Cara Unik Pattimura Dapatkan Persenjataan saat Melawan Pasukan Belanda
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pattimura dan pasukannya memberikan perlawanan sengit kepada Belanda di wilayah Maluku. Perlawanan mereka memang cukup kuat, meski dengan kelengkapan senjata kira-kira hanya 20% dari pasukannya.
Perlawanan di Saparua, Maluku, dan Ambon, dengan bantuan pasukan - pasukan Alifuru, dari Seram itu berlangsung terus sejak Agustus sampai November. Pasukan Pattimura hanya dilengkapi persenjataan tua yang biasanya dipakai berburu.
Sementara sebagian besar hanya menggunakan parang (pedang), torana (tombak), dan salawaku (perisai), siasat-siasat penyergapan terhadap benteng atau patroli musuh, sering cukup efektif. Sergapan-sergapan ini dilakukan dalam kelompok- kelompok kecil pada saat-saat yang tepat.
Selain itu, pasukan-pasukan Alifuru berkeliaran di kebun-kebun cengkih dan berhasil memaksa penduduk yang memihak kepada musuh untuk tidak memetik cengkih, dikisahkan dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Siasat Pattimura untuk mendapatkan mesiu adalah dengan melakukan cara unik di mana Pattimura mengirim para pedagang dari Seram Timur, yang secara tradisional berabad-abad sudah berdagang dengan kepulauan di Nusantara bagian barat sampai ke Semenanjung Malaysia.
Melalui mereka inilah Kapitan Pattimura mencari mesiu yang ditukarkan dengan cengkih yang tertimbun dalam Benteng Duurstede. Selain itu, hubungan surat-menyurat juga dilakukan Pattimura dengan pelbagai penguasa di Bali, Kalimantan, Ternate, dan lain-lain melalui saluran perdagangan tradisional itu.
Situasi ini mendorong pihak Belanda untuk mengambil tindakan yang lebih tegas lagi. Pada November 1817 tiba di Ambon satu armada yang lebih kuat dengan pasukan-pasukan yang masih ditambah dengan sekitar 1.500 pasukan Alifuru yang disumbangkan Kerajaan-kerajaan Ternate dan Tidore atas permintaan Gubernur Van Middelkoop.
Perlawanan di Saparua, Maluku, dan Ambon, dengan bantuan pasukan - pasukan Alifuru, dari Seram itu berlangsung terus sejak Agustus sampai November. Pasukan Pattimura hanya dilengkapi persenjataan tua yang biasanya dipakai berburu.
Sementara sebagian besar hanya menggunakan parang (pedang), torana (tombak), dan salawaku (perisai), siasat-siasat penyergapan terhadap benteng atau patroli musuh, sering cukup efektif. Sergapan-sergapan ini dilakukan dalam kelompok- kelompok kecil pada saat-saat yang tepat.
Baca Juga
Selain itu, pasukan-pasukan Alifuru berkeliaran di kebun-kebun cengkih dan berhasil memaksa penduduk yang memihak kepada musuh untuk tidak memetik cengkih, dikisahkan dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV : Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Siasat Pattimura untuk mendapatkan mesiu adalah dengan melakukan cara unik di mana Pattimura mengirim para pedagang dari Seram Timur, yang secara tradisional berabad-abad sudah berdagang dengan kepulauan di Nusantara bagian barat sampai ke Semenanjung Malaysia.
Baca Juga
Melalui mereka inilah Kapitan Pattimura mencari mesiu yang ditukarkan dengan cengkih yang tertimbun dalam Benteng Duurstede. Selain itu, hubungan surat-menyurat juga dilakukan Pattimura dengan pelbagai penguasa di Bali, Kalimantan, Ternate, dan lain-lain melalui saluran perdagangan tradisional itu.
Situasi ini mendorong pihak Belanda untuk mengambil tindakan yang lebih tegas lagi. Pada November 1817 tiba di Ambon satu armada yang lebih kuat dengan pasukan-pasukan yang masih ditambah dengan sekitar 1.500 pasukan Alifuru yang disumbangkan Kerajaan-kerajaan Ternate dan Tidore atas permintaan Gubernur Van Middelkoop.
(cip)