Cerita Rusunawa Tulungagung, Mereka yang Sempat Dianggap Pembawa COVID-19

Senin, 07 Desember 2020 - 05:22 WIB
Soal latar belakang akademis, tidak ada yang pernah mengenyam pendidikan kesehatan. "Semua relawan di sini berlatar belakang relawan tagana," terangnya. Sebatang rokok disulut. Alden menghisapnya dalam dalam. Asap tembakau melayang melingkar lingkar di udara.

"Rokok mas," kata Alden menawari sebelum melanjutkan cerita. Rasa takut terpapar COVID-19 menurut Alden manusiawi. Semua pasti merasakan, termasuk dirinya. Alasannya, virus yang mengancam tidak kelihatan. Selain itu karena hingga kini belum ada obatnya. Setidaknya di Indonesia.

Hal itu berbeda ketika menghadapi bencana alam yang kasat mata. Kendati demikian, rasa cemas tertular COVID-19 itu, lama kelamaan, kata Alden teratasi dengan sendirinya. "Apalagi ada swab test rutin untuk semua relawan. Rutin setiap bulan. Dan sejauh ini tidak ada kasus relawan yang terpapar," kata Alden.

Termasuk Alden, jumlah relawan COVID-19 di gedung rusunawa Tulungagung sebanyak 12 orang. Dalam setiap hari mereka berbagi dua shift pekerjaan. Pagi sampai sore, dan sore hingga pagi. Tidak hanya berjaga dan mengawasi.

Relawan juga memikul tugas sebagai kurir makanan para pasien yang diisolasi. Mereka mengantar ke pos jaga yang berlokasi di batas terluar zona terlarang. Sehari tiga kali. "Kalau pas musim hujan seperti saat ini kita kadang kadang mengantar (makanan) sampai ke dalam ruangan. Karenanya memakai baju hazmat," tambah Alden.

Relawan juga harus selalu siap mengantar ke rumah sakit ketika sewaktu waktu ada pasien yang tiba tiba mengeluh sakit. Semua proses menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Masker tidak pernah tertinggal. Begitu juga dengan sarung tangan, kerap cuci tangan, serta menjaga jarak.

Ketika masuk ke dalam ruang isolasi, setiap relawan harus memakai hazmat. "Semua yang kita lakukan disiplin protokol kesehatan," papar Alden. Dimas, relawan lain mendekat. Pemuda berambut gondrong yang lagi mengejar gelar S2 nya itu meletakkan pantat di sebelah Alden.

Dimas yang berasal dari Kecamatan Karangrejo, menggarami cerita yang dituturkan Alden. "Tidak hanya cemas, tapi juga sedih mas," sahut Dimas menimpali. Dimas mengaku sempat memiliki pengalaman dikucilkan dan itu berlangsung cukup lama. Karena tahu dirinya menjadi relawan COVID-19, tetangga di lingkungan tempat tinggalnya, kompak menjauhi.

Tidak hanya tidak disapa. Baru hendak mendekat saja, kata Dimas para tetangga yang sebelumnya ngobrol santai, langsung tiba tiba membubarkan diri. Gosip yang berkembang di lingkungannya, ia membawa virus COVID-19. Telinga Dimas sering mendengar kasak kusuk keluarga yang mewanti anak anaknya untuk hati hati berinteraksi dengannya.

"Itu terjadi di awal awal menjadi relawan. Ditambah lagi saat itu kakak ipar saya ada yang positif. Dan itu membuat sedih," kata Dimas mengenang. Dimas tidak berusaha melawan. Juga tidak berupaya menjelaskan. Semuanya ia biarkan mengalir begitu saja. Dalam perjalanannya, kakak ipar Dimas yang sempat positif COVID-19, juga dinyatakan sembuh.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content