Cerita Rusunawa Tulungagung, Mereka yang Sempat Dianggap Pembawa COVID-19

Senin, 07 Desember 2020 - 05:22 WIB
loading...
Cerita Rusunawa Tulungagung, Mereka yang Sempat Dianggap Pembawa COVID-19
Tampak relawan penanganan COVID-19 Kabupaten Tulungagung yang bertugas di lingkungan rusunawa. Foto/SINDOnews/Solichan Arif
A A A
TULUNGAGUNG - "Ya takut (terpapar) juga mas. Apalagi yang terbaru ada kabar gelombang dua dan virus (COVID-19) telah bermutasi," ucap Alden, relawan penanganan pasien positif COVID-19 yang diisolasi di Rusunawa Kabupaten Tulungagung.

Alden duduk di bawah pohon kersen, tepat di sebelah tenda relawan COVID-19 yang di dalamnya mengintip tumpukan perkakas. Terlihat tas ransel yang berjejalan dengan kotak air mineral, sepatu, sandal dan pernak pernik lain.

Ada helm berlapis kaca full face yang posisinya tercantol kapstok. Sedikitnya tujuh helm dengan warna seragam (kuning). Ada juga rompi berwarna hijau pupus yang ketika tertimpa cahaya memantulkan kilau fosfor.

Baca juga: Kapolda Jatim Irjen Nico Instruksikan Kapolres Turun Lapangan Cek Distribusi Logistik Pilkada

Suasana dalam tenda sekilas mirip kamp pendaki gunung yang bercampur dengan pekerja proyek bangunan. Beberapa orang berbaring santai. Para rekan Alden. Mereka khusyuk memandangi layar televisi LCD berukuran 32 inchi yang siang itu memutar film India.

"Masih banyak barang berserakan, belum dirapikan mas," seloroh Alden dengan pandangan tertuju ke dalam tenda. Tenda berkapasitas kurang lebih enam orang itu memang tidak difungsikan sebagai tempat istirahat. Melainkan lebih untuk menumpuk barang barang.

Untuk tidur, para relawan penanganan COVID-19 memilih selonjor di masjid rusunawa yang hanya berjarak sejengkal dari tenda. Alden merupakan mahasiswa IAIN Tulungagung.

Seperti rekannya yang lain. Pemuda asal Kecamatan Kauman tersebut sebelumnya juga aktif sebagai relawan tanggap darurat bencana. Yakni sekelompok relawan di bawah naungan badan penanggulangan bencana.

(Baca juga: Diangkut dari China, 1,2 Juta Vaksin Covid-19 Gunakan Kargo Khusus )

Soal latar belakang akademis, tidak ada yang pernah mengenyam pendidikan kesehatan. "Semua relawan di sini berlatar belakang relawan tagana," terangnya. Sebatang rokok disulut. Alden menghisapnya dalam dalam. Asap tembakau melayang melingkar lingkar di udara.

"Rokok mas," kata Alden menawari sebelum melanjutkan cerita. Rasa takut terpapar COVID-19 menurut Alden manusiawi. Semua pasti merasakan, termasuk dirinya. Alasannya, virus yang mengancam tidak kelihatan. Selain itu karena hingga kini belum ada obatnya. Setidaknya di Indonesia.

Hal itu berbeda ketika menghadapi bencana alam yang kasat mata. Kendati demikian, rasa cemas tertular COVID-19 itu, lama kelamaan, kata Alden teratasi dengan sendirinya. "Apalagi ada swab test rutin untuk semua relawan. Rutin setiap bulan. Dan sejauh ini tidak ada kasus relawan yang terpapar," kata Alden.

Termasuk Alden, jumlah relawan COVID-19 di gedung rusunawa Tulungagung sebanyak 12 orang. Dalam setiap hari mereka berbagi dua shift pekerjaan. Pagi sampai sore, dan sore hingga pagi. Tidak hanya berjaga dan mengawasi.



Relawan juga memikul tugas sebagai kurir makanan para pasien yang diisolasi. Mereka mengantar ke pos jaga yang berlokasi di batas terluar zona terlarang. Sehari tiga kali. "Kalau pas musim hujan seperti saat ini kita kadang kadang mengantar (makanan) sampai ke dalam ruangan. Karenanya memakai baju hazmat," tambah Alden.

Relawan juga harus selalu siap mengantar ke rumah sakit ketika sewaktu waktu ada pasien yang tiba tiba mengeluh sakit. Semua proses menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Masker tidak pernah tertinggal. Begitu juga dengan sarung tangan, kerap cuci tangan, serta menjaga jarak.

Ketika masuk ke dalam ruang isolasi, setiap relawan harus memakai hazmat. "Semua yang kita lakukan disiplin protokol kesehatan," papar Alden. Dimas, relawan lain mendekat. Pemuda berambut gondrong yang lagi mengejar gelar S2 nya itu meletakkan pantat di sebelah Alden.

Dimas yang berasal dari Kecamatan Karangrejo, menggarami cerita yang dituturkan Alden. "Tidak hanya cemas, tapi juga sedih mas," sahut Dimas menimpali. Dimas mengaku sempat memiliki pengalaman dikucilkan dan itu berlangsung cukup lama. Karena tahu dirinya menjadi relawan COVID-19, tetangga di lingkungan tempat tinggalnya, kompak menjauhi.

Tidak hanya tidak disapa. Baru hendak mendekat saja, kata Dimas para tetangga yang sebelumnya ngobrol santai, langsung tiba tiba membubarkan diri. Gosip yang berkembang di lingkungannya, ia membawa virus COVID-19. Telinga Dimas sering mendengar kasak kusuk keluarga yang mewanti anak anaknya untuk hati hati berinteraksi dengannya.

"Itu terjadi di awal awal menjadi relawan. Ditambah lagi saat itu kakak ipar saya ada yang positif. Dan itu membuat sedih," kata Dimas mengenang. Dimas tidak berusaha melawan. Juga tidak berupaya menjelaskan. Semuanya ia biarkan mengalir begitu saja. Dalam perjalanannya, kakak ipar Dimas yang sempat positif COVID-19, juga dinyatakan sembuh.

Dimas sendiri juga senantiasa sehat. Sampai saat ini keluarganya juga dalam keadaan baik baik. "Mungkin karena melihat itu, mereka kemudian kembali bersikap normal. Berinteraksi dengan saya seperti sedia kala lagi, " jelas Dimas.

Seperti relawan yang lain, Dimas jarang pulang ke rumah. Untuk kebutuhan makan minum, kopi dan rokok, semuanya sudah tercukupi. Bahkan saat lebaran kemarin, para relawan yang hampir seluruhnya masih bujangan, memilih bertahan tinggal di tenda rusunawa.

"Pulang ke rumah hanya beberapa jam. Setelah itu balik lagi ke rusunawa," kata Imam, relawan penanganan COVID-19 yang dituakan. Saat ditemui, Imam mengatakan kapasitas rusunawa yang hanya mampu menampung 54 orang itu sudah tidak mencukupi lagi.

Rusunawa dengan bentuk bangunan bertingkat itu memiliki 24 kamar. Setiap kamar rata rata diisi dua orang. Ada juga tiga orang hingga empat orang, khususnya pasien yang masih terhitung satu keluarga. Sebanyak 54 pasien positif COVID-19 dengan status tanpa gejala tersebut (OTG), rata rata berusia 30 tahun sampai 60 tahun. Pasien terkecil berusia satu tahun.

Sejak muncul kabar gelombang kedua serangan COVID-19 dan telah bermutasi, kata Imam jumlah pasien terus bertambah. Pasien yang tidak bisa masuk rusunawa karena penuh, langsung dibawa ke puskesmas. "Kalau tidak salah ada 15 puskesmas rujukan di Tulungagung," terang Imam.

Seperti diketahui rusunawa yang menjadi tempat isolasi pasien positif COVID-19 tersebut adalah milik IAIN Tulungagung. Pemkab Tulungagung meminjam untuk penanganan COVID-19. Menurut Imam, karena jumlah pasien terus bertambah, Pemkab Tulungagung memutuskan memfungsikan kembali gedung mahad (asrama) yang berdampingan dengan rusunawa.

Gedung mahad yang terdiri dari 40 kamar berkapasitas 80 orang. "Karena dulu jumlah pasien positif COVID-19 berkurang, gedung mahad kemudian ditutup. Sekarang mau difungsikan lagi," kata Imam. Sindonews.com diajak Imam masuk ke dalam gedung mahad.

Beberapa orang terlihat bersih bersih sekaligus membenahi kamar yang bakal ditempati pasien. Di setiap kamar ada dua unit tempat tidur besi bermodel susun. Artinya di setiap kamar berisi empat orang. Di tengah gedung, yakni tepatnya di depan deretan kamar, terdapat ruang kosong yang difungsikan untuk menjemur pakaian.

"Secepatnya gedung mahad akan difungsikan lagi," pungkas Imam. Tercatat hingga 5 Desember, kasus positif COVID-19 di Kabupaten Tulungagung mencapai 722 kasus. Perinciannya, 554 orang sembuh, 7 orang meninggal dunia, 53 orang dirawat di rumah sakit dan 104 orang menjalani isolasi
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1199 seconds (0.1#10.140)