Julianti, Aktivis Muslimat NU yang Menyerahkan Diri Berjibaku Tangani Jenazah COVID-19
Senin, 26 Juli 2021 - 02:57 WIB
Sebagai relawan pemulasaran yang direkrut Pemkab Gresik, Juliati punya beberapa tugas. Antara lain, mengambil jenazah dari ruangan, membersihkan najis-najis yang dikeluarkan jenazah, dari semua lubang tubuh. Kemudian memandikan jenazah , mendisinfektan, mengkafani hingga memasukkan ke dalam peti.
Tentu ibu tiga anak itu sangatlah mahir dalam melakukannya. Sebab sebelumnya, Juliati memang sudah terbiasa merawat jenazah di kampungnya. Bahkan dengan alat pelindung diri (APD) seadanya. Hal itu tak membuat dirinya takut, sebab menurutnya merawat jenazah diyakini menambah amalan ibadah.
"Di awal pandemi saya juga sering merawat jenazah di kampung dengan APD seadanya, karena kondisinya masih belum seperti ini. Tapi gelombang kedua ini, saya mulai khawatir, karena saat itu saya merawat jenazah pasien COVID-19. Teman saya yang belum vaksin jelang tiga hari kemudian sakit dan positif. Saya Alhamdulillah negatif," kenanganya.
Karena kejadian itu, suami dan anak-anaknya sempat khawatir. Mereka melarang Juliati beraktivitas merawat jenazah lagi. Keluarga tidak ingin, Juliati terkena imbas dari penyakit menular itu. Mendapati larangan itu dalam dirinya bergejolak, karena ia merasa ada yang membutuhkan pertolongannya namun dirinya tidak bisa.
"Saya punya ilmu, tapi saya tidak bermanfaat itu sangat menyiksa. Akhirnya sampai ada informasi dari grup Muslimat NU Gresik, bahwa Pak Bupati Gresik merekrut relawan pemulasaran jenazah ," tandasnya.
Ia akhirnya meminta izin ke suaminya supaya diperbolehkan. Namun ternyata yang paling ngotot agar dirinya tak mendaftar adalah anak sulungnya. Alasannya, usia Juliati yang sudah tak mudah lagi sangat rawan terkena penyakit . Selain itu, di rumah juga ada cucunya yang masih berusia balita.
Tentu ibu tiga anak itu sangatlah mahir dalam melakukannya. Sebab sebelumnya, Juliati memang sudah terbiasa merawat jenazah di kampungnya. Bahkan dengan alat pelindung diri (APD) seadanya. Hal itu tak membuat dirinya takut, sebab menurutnya merawat jenazah diyakini menambah amalan ibadah.
"Di awal pandemi saya juga sering merawat jenazah di kampung dengan APD seadanya, karena kondisinya masih belum seperti ini. Tapi gelombang kedua ini, saya mulai khawatir, karena saat itu saya merawat jenazah pasien COVID-19. Teman saya yang belum vaksin jelang tiga hari kemudian sakit dan positif. Saya Alhamdulillah negatif," kenanganya.
Karena kejadian itu, suami dan anak-anaknya sempat khawatir. Mereka melarang Juliati beraktivitas merawat jenazah lagi. Keluarga tidak ingin, Juliati terkena imbas dari penyakit menular itu. Mendapati larangan itu dalam dirinya bergejolak, karena ia merasa ada yang membutuhkan pertolongannya namun dirinya tidak bisa.
"Saya punya ilmu, tapi saya tidak bermanfaat itu sangat menyiksa. Akhirnya sampai ada informasi dari grup Muslimat NU Gresik, bahwa Pak Bupati Gresik merekrut relawan pemulasaran jenazah ," tandasnya.
Ia akhirnya meminta izin ke suaminya supaya diperbolehkan. Namun ternyata yang paling ngotot agar dirinya tak mendaftar adalah anak sulungnya. Alasannya, usia Juliati yang sudah tak mudah lagi sangat rawan terkena penyakit . Selain itu, di rumah juga ada cucunya yang masih berusia balita.
tulis komentar anda