Kasus Pembelian Biji Timah Kadar Rendah Naik ke Tingkat Penyidikan

Rabu, 03 Juni 2020 - 13:24 WIB
Kasus dugaan pembelian biji timah kadar rendah naik tingkat ke tahap penyidikan. Kejati Babel saat ini sedang berupaya mengungkap dua kasus. Ilustrasi/SINDOnews
BANGKA - Kasus dugaan pembelian biji timah kadar rendah naik tingkat ke tahap penyidikan. Kasi Pidsus Kejati Bangka Belitung (Babel), Eddi Ermawan mengatakan, saat ini pihaknya sedang berupaya mengungkap dua kasus.

"Pidsus telah melakukan penyelidikan ada dua kasus. Pertama kasus pembelian biji timah yang tidak sesuai dengan ketentuan. Lalu yang kedua mengenai penyimpangan terhadap fasilitas kredit," kata Eddi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (3/6/2020).

Kedua kasus tersebut saat ini telah masuk ke tahap penyidikan dan secepatnya bakal dilakukan pemanggilan saksi. "Dua kasus ini sudah kami lakukan puldata pulbaket permintaan keterangan. Pada 29 Mei 2020 dua penyelidikan ini sudah kita tingkatkan ke penyidikan,” urainya. (Baca juga: Rektor UBB: Ketergantungan Masyarakat Babel terhadap Timah Sangat Tinggi )



Dalam rangka mengungap perkara korupsi ini, Kejati Babel juga telah membuat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik). Rencananya pekan depan sudah mulai pemeriksaan saksi-saksi. “Jadi bukan lagi dimintai keterangan, tapi dimintai saksi," tegas Edi.

Mengenai informasi beberapa karyawan PT Timah telah menjalani pemeriksaan, Eddi mengatakan hal tersebut kapasitasnya bukan sebagai saksi. "Jadi kemarin itu penyelidikan tidak ada yang namanya saksi. Di dalam penyelidikan itu adalah puldata pulbaket dan permintaan keterangan. Baru nanti ditingkatkan ke penyidik, baru statusnya berubah jadi saksi," ungkapnya.

Perkara dugaan korupsi ini sebelumnya pernah disoroti Jaringan Relawan Anti Korupsi 98 (Jarsi '98). Bahkan massa Jarsi '98 sempat menggelar demo di depan gedung Kementerian BUMN, Selasa (12/3/2020) di Jakarta.

Dalam surat pernyataan sikap, Ketua Umum Jarsi ‘98, Tajuddin Kabbah mengatakan pembelian biji timah kadar rendah atau yang biasa disebut terak itu merupakan sisa hasil produksi (SHP). Kualitas tak sesuai spesifikasi lantaran biji timah yang dibeli mengandung terak. "Kami menduga dalam kasus ini telah terjadi penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara milyaran rupiah," tegasnya.
(poe)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content