Kisah Penyerangan Rakyat Maluku Dikomandoi Pattimura Nyaris Gagal karena Ulah Sekelompok Pemuda
loading...
A
A
A
MASYARAKAT Maluku di bawah komando Pattimura atau Thomas Matulessy memutuskan melakukan perlawanan ke Belanda. Sejumlah persoalan dan kesewenang-wenangan Belanda tak bisa dibiarkan begitu saja oleh masyarakat.
Sejak awal Maret 1817 berbagai kelompok dari warga Maluku Tengah mengadakan pertemuan. Pertemuan tersebut membicarakan situasi terkini, termasuk rencana pemindahan kekuasaan dari Inggris ke Belanda.
Berbagai pertemuan dilaksanakan di berbagai daerah yang dirahasiakan agar tidak tercium pasukan Belanda.
Di Pulau Haruku, misalnya, pertemuan digelar di suatu tempat yang dinamakan Umekau. Di Pulau Saparua, pertemuan pertama dilangsungkan di sebuah tempat yang dinamakan Hutan Kayuputih.
Sejumlah pertemuan itu sudah barang tentu diketahui Residen Uitenbroek di Haruku, Residen van den Berg di Saparua, serta Residen Burggraaf di Hitu, dan melalui mereka sampai pula ke Gubernur Middelkoop di Ambon. Kisah ini sebagaimana dituturkan pada buku "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Para pejabat Belanda tidak dapat menerima kenyataan bahwa di berbagai tempat ada masyarakat yang merencanakan semacam huru-hara. Dengan demikian, pembicaraan demi pembicaraan diadakan dan hubungan antara pelbagai pihak di daerah Kepulauan Maluku Tengah mulai terjalin.
Pada pertemuan 14 Mei 1817 di Pulau Saparua, para pemuda dan penguasa-penguasa desa yakni raja atau patih dan orang kaya memutuskan menghancurkan pusat kekuasaan kolonial di Benteng Duurstede yang terletak di Pulau Saparua.
Keputusan yang sangat dirahasiakan ini diteruskan kepada setiap negeri di pulau tersebut. Dalam musyawarah di tempat itu mereka juga memilih Thomas Matulessy sebagai pemimpin perang dengan julukan Pattimura.
Rencana ini nyaris bocor ketika beberapa kalangan pemuda dari Desa Porto tidak sabar. Malam hari tanggal 14, sekelompok pemuda ini mendatangi dan membongkar orambay pos atau perahu milik pemerintah yang sedianya mengangkut kayu bahan bangunan dari Porto ke Ambon.
Keesokan harinya Residen van den Berg berkuda dari benteng Duurstede ke Porto dengan maksud membereskan masalah tersebut. Gerombolan pemuda itu ketahuan ulahnya sehingga ditangkap di Porto.
Beruntung ada Kapitan Pattimura yang berhasil menengahi persoalan itu. Sekelompok pemuda berulah tersebut lolos dari Residen van den Berg dan berhasil dipulangkan ke Duurstede.
Lihat Juga: Hubungan Gelap Residen Belanda dengan Putri Keraton Yogyakarta Bikin Pangeran Diponegoro Meradang
Sejak awal Maret 1817 berbagai kelompok dari warga Maluku Tengah mengadakan pertemuan. Pertemuan tersebut membicarakan situasi terkini, termasuk rencana pemindahan kekuasaan dari Inggris ke Belanda.
Berbagai pertemuan dilaksanakan di berbagai daerah yang dirahasiakan agar tidak tercium pasukan Belanda.
Di Pulau Haruku, misalnya, pertemuan digelar di suatu tempat yang dinamakan Umekau. Di Pulau Saparua, pertemuan pertama dilangsungkan di sebuah tempat yang dinamakan Hutan Kayuputih.
Sejumlah pertemuan itu sudah barang tentu diketahui Residen Uitenbroek di Haruku, Residen van den Berg di Saparua, serta Residen Burggraaf di Hitu, dan melalui mereka sampai pula ke Gubernur Middelkoop di Ambon. Kisah ini sebagaimana dituturkan pada buku "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia".
Para pejabat Belanda tidak dapat menerima kenyataan bahwa di berbagai tempat ada masyarakat yang merencanakan semacam huru-hara. Dengan demikian, pembicaraan demi pembicaraan diadakan dan hubungan antara pelbagai pihak di daerah Kepulauan Maluku Tengah mulai terjalin.
Pada pertemuan 14 Mei 1817 di Pulau Saparua, para pemuda dan penguasa-penguasa desa yakni raja atau patih dan orang kaya memutuskan menghancurkan pusat kekuasaan kolonial di Benteng Duurstede yang terletak di Pulau Saparua.
Keputusan yang sangat dirahasiakan ini diteruskan kepada setiap negeri di pulau tersebut. Dalam musyawarah di tempat itu mereka juga memilih Thomas Matulessy sebagai pemimpin perang dengan julukan Pattimura.
Rencana ini nyaris bocor ketika beberapa kalangan pemuda dari Desa Porto tidak sabar. Malam hari tanggal 14, sekelompok pemuda ini mendatangi dan membongkar orambay pos atau perahu milik pemerintah yang sedianya mengangkut kayu bahan bangunan dari Porto ke Ambon.
Keesokan harinya Residen van den Berg berkuda dari benteng Duurstede ke Porto dengan maksud membereskan masalah tersebut. Gerombolan pemuda itu ketahuan ulahnya sehingga ditangkap di Porto.
Beruntung ada Kapitan Pattimura yang berhasil menengahi persoalan itu. Sekelompok pemuda berulah tersebut lolos dari Residen van den Berg dan berhasil dipulangkan ke Duurstede.
Lihat Juga: Hubungan Gelap Residen Belanda dengan Putri Keraton Yogyakarta Bikin Pangeran Diponegoro Meradang
(jon)