Tak Cukup 3M, Harus Ada Penghentian Mobilitas Masyarakat untuk Tekan COVID-19
Minggu, 03 Januari 2021 - 16:12 WIB
YOGYAKARTA - Hingga kini kasus COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Masyarakat juga mulai abai dengan keadaan sehingga tidak melakukan pembatasan gerak.
Epidemolog UGM Riris Andono Ahmad mengatakan, untuk menekan penularan COVID-19 tidak cukup hanya dengan menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3 M saja). Namun demikian lebih dari itu, harus ada upaya untuk menghentikan mobilitas masyarakat yang terukur.
"Kasus semakin banyak jadi perlu penghentian mobilitas masyarakat yang terukur," terangnya saat dikonfirmasi Sindonews.com, Minggu (3/1/2021).
(Baca juga: Update Corona DIY, Positif Tambah 291 Total Jadi 12.679 Orang )
Dijelaskannya, penghentian mobilitas masyarakat yang terukur ini adalah upaya membuat masyarakat untuk tinggal di rumah, kecuali sektor esensial." Misalnya saja dalam kurun waktu tertentu, seperti dua minggu. Jadi masyarakat benar - benar di rumah kecuali hal penting," ulasnya.
Jika tidak ada langkah konkrit penghentian mobilitas masyarakat yang terukur, dia khawatir akan terjadi ledakan penderita Covid-19. Dia kemudian menyontohkan Amerika Serikat serta negara negara Eropa yang memiliki angka kasus harian dan kematian yang jauh lebih tinggi.
"Saya sudah sering sampaikan untuk penghentian mobilitas masyarakat yang terukur ini, namun ya belum maksimal dilakukan," beber Doni sapaan akrabnya.
(Baca juga: Positif COVID-19 dan Jalani Isolasi, Gubernur Khofifah Kucek Baju Sendiri )
Belum lagi, lanjut dia, dengan covid-19 jenis baru yang penularannya sangat mudah dan cepat. Dengan penularan yang begitu cepat dan mudah, maka risiko penyebaran lebih banyak dan risiko kematian akan lebih besar pula .
"Virus jenis baru memiliki kemampuan menginveksi lebih tinggi sehingga mutasinya sangat cepat. Jadi pemerintah perlu mengambil langkah cepat pula," pungkasnya
Epidemolog UGM Riris Andono Ahmad mengatakan, untuk menekan penularan COVID-19 tidak cukup hanya dengan menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3 M saja). Namun demikian lebih dari itu, harus ada upaya untuk menghentikan mobilitas masyarakat yang terukur.
"Kasus semakin banyak jadi perlu penghentian mobilitas masyarakat yang terukur," terangnya saat dikonfirmasi Sindonews.com, Minggu (3/1/2021).
(Baca juga: Update Corona DIY, Positif Tambah 291 Total Jadi 12.679 Orang )
Dijelaskannya, penghentian mobilitas masyarakat yang terukur ini adalah upaya membuat masyarakat untuk tinggal di rumah, kecuali sektor esensial." Misalnya saja dalam kurun waktu tertentu, seperti dua minggu. Jadi masyarakat benar - benar di rumah kecuali hal penting," ulasnya.
Jika tidak ada langkah konkrit penghentian mobilitas masyarakat yang terukur, dia khawatir akan terjadi ledakan penderita Covid-19. Dia kemudian menyontohkan Amerika Serikat serta negara negara Eropa yang memiliki angka kasus harian dan kematian yang jauh lebih tinggi.
"Saya sudah sering sampaikan untuk penghentian mobilitas masyarakat yang terukur ini, namun ya belum maksimal dilakukan," beber Doni sapaan akrabnya.
(Baca juga: Positif COVID-19 dan Jalani Isolasi, Gubernur Khofifah Kucek Baju Sendiri )
Belum lagi, lanjut dia, dengan covid-19 jenis baru yang penularannya sangat mudah dan cepat. Dengan penularan yang begitu cepat dan mudah, maka risiko penyebaran lebih banyak dan risiko kematian akan lebih besar pula .
"Virus jenis baru memiliki kemampuan menginveksi lebih tinggi sehingga mutasinya sangat cepat. Jadi pemerintah perlu mengambil langkah cepat pula," pungkasnya
(msd)
tulis komentar anda