Pawon Rabi'ah dan Impian Besar Bersama Ikan Asap
Minggu, 31 Oktober 2021 - 08:20 WIB
Ada 6.198 anak-anak di Jawa Timur yang harus rela kehilangan kedua orang tuanya karena COVID-19. Kehidupan harus terus berjalan, meskipun jalur kasih sayang itu berkurang. Impian mereka harus tetap dikejar untuk membungkus masa depan dan menyimpan erat kenangan.
Rabi'ah (62), begitu memahami bagaimana terpukulnya Asfi (10), ketika bapaknya meninggal karena COVID-19. Setiap pagi, cucunya itu memang suka untuk diajak naik motor keliling kampung sebelum bapaknya berjualan ikan asap di Jalan Porong, Sidoarjo.
Asfi lebih banyak termenung. Mulutnya kerap terkunci, berbeda dengan kepribadiannya sebelumnya yang selalu ceria. Ia kini lebih banyak menghabiskan waktu bersama Rabi'ah. Apalagi sejak ibunya mengantikan tugas bapaknya untuk berjualan ikan asap di Jalan Porong yang jaraknya sekitar 8 km dari rumahnya di Desa Penatarsewu, Tanggulangan, Sidoarjo.
Pukul 03.00 WIB, Rabi'ah sudah terbangun. Lampu neon 5 watt yang memancarkan warna kuning dinyalakan. Cahayanya yang redup, cukup untuk menyingkirkan gulita dalam pekat sebelum fajar benar-benar datang. Aroma pekat sisa asap masih menempel di dinding-dinding rumah.
Saat adzan Subuh berkumandang, Rabi'ah sudah mengambil air wudhu dari pancuran kecil di ujung pintu. Sebuah dampar dari kayu jati yang sudah usang dan mengelupas diletakan dekat pintu yang terhubung ke jalan kecil di samping rumahnya. Pintu itu langsung dibuka untuk memberikan kesempatan angin pagi yang sejuk masuk ke dalam pawon miliknya yang hanya berukuran 6x4 meter.
Ikan-ikan yang mau diasapi sudah dibersihkan sejak semalam. Semua kiriman dari nelayan di daerah Tanggulangin sudah datang ke rumahnya. Ia tinggal menata kayu untuk pengikat pada badan ikan sebelum dimasukan tungku.
Satu per satu ikan dijejar rapi dalam tempeh persegi yang terbuat dari bilah bambu. Sekaligus meniriskan air yang masih melekat di kulit ikan. "Tinggal memasukan saja nanti secara bersamaan. Sekali masuk ke tungku bisa sampai 200-500 ekor ikan," kata Rabi'ah.
Rabi'ah (62), begitu memahami bagaimana terpukulnya Asfi (10), ketika bapaknya meninggal karena COVID-19. Setiap pagi, cucunya itu memang suka untuk diajak naik motor keliling kampung sebelum bapaknya berjualan ikan asap di Jalan Porong, Sidoarjo.
Asfi lebih banyak termenung. Mulutnya kerap terkunci, berbeda dengan kepribadiannya sebelumnya yang selalu ceria. Ia kini lebih banyak menghabiskan waktu bersama Rabi'ah. Apalagi sejak ibunya mengantikan tugas bapaknya untuk berjualan ikan asap di Jalan Porong yang jaraknya sekitar 8 km dari rumahnya di Desa Penatarsewu, Tanggulangan, Sidoarjo.
Pukul 03.00 WIB, Rabi'ah sudah terbangun. Lampu neon 5 watt yang memancarkan warna kuning dinyalakan. Cahayanya yang redup, cukup untuk menyingkirkan gulita dalam pekat sebelum fajar benar-benar datang. Aroma pekat sisa asap masih menempel di dinding-dinding rumah.
Saat adzan Subuh berkumandang, Rabi'ah sudah mengambil air wudhu dari pancuran kecil di ujung pintu. Sebuah dampar dari kayu jati yang sudah usang dan mengelupas diletakan dekat pintu yang terhubung ke jalan kecil di samping rumahnya. Pintu itu langsung dibuka untuk memberikan kesempatan angin pagi yang sejuk masuk ke dalam pawon miliknya yang hanya berukuran 6x4 meter.
Ikan-ikan yang mau diasapi sudah dibersihkan sejak semalam. Semua kiriman dari nelayan di daerah Tanggulangin sudah datang ke rumahnya. Ia tinggal menata kayu untuk pengikat pada badan ikan sebelum dimasukan tungku.
Satu per satu ikan dijejar rapi dalam tempeh persegi yang terbuat dari bilah bambu. Sekaligus meniriskan air yang masih melekat di kulit ikan. "Tinggal memasukan saja nanti secara bersamaan. Sekali masuk ke tungku bisa sampai 200-500 ekor ikan," kata Rabi'ah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda