Kisah Perebutan Monopoli Perdagangan Cengkeh Spanyol dan VOC Belanda di Maluku

Selasa, 17 Desember 2024 - 06:53 WIB
Pemerintahan yang dilakukan oleh aparat tradisional dari ketiga kerajaan, yakni Ternate, Tidore, dan Bacan, yang sultannya masing-masing dalam awal abad ke-17 menjadi sekutu VOC. Kemudian berubah status menjadi vasal, dengan sistem Pemerintahan VOC di Maluku Utara itu dinamakan Gouvernement der Molukken (Pemerintah Maluku).

Dengan demikian, VOC mengharapkan dapat mengendalikan perdagangan cengkeh secara tuntas dengan menghilangkan para penyelundup cengkih yang umumnya adalah orang Jawa, Melayu, dan Banda. Selain itu, ekstirpasi pohon cengkeh setiap tahun di Maluku Utara menguntungkan VOC.

Pada pertengahan abad ke-17 sudah terjadi kelebihan produksi cengkeh sehingga harganya di pasaran Eropa mulai merosot. Pengurangan produksi di Maluku Utara itu akan menormalkan kembali harga cengkih di pasaran dunia.

Pada Perjanjian 1652 antara VOC dan Sultan Mandar Syah ditentukan juga harga beli cengkeh. Selanjutnya VOC akan membayar 50 ringgit (realen) bagi setiap bahar cengkih yang berukuran 625 pon. Namun, di kemudian hari VOC menghentikan pembayaran dengan ringgit (realen), tetapi dengan bahan-bahan kebutuhan untuk setiap bahar cengkeh. Kebijakan itu diambil karena para pedagang yang mendatangi Ternate lebih tertarik pada ringgit (realen).
(abd)
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content