Apes, Keluarga Miskin di Sragen Ini Justru Tak Pernah Terima Bansos, Kok Bisa?
Kamis, 07 Januari 2021 - 20:50 WIB
SRAGEN - Tiga keluarga miskin yang tinggal dalam satu rumah di Dukuh Tempursari, RT 008/RW 003 Desa Karanganyar, Kecamatan Sambungmacan, Sragen , Jawa Tengah belum menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Padahal rumah itu dihuni dua janda tua, dan satu pria lumpuh bersama istrinya yang pengangguran. Miris, bantuan tak kunjung datang.
(Baca juga: Penyaluran Bansos Dirombak, Jokowi: Fokus ke Orang Miskin Kronis)
Rumah tersebut dihuni 3 kepala keluarga (KK) sekaligus yakni Siam (70), janda tanpa anak; Ngadiyem (69) janda yang ditinggal pergi suaminya; serta pasangan suami istri, Dwi Yuliana (47) dan Sugito (47) yang mengalami stroke sehingga tidak bisa bekerja.
(Baca juga: Masyarakat Jateng Diajak Bertahan di Rumah 1 Bulan, Ganjar: Kita Mesti Berkorban)
Rumah itu bukan milik salah satu dari mereka. Tapi merupakan rumah milik mantan suami dari Ngadiyem. Mereka berpisah dan suami Ngadiyem saat ini sudah tinggal di Klaten. Sedangka Siam merupakan kakak Ngadiyem. Sementara Dwi Yuliana adalah anak dari Ngadiyem yang tinggal bersama suaminya di rumah tersebut.
Siam menyampaikan selama ini belum pernah mendapat bantuan apapun. Mereka bertahan dari himpitan ekonomi dengan berjualan tempe goreng. Dia mengaku kadang menitikkan air mata ketika ada tetangga yang mendapat bantuan, sedangkan dirinya tidak. "Belum pernah ada bantuan kesini, di rumah ini tinggal 4 orang dengan 3 KK," ujar Siam, Kamis (7/1).
Sementara Sugito, mengaku sudah sekitar setahun sakit stroke dan tidak bisa berjalan. Sebelumnya dia merupakan seorang sopir truk sehingga masih bisa menafkahi keluarga. Dia mengaku tidak bisa berobat karena biaya mahal. "Pernah punya BPJS tapi sudah berhenti, tidak kuat bayar. Juga nggak diarahkan desa buat ngurus bantuan atau apapun," terangnya.
Sedangkan istrinya, Dwi hanya kerja serabutan. Jika ada kerjaan akan dilakukan. Tapi jika tidak ada maka hanya tinggal di rumah saja.
Sementara Perangkat Desa Karanganyar, Dwi Wijayanti menjelaskan sebenarnya Siam sudah masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), namun belum pernah mendapat bantuan. Tetapi Ngadiyem menurut Dwi seharusnya sudah dapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Provinsi sebanyak 6 kali. Sedangkan Sugito belum pernah dapat apa-apa. "Saya ajukan BST tapi NIK nya tertolak, penyebabnya kurang tahu," terang dia.
Kasi Kesra Desa Karanganyar Suranto menekankan sudah ada upaya dari desa untuk membantu keluarga tersebut. "Mungkin selama COVID-19 ini juga sudah dapat. Saya ngecek melalui pak RT dan pak Bayan," katanya.
Sementara Kepala Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) Kabupaten Sragen Nunuk Sri Rejeki saat dihubungi menyampaikan agar keluarga yang bersangkutan untuk datang ke kantor UPTPK Sragen. Tentu membawa KTP, KK, surat keterangan tidak mampu dan diagnosa sakit dari puskesmas. "Nanti disampaikan ke petugas UPTPK, setelah itu biar di survei," jelasnya.
(Baca juga: Penyaluran Bansos Dirombak, Jokowi: Fokus ke Orang Miskin Kronis)
Rumah tersebut dihuni 3 kepala keluarga (KK) sekaligus yakni Siam (70), janda tanpa anak; Ngadiyem (69) janda yang ditinggal pergi suaminya; serta pasangan suami istri, Dwi Yuliana (47) dan Sugito (47) yang mengalami stroke sehingga tidak bisa bekerja.
(Baca juga: Masyarakat Jateng Diajak Bertahan di Rumah 1 Bulan, Ganjar: Kita Mesti Berkorban)
Rumah itu bukan milik salah satu dari mereka. Tapi merupakan rumah milik mantan suami dari Ngadiyem. Mereka berpisah dan suami Ngadiyem saat ini sudah tinggal di Klaten. Sedangka Siam merupakan kakak Ngadiyem. Sementara Dwi Yuliana adalah anak dari Ngadiyem yang tinggal bersama suaminya di rumah tersebut.
Siam menyampaikan selama ini belum pernah mendapat bantuan apapun. Mereka bertahan dari himpitan ekonomi dengan berjualan tempe goreng. Dia mengaku kadang menitikkan air mata ketika ada tetangga yang mendapat bantuan, sedangkan dirinya tidak. "Belum pernah ada bantuan kesini, di rumah ini tinggal 4 orang dengan 3 KK," ujar Siam, Kamis (7/1).
Sementara Sugito, mengaku sudah sekitar setahun sakit stroke dan tidak bisa berjalan. Sebelumnya dia merupakan seorang sopir truk sehingga masih bisa menafkahi keluarga. Dia mengaku tidak bisa berobat karena biaya mahal. "Pernah punya BPJS tapi sudah berhenti, tidak kuat bayar. Juga nggak diarahkan desa buat ngurus bantuan atau apapun," terangnya.
Sedangkan istrinya, Dwi hanya kerja serabutan. Jika ada kerjaan akan dilakukan. Tapi jika tidak ada maka hanya tinggal di rumah saja.
Sementara Perangkat Desa Karanganyar, Dwi Wijayanti menjelaskan sebenarnya Siam sudah masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), namun belum pernah mendapat bantuan. Tetapi Ngadiyem menurut Dwi seharusnya sudah dapat bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) Provinsi sebanyak 6 kali. Sedangkan Sugito belum pernah dapat apa-apa. "Saya ajukan BST tapi NIK nya tertolak, penyebabnya kurang tahu," terang dia.
Kasi Kesra Desa Karanganyar Suranto menekankan sudah ada upaya dari desa untuk membantu keluarga tersebut. "Mungkin selama COVID-19 ini juga sudah dapat. Saya ngecek melalui pak RT dan pak Bayan," katanya.
Sementara Kepala Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) Kabupaten Sragen Nunuk Sri Rejeki saat dihubungi menyampaikan agar keluarga yang bersangkutan untuk datang ke kantor UPTPK Sragen. Tentu membawa KTP, KK, surat keterangan tidak mampu dan diagnosa sakit dari puskesmas. "Nanti disampaikan ke petugas UPTPK, setelah itu biar di survei," jelasnya.
(shf)
tulis komentar anda