kata salah seorang pengunjung lainnya, David.
Itulah beberapa menu olahan buah naga buatan juru masak Resto Kebun Naga Poernama. Buah dihasilkan sendiri, hasil budidaya menggunakan metode penyinaran. Metode khusus memanfaatkan lampu LED agar pohon naga berbuah lebih cepat.
"Buah naga di sini hasil memetik langsung dari pohon yang kami budidayakan sendiri. Kami olah menjadi berbagai menu makanan spesial seperti nasi goreng, minuman segar, dan aneka cemilan seperti keripik," kata Manajer Kebun Naga Poernama Milani Biru Apyenta.
Menu lainnya yang terbuat dari buah naga diantaranya minuman si drego koktail dan si drego jus. Dua minuman ini menjadi favorit dan paling banyak diburu konsumen. Tak hanya warga sekitar Garut, banyak wisatawan asal Bandung, Jakarta, dan berbagai daerah di Indonesia datang jauh-jauh untuk menikmati olahan makanan buah naga.
Destinasi wisata ini semakin menarik pada malam hari, di mana lebih dari 1.000 buah lampu LED menyala dengan terangnya di antara pohon buah naga. Bak lautan cahaya, itulah proses penyinaran agar pohon naga berbuah lebih cepat.
Dari kejauhan, bukit pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (MDPL) itu begitu indah dipandang mata. Sementara pengunjung yang datang ke lokasi, akan mendapati tempat swafoto menarik, antara merahnya buah naga dan ribuan lampu LED yang menyala dengan cerahnya.
"Selama ini kami mendapat suplai listrik dari PLN. Sehingga proses penyinaran tak ada kendala," ujar perempuan berkacamata bulat itu.
Produksi Melimpah
Menurut Milani, metode penyinaran pada pohon naga membuat produksi panen meningkat. Dalam satu bulan, setidaknya bisa panen buah naga hingga 3 ton. Padahal, jika menggunakan cara tradisional, masa panen biasanya hanya satu tahun sekali dengan hasil sekitar 1 ton untuk lahan 3,5 hektare.
"Ini berkat sistem penyinaran tanaman yang kami gunakan dalam budidaya buah naga. Mulai pukul 18.00, pohon naga kami sinari menggunakan lampu LED selama 12 jam selama 20 hari berturut-turut," jelas dia.
Jika singgah ke perkebunan tersebut, akan dijumpai lampu LED yang jumlahnya cukup banyak. Lampu tersusun dengan rapi, seolah-olah hanya sebagai hiasan belaka. Nyatanya, lampu LED ini memiliki fungsi vital untuk menggenjot produksi buah naga.
Di setiap tiang, terpasang Lampu LED dengan daya 8 hingga 10 watt. Satu lampu digunakan untuk menyinari dua hingga tiga pohon naga. Tak kurang dari 2.800 pohon naga ada di kawasan agrowisata yang letaknya berada di kaki Gunung Cikuray itu.
Menurut Milani, dibutuhkan daya listrik hingga 25.000 watt untuk menyinari ribuan pohon naga. Kendati begitu, dia meyakinkan bahwa tingginya konsumsi listrik sebanding dengan hasil yang dapat. "Dari sisi harga, buah naga kami lebih mahal. Selain organik juga rata-rata bobotnya di atas 500 gram. Untuk ukuran segitu, kandungan vitamin C-nya juga lebih banyak," terang dia.
Riset 1 Tahun
Agrowisata Kebun Naga Poernama mulai dirintis pada 2017 oleh tangan dingin pemiliknya Heri Poernama. Butuh waktu cukup lama hingga mendapatkan metode budidaya penyinaran agar mendapatkan buah yang melimpah dan cepat.
Menurut Milani, sistem penyinaran ini tidak tiba-tiba ada dan langsung diterapkan. Setidaknya butuh waktu lebih dari 1 tahun untuk melakukan riset. Saat itu, pengelola melakukan uji coba budidaya pohon naga dengan dua metode, yaitu metode penyinaran menggunakan lampu LED dan metode alami (tanpa lampu listrik).
Keduanya diamati selama berbulan-bulan dengan seksama. Dalam perjalanannya, sempat muncul kekhawatiran penggunaan lampu listrik akan merusak pohon naga atau bunga. Apalagi, untuk mendapatkan pohon naga yang siap berbuah, dibutuhkan waktu yang cukup lama.
"Khusus untuk membudidayakan pohon naga ini, kami mendatangkan petani dari Jember. Karena, merawat pohon naga perlu sentuhan khusus, tidak semua petani bisa. Apalagi biasanya pohon naga banyak dibudidayakan di daerah pesisir, sementara kami berada di daerah pegunungan yang suhunya relatif dingin" beber dia.
Namun, kerja keras dan proses riset berbulan-bulan lamanya, akhirnya membuahkan hasil. Pohon naga yang dikembangkan dengan metode penyinaran lampu LED, berbuah lebih cepat dibandingkan pohon naga yang ditangani secara tradisional.
"Penggunaan sistem penyinaran ini juga tidak mengurangi kualitasnya, bahkan secara rasa lebih manis ketimbang buah naga yang dikembangkan secara tradisonal," ujarnya.
Beberapa pengunjung yang awalnya tidak menyukai buah naga, menjadi berani mencicipi dan memakannya.
Program Electrifying Agriculture
Kebun Naga Poernama tak sekadar sebuah kawasan wisata yang menyuguhkan suasana alam perdesaan, gunung, dan makanan sehat, tetapi juga wisata ilmu pengetahuan. Kebun Naga Poernama menjadi bukti pengembangan sektor pertanian berbasis modernisasi, melalui program electrifying agriculture yang digagas PT PLN (Persero).
Electrifying agriculture adalah program pemanfaatan energi listrik untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Program ini telah banyak diimplementasikan oleh PLN terhadap sektor peternakan, perikanan, pertanian, dan perkebunan.
Di Jawa Barat, program ini terbukti telah meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Salah satunya yaitu penyediaan listrik di Kebun Naga Poernama. Penggunaan listrik pada budidaya pohon naga telah mampu meningkatkan hasil panen hingga tiga kali lipat.
"Kami bersyukur, pasokan listrik ke perkebunan kami cukup memadai, sehingga tidak ada kendala pada proses penyinaran. Padahal tempat kami berada di daerah pegunungan yang notabene jauh dari pusat kota," imbuh Milina.
Menurut dia, sejak awal pengembangan agrowisata ini, pihaknya mendapat dukungan dari PLN, terutama dalam hal kesiapan jaringan dan suplai listrik. Kendati kebutuhan tenaga listik cukup besar, namun PLN UP 3 Garut mampu memenuhinya.
Menurut Manager PLN UP 3 Garut Nurhidayanto Nugroho, tidak ada kendala berarti pada instalasi jaringan listrik untuk menyuplai ke Agrowisata Perkebunan Naga Poernama. Secara jaringan dan pasokan listrik, pihaknya sangat siap.
Apalagi, penyediaan energi listrik bagi petani adalah komitmen PLN melalui program electrifying agriculture. Program ini terbukti mampu mendorong para petani beralih dari tata cara tradisional menjadi menggunakan alat atau mesin pertanian berbasis listrik. Pemanfaatan teknologi ini terbukti mampu mendongkrak produktivitas dan menekan biaya operasional.
Menurut dia, program semakin banyak dirasakan manfaatnya oleh para petani di Jawa Barat. Hal itu bisa dilihat dengan semakin banyak petani yang beralih memanfaatkan listrik untuk menunjang aktivitasnya.
Hingga Oktober 2021, tercatat ada 8.592 pelanggan di Jawa Barat telah bergabung pada program ini. PLN mencatat penambahan sekitar 13,81 persen menjadi 1.574 pelanggan dari bulan sebelumnya sebanyak 1.383 pelanggan.
Dari ribuan pelanggan yang menggunakan listrik sebagai penopang usahanya, mayoritas didominasi sektor peternakan sebanyak 59%, pertanian 20%, perikanan 16%, sementara perkebunan 5%. Pelanggan kategori electrifying agriculture, konsumsi tertinggi adalah sektor peternakan sebesar 30.414.767 kWh; pertanian 11.299.705 kWh; perikanan 8.857.658 kWh; dan perkebunan 638.711 kWh.
Dorong Ekonomi
Program electrifying agriculture yang digagas PLN telah memberi dampak ekonomi yang sangat signifikan bagi daerah sekitarnya. Banyak multiplier effect yang dirasakan warga atas kehadiran kawasan agrowisata.
Imbasnya, minat petani menggunakan energi listrik juga terus meningkat. Hal itu tampak pada terus bertambahnya petani yang beralih memanfaatkan listrik sebagai penunjang aktivitasnya.
Tercatat jumlah pelanggan electrifying agriculture di Garut mencapai 451 pelanggan. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. PLN mencatat tingkat konsumsi listrik juga terus meningkat hingga 1.321.182 kWh, hanya dari program electrifying agriculture.
"Kami PLN, mencoba berpartisipasi aktif mengembangkan ekonomi masyarakat melalui peningkatan produktivitas petani. Sehingga kesejahteraan para petani diharapkan akan semakin baik," kata Manager PLN Unit Pengendali (UP) 3 Garut Nurhidayanto Nugroho.
Multiplier effect program electrifying agriculture juga diakui pengelola Kebun Naga Poernama. Menurut Milani, sejak dibuka 2017 lalu, pihaknya telah menyerap belasan tenaga kerja. Khusus untuk petani, Kebun Naga Poernama mendatangkan tenaga kerja dari Jember, Jawa Timur. Sementara tenaga kerja lainnya untuk mengelola resto dan wisata, memaksimalkan warga sekitar.
"Sejak 2020 lalu, tepatnya saat kami mulai membuka resto dan destinasi wisata, pekerja yang terlibat di perkebunan ini bertambah. Awalnya hanya dikelola oleh belasan orang, sekarang menjadi 22 orang. Mayoritas pekerja adalah warga sekitar Garut," kata dia.
Tak hanya membuka lapangan kerja, program electrifying agriculture juga berdampak terhadap produktivitas hasil panen. Pengahasikan dari buah naga cukup menjanjikan dengan volume produksi 3 ton per bulan. Buah yang dihasilkan pun mayoritas kualitas premium (grade A).
"Dari hasil panen 3 ton per bulan, 1,5 ton adalah buah naga putih yang dijual seharga Rp45.000 per kilogram. Sedangkan sisanya buah naga merah dengan 80 persen kualitas grade A atau biasa dijual sekitar Rp25.000 per kilogramnya," kata Milani.
Soal pemasaran, pihaknya mengaku tidak ada kesulitan. Beberapa konsumen adalah pelanggan tetap seperti ritel. Milani berharap, hadirnya Kebun Naga Poernama bisa memberi inspirasi bagi warga Garut dalam mengembangkan sektor pertanian berbasis listrik.
Pohon naga yang selama ini dianggap hanya bisa dibudidayakan di daerah pesisir, ternyata mampu menghasilkan nilai ekonomi tinggi, walaupun dikembangkan di daerah pegunungan bersuhu dingin.
Upaya PLN mendorong ekonomi daerah tak lepas dari upaya Pemerintah Kabupaten Garut dalam meningkatkan ekonomi warganya. Salah satu potensi ekonomi yang terus digenjot adalah agrowisata. Pengembangan agrowisata sejalan dengan banyaknya lahan pertanian, perkebunan, dan peternakan di kawasan ini.
Setidaknya ada empat kawasan agrowisata yang telah dikembangkan di Garut, yaitu wisata petik jeruk di Kecamatan Cikajang, wisata tanaman hias di Kecamatan Cigedug, agrowisata perbenihan kentang di Kecamatan Cisurupan, dan agrowisata buah naga di Kecamatan Bayongbong.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam Investment Summit Forum menekankan investasi di kawasan Jabar selatan termasuk Garut yang didasarkan pada kearifan lokal. Seperti investasi pengembangan kawasan pertanian dan industri kreatif.
Menurut dia, ada alokasi investasi hingga Rp400 triliun untuk pengembangan Jabar selatan dan utara. Salah satu implementasi investasi yaitu pada sektor infrastruktur jalan, yang diharapkan dapat meningkatkan konektivitas antar daerah. Kemudahan akses jalan akan meningkatkan kunjungan wisata.
15 menit lamanya Triani menyusuri jalan setapak. Menanjak pun tak dihiraukannya, terbayarkan oleh indahnya gugusan pohon naga di sepanjang jalan. Sesampainya di resto, duduk manis menunggu makanan datang yang telah di pesannya secara daring.
"Silakan, ini pesanannya, nasi goreng si drego," ucap seorang pelayan Resto Kebun Naga Poernama.
Baca juga: 3 Bocah Ini Ditelantarkan Kedua Orangtuanya, Sumringah Diajak Makan Siang Ridwan Kamil
Sepiring nasi goreng dengan tampilan tak biasa disuguhkan sang pelayan berbaju hitam. Di dalamnya terdapat satu porsi nasi berwarna ungu kemerah-merahan, telur mata sapi, dan beberapa potong tomat dan mentimun. Sekilas, warnanya cukup unik, berbeda dari nasi goreng kebanyakan yang cenderung putih atau kecoklatan.
Walaupun masih dibuat terheran-heran dengan tampilan warnanya, Triani tak kuasa membiarkan nasi goreng tersebut teronggok di atas meja. Dia memberanikan diri segera menyantap nasi goreng si drego yang dipatok harga Rp25.000 per porsi.
Suap pertama, Triani rasakan dengan perlahan, menelaah rasa dari indra pengecapnya. Sendok kedua dia rasakan ada kelezatan, perpaduan rasa asin, gurih, dan manis. Begitu seterusnya, hingga sendok terakhir. Nasi goreng pun habis disantap kurang dari 20 menit.
Itulah nasi goreng si drego, menu unik yang hanya ditemui di Kawasan Agrowisata Kebun Naga Poernama di Kampung Jambansari, Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Olahan makanan nasi goreng, dicampur buah naga organik.
"Saya termasuk yang tidak suka buah naga, tapi penasaran juga untuk mencoba. Ternyata cukup enak, recommended untuk dicoba," ucapnya.
Tak hanya nasi goreng, menu lainnya yang tak kalah menarik untuk dicicipi adalah minuman drego monster. Minuman ini memadukan olahan jus dan potongan buah naga dalam satu gelas, dilapisi krem dan susu. "Rasanya memang lebih manis dan alami, berbeda dengan rasa buah naga lainnya," kata salah seorang pengunjung lainnya, David.
Itulah beberapa menu olahan buah naga buatan juru masak Resto Kebun Naga Poernama. Buah dihasilkan sendiri, hasil budidaya menggunakan metode penyinaran. Metode khusus memanfaatkan lampu LED agar pohon naga berbuah lebih cepat.
"Buah naga di sini hasil memetik langsung dari pohon yang kami budidayakan sendiri. Kami olah menjadi berbagai menu makanan spesial seperti nasi goreng, minuman segar, dan aneka cemilan seperti keripik," kata Manajer Kebun Naga Poernama Milani Biru Apyenta.
Menu lainnya yang terbuat dari buah naga diantaranya minuman si drego koktail dan si drego jus. Dua minuman ini menjadi favorit dan paling banyak diburu konsumen. Tak hanya warga sekitar Garut, banyak wisatawan asal Bandung, Jakarta, dan berbagai daerah di Indonesia datang jauh-jauh untuk menikmati olahan makanan buah naga.
Destinasi wisata ini semakin menarik pada malam hari, di mana lebih dari 1.000 buah lampu LED menyala dengan terangnya di antara pohon buah naga. Bak lautan cahaya, itulah proses penyinaran agar pohon naga berbuah lebih cepat.
Dari kejauhan, bukit pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (MDPL) itu begitu indah dipandang mata. Sementara pengunjung yang datang ke lokasi, akan mendapati tempat swafoto menarik, antara merahnya buah naga dan ribuan lampu LED yang menyala dengan cerahnya.
"Selama ini kami mendapat suplai listrik dari PLN. Sehingga proses penyinaran tak ada kendala," ujar perempuan berkacamata bulat itu.
Produksi Melimpah
Menurut Milani, metode penyinaran pada pohon naga membuat produksi panen meningkat. Dalam satu bulan, setidaknya bisa panen buah naga hingga 3 ton. Padahal, jika menggunakan cara tradisional, masa panen biasanya hanya satu tahun sekali dengan hasil sekitar 1 ton untuk lahan 3,5 hektare.
"Ini berkat sistem penyinaran tanaman yang kami gunakan dalam budidaya buah naga. Mulai pukul 18.00, pohon naga kami sinari menggunakan lampu LED selama 12 jam selama 20 hari berturut-turut," jelas dia.
Jika singgah ke perkebunan tersebut, akan dijumpai lampu LED yang jumlahnya cukup banyak. Lampu tersusun dengan rapi, seolah-olah hanya sebagai hiasan belaka. Nyatanya, lampu LED ini memiliki fungsi vital untuk menggenjot produksi buah naga.
Di setiap tiang, terpasang Lampu LED dengan daya 8 hingga 10 watt. Satu lampu digunakan untuk menyinari dua hingga tiga pohon naga. Tak kurang dari 2.800 pohon naga ada di kawasan agrowisata yang letaknya berada di kaki Gunung Cikuray itu.
Menurut Milani, dibutuhkan daya listrik hingga 25.000 watt untuk menyinari ribuan pohon naga. Kendati begitu, dia meyakinkan bahwa tingginya konsumsi listrik sebanding dengan hasil yang dapat. "Dari sisi harga, buah naga kami lebih mahal. Selain organik juga rata-rata bobotnya di atas 500 gram. Untuk ukuran segitu, kandungan vitamin C-nya juga lebih banyak," terang dia.
Riset 1 Tahun
Agrowisata Kebun Naga Poernama mulai dirintis pada 2017 oleh tangan dingin pemiliknya Heri Poernama. Butuh waktu cukup lama hingga mendapatkan metode budidaya penyinaran agar mendapatkan buah yang melimpah dan cepat.
Menurut Milani, sistem penyinaran ini tidak tiba-tiba ada dan langsung diterapkan. Setidaknya butuh waktu lebih dari 1 tahun untuk melakukan riset. Saat itu, pengelola melakukan uji coba budidaya pohon naga dengan dua metode, yaitu metode penyinaran menggunakan lampu LED dan metode alami (tanpa lampu listrik).
Keduanya diamati selama berbulan-bulan dengan seksama. Dalam perjalanannya, sempat muncul kekhawatiran penggunaan lampu listrik akan merusak pohon naga atau bunga. Apalagi, untuk mendapatkan pohon naga yang siap berbuah, dibutuhkan waktu yang cukup lama.
"Khusus untuk membudidayakan pohon naga ini, kami mendatangkan petani dari Jember. Karena, merawat pohon naga perlu sentuhan khusus, tidak semua petani bisa. Apalagi biasanya pohon naga banyak dibudidayakan di daerah pesisir, sementara kami berada di daerah pegunungan yang suhunya relatif dingin" beber dia.
Namun, kerja keras dan proses riset berbulan-bulan lamanya, akhirnya membuahkan hasil. Pohon naga yang dikembangkan dengan metode penyinaran lampu LED, berbuah lebih cepat dibandingkan pohon naga yang ditangani secara tradisional.
"Penggunaan sistem penyinaran ini juga tidak mengurangi kualitasnya, bahkan secara rasa lebih manis ketimbang buah naga yang dikembangkan secara tradisonal," ujarnya.
Beberapa pengunjung yang awalnya tidak menyukai buah naga, menjadi berani mencicipi dan memakannya.
Program Electrifying Agriculture
Kebun Naga Poernama tak sekadar sebuah kawasan wisata yang menyuguhkan suasana alam perdesaan, gunung, dan makanan sehat, tetapi juga wisata ilmu pengetahuan. Kebun Naga Poernama menjadi bukti pengembangan sektor pertanian berbasis modernisasi, melalui program electrifying agriculture yang digagas PT PLN (Persero).
Electrifying agriculture adalah program pemanfaatan energi listrik untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Program ini telah banyak diimplementasikan oleh PLN terhadap sektor peternakan, perikanan, pertanian, dan perkebunan.
Di Jawa Barat, program ini terbukti telah meningkatkan produktivitas sektor pertanian. Salah satunya yaitu penyediaan listrik di Kebun Naga Poernama. Penggunaan listrik pada budidaya pohon naga telah mampu meningkatkan hasil panen hingga tiga kali lipat.
"Kami bersyukur, pasokan listrik ke perkebunan kami cukup memadai, sehingga tidak ada kendala pada proses penyinaran. Padahal tempat kami berada di daerah pegunungan yang notabene jauh dari pusat kota," imbuh Milina.
Menurut dia, sejak awal pengembangan agrowisata ini, pihaknya mendapat dukungan dari PLN, terutama dalam hal kesiapan jaringan dan suplai listrik. Kendati kebutuhan tenaga listik cukup besar, namun PLN UP 3 Garut mampu memenuhinya.
Menurut Manager PLN UP 3 Garut Nurhidayanto Nugroho, tidak ada kendala berarti pada instalasi jaringan listrik untuk menyuplai ke Agrowisata Perkebunan Naga Poernama. Secara jaringan dan pasokan listrik, pihaknya sangat siap.
Apalagi, penyediaan energi listrik bagi petani adalah komitmen PLN melalui program electrifying agriculture. Program ini terbukti mampu mendorong para petani beralih dari tata cara tradisional menjadi menggunakan alat atau mesin pertanian berbasis listrik. Pemanfaatan teknologi ini terbukti mampu mendongkrak produktivitas dan menekan biaya operasional.
Menurut dia, program semakin banyak dirasakan manfaatnya oleh para petani di Jawa Barat. Hal itu bisa dilihat dengan semakin banyak petani yang beralih memanfaatkan listrik untuk menunjang aktivitasnya.
Hingga Oktober 2021, tercatat ada 8.592 pelanggan di Jawa Barat telah bergabung pada program ini. PLN mencatat penambahan sekitar 13,81 persen menjadi 1.574 pelanggan dari bulan sebelumnya sebanyak 1.383 pelanggan.
Dari ribuan pelanggan yang menggunakan listrik sebagai penopang usahanya, mayoritas didominasi sektor peternakan sebanyak 59%, pertanian 20%, perikanan 16%, sementara perkebunan 5%. Pelanggan kategori electrifying agriculture, konsumsi tertinggi adalah sektor peternakan sebesar 30.414.767 kWh; pertanian 11.299.705 kWh; perikanan 8.857.658 kWh; dan perkebunan 638.711 kWh.
Dorong Ekonomi
Program electrifying agriculture yang digagas PLN telah memberi dampak ekonomi yang sangat signifikan bagi daerah sekitarnya. Banyak multiplier effect yang dirasakan warga atas kehadiran kawasan agrowisata.
Imbasnya, minat petani menggunakan energi listrik juga terus meningkat. Hal itu tampak pada terus bertambahnya petani yang beralih memanfaatkan listrik sebagai penunjang aktivitasnya.
Tercatat jumlah pelanggan electrifying agriculture di Garut mencapai 451 pelanggan. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. PLN mencatat tingkat konsumsi listrik juga terus meningkat hingga 1.321.182 kWh, hanya dari program electrifying agriculture.
"Kami PLN, mencoba berpartisipasi aktif mengembangkan ekonomi masyarakat melalui peningkatan produktivitas petani. Sehingga kesejahteraan para petani diharapkan akan semakin baik," kata Manager PLN Unit Pengendali (UP) 3 Garut Nurhidayanto Nugroho.
Multiplier effect program electrifying agriculture juga diakui pengelola Kebun Naga Poernama. Menurut Milani, sejak dibuka 2017 lalu, pihaknya telah menyerap belasan tenaga kerja. Khusus untuk petani, Kebun Naga Poernama mendatangkan tenaga kerja dari Jember, Jawa Timur. Sementara tenaga kerja lainnya untuk mengelola resto dan wisata, memaksimalkan warga sekitar.
"Sejak 2020 lalu, tepatnya saat kami mulai membuka resto dan destinasi wisata, pekerja yang terlibat di perkebunan ini bertambah. Awalnya hanya dikelola oleh belasan orang, sekarang menjadi 22 orang. Mayoritas pekerja adalah warga sekitar Garut," kata dia.
Tak hanya membuka lapangan kerja, program electrifying agriculture juga berdampak terhadap produktivitas hasil panen. Pengahasikan dari buah naga cukup menjanjikan dengan volume produksi 3 ton per bulan. Buah yang dihasilkan pun mayoritas kualitas premium (grade A).
"Dari hasil panen 3 ton per bulan, 1,5 ton adalah buah naga putih yang dijual seharga Rp45.000 per kilogram. Sedangkan sisanya buah naga merah dengan 80 persen kualitas grade A atau biasa dijual sekitar Rp25.000 per kilogramnya," kata Milani.
Soal pemasaran, pihaknya mengaku tidak ada kesulitan. Beberapa konsumen adalah pelanggan tetap seperti ritel. Milani berharap, hadirnya Kebun Naga Poernama bisa memberi inspirasi bagi warga Garut dalam mengembangkan sektor pertanian berbasis listrik.
Pohon naga yang selama ini dianggap hanya bisa dibudidayakan di daerah pesisir, ternyata mampu menghasilkan nilai ekonomi tinggi, walaupun dikembangkan di daerah pegunungan bersuhu dingin.
Upaya PLN mendorong ekonomi daerah tak lepas dari upaya Pemerintah Kabupaten Garut dalam meningkatkan ekonomi warganya. Salah satu potensi ekonomi yang terus digenjot adalah agrowisata. Pengembangan agrowisata sejalan dengan banyaknya lahan pertanian, perkebunan, dan peternakan di kawasan ini.
Setidaknya ada empat kawasan agrowisata yang telah dikembangkan di Garut, yaitu wisata petik jeruk di Kecamatan Cikajang, wisata tanaman hias di Kecamatan Cigedug, agrowisata perbenihan kentang di Kecamatan Cisurupan, dan agrowisata buah naga di Kecamatan Bayongbong.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam Investment Summit Forum menekankan investasi di kawasan Jabar selatan termasuk Garut yang didasarkan pada kearifan lokal. Seperti investasi pengembangan kawasan pertanian dan industri kreatif.
Menurut dia, ada alokasi investasi hingga Rp400 triliun untuk pengembangan Jabar selatan dan utara. Salah satu implementasi investasi yaitu pada sektor infrastruktur jalan, yang diharapkan dapat meningkatkan konektivitas antar daerah. Kemudahan akses jalan akan meningkatkan kunjungan wisata.
(msd)