Siasat Jitu Sultan Agung Mataram Taklukkan Surabaya dan Hancurkan Pemberontakan Pati
Senin, 18 Oktober 2021 - 05:15 WIB
Penguasaan terhadap Surabaya dimulai dengan melakukan pengepungan besar-besaran terhadap wilayah sekitarnya. Ini biasa dilakukan saat musim panen. Sedang saat musim hujan, pasukan Mataram kembali pulang.
Dengan cara ini, wilayah kekuasaan Surabaya semakin lama bertambah kecil, hingga tinggal kotanya saja. Puncak dari serangan itu adalah menutup saluran air yang menjadi permasalahan Surabaya hingga abad ke-19.
Dalam laporan yang disampaikan kepada Belanda, pada 27 Oktober 1625, diberitakan bahwa Surabaya menyerah kepada Mataram tanpa perlawanan, karena berkurangnya rakyat dan kelaparan. Surabaya pun jatuh ke tangan Mataram.
Di tengah ekspansi Surabaya, Pati bergejolak dan melakukan pemberontakan. Daerah Pati, termasuk wilayah basis kekuatan bagi Mataram, dan Kadipaten yang paling kuat, karena satu-satunya wilayah yang belum terkalahkan.
Baca: Raja Mangkunegaran Mangkat, Dimakamkan Hari Minggu dengan Adat Mataram
Akhir dari hubungan Mataram-Pati, adalah dengan meletusnya Perang Pati. Penyerangan Pati ke Jepara karena sebuah konflik. Namun, oleh Patih Endranata, Pati dilaporkan akan memberontak dari Mataram.
Akibatnya, Sultan Agung memutuskan untuk menyerbu Pati dari tiga penjuru, yaitu Timur, Selatan dan Barat. Ratusan ribu prajurit Mataram dikerahkan untuk menghancurkan Pati. Sebagai Senapati, Mataram menunjuk Tumenggung Alap-Alap.
Pasukan dari arah Timur, yang dipimpin Adipati Martoloyo membawai pasukan Mancanegara, dan bermukim di Pekuwon Juwana bagian timur. Pasukan Mataram dari arah selatan dipimpin Pangeran Madura.
Pangeran Madura memegang prajurit di wilayah Kedu, Begalan dan Pamijen. Pasukan ini mendirikan tenda-tenda perkemahan di kaki Gunung Kendeng sekitar daerah Cengkalsewu sebelah selatan Pati.
Baca: Trah Mataram Islam Kraton Kasunanan Gelar Malam Selikuran, Begini Suasananya
Dengan cara ini, wilayah kekuasaan Surabaya semakin lama bertambah kecil, hingga tinggal kotanya saja. Puncak dari serangan itu adalah menutup saluran air yang menjadi permasalahan Surabaya hingga abad ke-19.
Dalam laporan yang disampaikan kepada Belanda, pada 27 Oktober 1625, diberitakan bahwa Surabaya menyerah kepada Mataram tanpa perlawanan, karena berkurangnya rakyat dan kelaparan. Surabaya pun jatuh ke tangan Mataram.
Di tengah ekspansi Surabaya, Pati bergejolak dan melakukan pemberontakan. Daerah Pati, termasuk wilayah basis kekuatan bagi Mataram, dan Kadipaten yang paling kuat, karena satu-satunya wilayah yang belum terkalahkan.
Baca: Raja Mangkunegaran Mangkat, Dimakamkan Hari Minggu dengan Adat Mataram
Akhir dari hubungan Mataram-Pati, adalah dengan meletusnya Perang Pati. Penyerangan Pati ke Jepara karena sebuah konflik. Namun, oleh Patih Endranata, Pati dilaporkan akan memberontak dari Mataram.
Akibatnya, Sultan Agung memutuskan untuk menyerbu Pati dari tiga penjuru, yaitu Timur, Selatan dan Barat. Ratusan ribu prajurit Mataram dikerahkan untuk menghancurkan Pati. Sebagai Senapati, Mataram menunjuk Tumenggung Alap-Alap.
Pasukan dari arah Timur, yang dipimpin Adipati Martoloyo membawai pasukan Mancanegara, dan bermukim di Pekuwon Juwana bagian timur. Pasukan Mataram dari arah selatan dipimpin Pangeran Madura.
Pangeran Madura memegang prajurit di wilayah Kedu, Begalan dan Pamijen. Pasukan ini mendirikan tenda-tenda perkemahan di kaki Gunung Kendeng sekitar daerah Cengkalsewu sebelah selatan Pati.
Baca: Trah Mataram Islam Kraton Kasunanan Gelar Malam Selikuran, Begini Suasananya
tulis komentar anda