Implikasi Yuridis ‘UU Covid-19'

Minggu, 17 Mei 2020 - 07:01 WIB
Umumnya, materi muatan Perppu itu berisi mengenai pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis, serta ruang lingkup pengaturannya. Hasil kajian penulis terhadap sejumlah Perppu menunjukkan hal tersebut.

Namun, untuk materi muatan Perppu Covid-19 inilah yang cukup berbeda. Perbedaan itu terletak pada pengaturan di Ketentuan Penutup, yang dimulai pada Pasal 28. Dalam Pasal 28 tersebut dinyatakan bahwa ada 32 (tiga puluh dua) ketentuan yang tersebar dalam 12 UU yang dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan penanganan penyebaran Covid-19.

Artinya, dengan Perppu ini, ketentuan dalam pasal-pasal tersebut ditangguhkan atau dikesampingkan berlakunya untuk sementara waktu, hingga tujuan atau krisis Covid-19 dinyatakan sudah berakhir.

Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa jika dilihat dari jangkauan normatif, Perppu Covid-19 ini sudah menerapkan prinsip “Perppu Omnibus” karena menangguhkan berlakunya banyak UU sekaligus. Perppu ini juga merujuk kepada beberapa undang-undang lain secara terpadu. Misalnya pada Pasal 8 huruf d Perppu ini dinyatakan “Penetapan periode waktu kahar akibat pandemi Corona mengacu kepada penetapan Pemerintah melalui Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Hal ini menunjukkan perumus juga membaca UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang pada bagian IV-nya yakni pasal 10 sampai dengan pasal 25 telah mengatur mengenai pelembagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang akan menentukan periodesasi waktu keadaan kahar akibat Pandmi Covid-19 (Jimly Asshiddiqie, 2020:1).

Sebagaimana diketahui, paradigma yang dibangun dalam Perppu Covid-19 adalah paradigma dalam penanganan masa Pandemi Covid. Dari judul Perppu Covid-19 sudah cukup jelas bahwa kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan Pandemi Covid.

Dari penafsiran gramatikal menunjukkan bahwa penanganan ini bukanlah penanganan Permanen. Penanganan ini sifatnya sementara. Jika kondisi sudah dalam keadaan normal, maka pengaturan perundang-undangan itu akan kembali pada ketentuan semula.

Namun, paradigma ini sepertinya akan berubah. Perubahan Perppu Covid-19 menjadi UU membawa konsekuensi yang luas mengingat begitu besarnya pengaruh UU terhadap masyarakat. Jika memang menjadi UU, maka secara otomatis, 32 pasal dari 12 UU yang tercantum dalam Pasal 28 akan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Apa konsekuesinya? Coba kita telaah di beberapa pasal yang dinyatakan tidak berlaku lagi. Pertama, Perppu Covid-19 ini mencabut Pasal 72 ayat (2) UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Pasal 72 ayat (2) ini berisi tentang alokasi anggaran yang bersumber dari APBN untuk mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan.

Jika pasal 72 ayat (2) ini tidak diberlakukan lagi seiring dengan ditetapkan Perppu Covid-19 menjadi UU, maka Pemerintahan di Desa jangan berharap lagi mendapatkan pendapatan Desa dari APBN. jikalau pun Pemerintah pusat memberikan dana desa dari APBN, maka pemerintah pusat sama saja melanggar ketentuannya sendiri.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More