Kisah Sunan Kuning Pimpin Pemberontakan VOC Terbesar di Nusantara
Senin, 20 April 2020 - 05:00 WIB
Kisah sukses Sunan Kuning bertempur melawan tentara VOC berawal ketika balatentara Sunan Kuning memasuki Kartasura pada Juni 1742, setelah sebelumnya bertempur dari Salatiga hingga Boyolali. Kapitan Sepanjang atau Khe Panjang yang bertugas di garis belakang sebagai pengawal Sunan Kuning, bertindak sebagai komandan tentara pendudukan.
Merasa terdesak, Pakubuwana II kemudian melarikan diri dari Kartasura dan dievakuasi Kapten Van Hohendorf (VOC) ke arah timur Kartasura menyeberangi Bengawan Solo ke Magetan. Peristiwa itu oleh orang Jawa ditandai dengan Candrosengkolo atau penanda waktu yang berbunyi “Pandito Enem Angoyog Jagad” artinya raja yang telah kehilangan keratonnya.
Sunan Kuning bertahta di Kasunanan Kartasura terhitung sejak 1 Juli 1742. Dia kemudian mengangkat komandan perlawanan seperti Mangunoneng sebagai patih dan Raden Suryokusumo atau Pangeran Prangwedana sebagai panglima perang.
Segera setelah itu, Sunan Kuning merencanakan menggempur pasukan VOC di Semarang. Sebanyak 1.200 prajurit gabungan Tionghoa-Jawa dipimpin Raden Mas Said atau Mangkunegara I dan Singseh atau Tan Sin Ko menuju Welahan, Jepara.
Di Welahan, mereka bertempur melawan pasukan VOC dipimpin Kapten Gerrit Mom. VOC yang menyerang dari berbagai sudut berhasil memukul mundur pasukan gabungan Tionghoa-Jawa ini. Setelahnya, berbagai kekalahan dialami pasukan gabungan Tionghoa-Jawa. Beberapa pimpinan terbunuh seperti Tan We Kie di Pulau Mandalika, lepas pantai Jepara, dan Singseh tertangkap di Lasem dan dieksekusi mati di sana.
Pada November 1742, keadaan semakin tidak berpihak kepada Sunan Kuning. Kartasura diserang dari tiga penjuru, Cakraningrat IV dari arah Bengawan Solo, Pakubuwana II dari Ngawi, pasukan VOC dari Ungaran dan Salatiga. Sunan Kuning pun terpaksa meninggalkan Kartasura dan mengungsi ke arah selatan bersama pasukan Tionghoa.
Walaupun Kartasura telah jatuh, perlawanan terus berlangsung di berbagai tempat di wilayah Jawa.
Akhir dari perjalanan Sunan Kuning terjadi pada September 1743, saat tedesak di sekitar Surabaya bagian selatan.
Terpisah dari kawalan Kapitan Sepanjang (pengawal Sunan Kuning), Sunan Kuning menyerahkan diri ke loji VOC di Surabaya di bawah pimpinan Reinier De Klerk, disusul banyak pemberontak lain. Setelah beberapa hari ditawan di Surabaya, dia bersama beberapa pengikutnya dibawa ke Semarang lalu ke Batavia, hingga akhirnya diasingkan ke Sri Lanka.
Merasa terdesak, Pakubuwana II kemudian melarikan diri dari Kartasura dan dievakuasi Kapten Van Hohendorf (VOC) ke arah timur Kartasura menyeberangi Bengawan Solo ke Magetan. Peristiwa itu oleh orang Jawa ditandai dengan Candrosengkolo atau penanda waktu yang berbunyi “Pandito Enem Angoyog Jagad” artinya raja yang telah kehilangan keratonnya.
Sunan Kuning bertahta di Kasunanan Kartasura terhitung sejak 1 Juli 1742. Dia kemudian mengangkat komandan perlawanan seperti Mangunoneng sebagai patih dan Raden Suryokusumo atau Pangeran Prangwedana sebagai panglima perang.
Segera setelah itu, Sunan Kuning merencanakan menggempur pasukan VOC di Semarang. Sebanyak 1.200 prajurit gabungan Tionghoa-Jawa dipimpin Raden Mas Said atau Mangkunegara I dan Singseh atau Tan Sin Ko menuju Welahan, Jepara.
Di Welahan, mereka bertempur melawan pasukan VOC dipimpin Kapten Gerrit Mom. VOC yang menyerang dari berbagai sudut berhasil memukul mundur pasukan gabungan Tionghoa-Jawa ini. Setelahnya, berbagai kekalahan dialami pasukan gabungan Tionghoa-Jawa. Beberapa pimpinan terbunuh seperti Tan We Kie di Pulau Mandalika, lepas pantai Jepara, dan Singseh tertangkap di Lasem dan dieksekusi mati di sana.
Pada November 1742, keadaan semakin tidak berpihak kepada Sunan Kuning. Kartasura diserang dari tiga penjuru, Cakraningrat IV dari arah Bengawan Solo, Pakubuwana II dari Ngawi, pasukan VOC dari Ungaran dan Salatiga. Sunan Kuning pun terpaksa meninggalkan Kartasura dan mengungsi ke arah selatan bersama pasukan Tionghoa.
Walaupun Kartasura telah jatuh, perlawanan terus berlangsung di berbagai tempat di wilayah Jawa.
Akhir dari perjalanan Sunan Kuning terjadi pada September 1743, saat tedesak di sekitar Surabaya bagian selatan.
Terpisah dari kawalan Kapitan Sepanjang (pengawal Sunan Kuning), Sunan Kuning menyerahkan diri ke loji VOC di Surabaya di bawah pimpinan Reinier De Klerk, disusul banyak pemberontak lain. Setelah beberapa hari ditawan di Surabaya, dia bersama beberapa pengikutnya dibawa ke Semarang lalu ke Batavia, hingga akhirnya diasingkan ke Sri Lanka.
tulis komentar anda