GAPPRI Berharap Gubernur Jatim Tak Wajibkan Rapid Test Padat Karya
Jum'at, 08 Mei 2020 - 15:09 WIB
Berdasarkan kajian GAPPRI atas PMK 152/2020, kenaikan cukai 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) 35% berpotensi mengalami penurunan penjualan sampai akhir tahun sebesar 15%.
“Belum lagi dampak dari pandemic Corona yang menurut estimasi kami, mulai Maret 2020 sampai akhir tahun terjadi penurunan penjualan antara 30 %-40%,” kata Henry.
Henry mengatakan, pemerintah telah menentukan siapa saja yang diprioritaskan untuk dilakukan Rapid Test Corona (COVID-19). Yakni, orang yang telah kontak dekat pasien positif baik yang dirawat di RS maupun yang mengisolasi diri di rumah dan tenaga kesehatan (Nakes), mengingat mereka adalah orang yang sering kontak dekat dengan pasien.
GAPPRI juga merujuk himbauan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bahwa dengan keterbatasan alat rapid test yang ada, hendaknya penggunaan diprioritaskan pada ODP/PDP maupun pasien dengan indikasi COVID-19.
Apabila perusahaan diwajibkan melakukan rapid test Covid-19 pada karyawannya, maka akan meningkatkan permintaan alat rapid test secara drastis.
“Kondisi ini malah akan menciptakan lonjakan harga dan kelangkaan, yang malah menimbulkan masalah baru dan membebani Pemerintah dalam penanggulangan wabah COVID-19,” kata dia.
Menurut Henry, sejauh ini anggota GAPPRI sudah menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Di antaranya adalah dengan pemberian jarak antar pekerja, penyediaan fasilitas dan sarana sanitasi dan kebersihan diri, meliburkan pekerja dengan risiko tinggi dengan honor yang tetap dibayarkan, hingga kesediaan untuk menutup pabrik untuk waktu tertentu apabila ditemukan pekerja yang tertular.
Henry mengatakan, di tengah wabah Covid-19 ini, adalah penting bagi perusahaan agar tetap dapat beroperasi dengan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat.
“Hal ini agar dapat menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan para pekerja, menggerakkan roda perekonomian daerah dan nasional, serta mendukung program pemerintah untuk menangani wabah COVID-19,” kata dia.
Oleh karena itu, GAPPRI berharap seyognya pemerintah kota/kabupaten tidak mewajibkan pengusaha melakukan rapid test terhadap karyawannya. Tujuannya untuk menghindari keresahan karyawan dan pengusaha.
“Belum lagi dampak dari pandemic Corona yang menurut estimasi kami, mulai Maret 2020 sampai akhir tahun terjadi penurunan penjualan antara 30 %-40%,” kata Henry.
Henry mengatakan, pemerintah telah menentukan siapa saja yang diprioritaskan untuk dilakukan Rapid Test Corona (COVID-19). Yakni, orang yang telah kontak dekat pasien positif baik yang dirawat di RS maupun yang mengisolasi diri di rumah dan tenaga kesehatan (Nakes), mengingat mereka adalah orang yang sering kontak dekat dengan pasien.
GAPPRI juga merujuk himbauan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Bahwa dengan keterbatasan alat rapid test yang ada, hendaknya penggunaan diprioritaskan pada ODP/PDP maupun pasien dengan indikasi COVID-19.
Apabila perusahaan diwajibkan melakukan rapid test Covid-19 pada karyawannya, maka akan meningkatkan permintaan alat rapid test secara drastis.
“Kondisi ini malah akan menciptakan lonjakan harga dan kelangkaan, yang malah menimbulkan masalah baru dan membebani Pemerintah dalam penanggulangan wabah COVID-19,” kata dia.
Menurut Henry, sejauh ini anggota GAPPRI sudah menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Di antaranya adalah dengan pemberian jarak antar pekerja, penyediaan fasilitas dan sarana sanitasi dan kebersihan diri, meliburkan pekerja dengan risiko tinggi dengan honor yang tetap dibayarkan, hingga kesediaan untuk menutup pabrik untuk waktu tertentu apabila ditemukan pekerja yang tertular.
Henry mengatakan, di tengah wabah Covid-19 ini, adalah penting bagi perusahaan agar tetap dapat beroperasi dengan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat.
“Hal ini agar dapat menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan para pekerja, menggerakkan roda perekonomian daerah dan nasional, serta mendukung program pemerintah untuk menangani wabah COVID-19,” kata dia.
Oleh karena itu, GAPPRI berharap seyognya pemerintah kota/kabupaten tidak mewajibkan pengusaha melakukan rapid test terhadap karyawannya. Tujuannya untuk menghindari keresahan karyawan dan pengusaha.
tulis komentar anda