Kisah Jenderal Kopassus Berondong Gerombolan DI/TII Pakai AK-47, Shock Jalani Misi Pertama
Minggu, 15 September 2024 - 09:00 WIB
Tiba-tiba saja terlihat dua orang berlari dari balik pepohonan sambil membawa senjata. Reflek, Soegito langsung memberondongkan AK-47 ke arah dua laki-laki itu. Mereka langsung roboh diterjang timah panas kaliber 7,62 milimeter.
"Tampias Pak, tampias," ujar seorang bintara, yang maksudnya musuh jatuh karena tembakan. Soegito lalu mendatangi korban yang katanya dari tembakan senjatanya, meski ia tidak terlalu yakin.
Sambil berdiri di depan mayat itu, lama mantan Aster Kasum ABRI ini termangu. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Benaknya berkecamuk, pikirannya menerawang tidak jelas dan suara-suara halus bersahutan di batinnya saling berperang.
"Pertama kali saya bunuh orang meski saya tidak yakin betul apakah itu tembakan saya atau dari anggota yang lain," keluh Soegito. Para anggota mengatakan tidak menembak ke arah sasaran itu. Misi pertama dan kontak senjata pertama, yang langsung menjatuhkan korban di pihak lawan.
Bintaranya yang melihat perubahan sikap di dirinya setelah itu, kemudian menegur dan membesarkan hatinya. Dia bilang, lupakan saja kejadian tadi karena begitulah hukumnya dalam bertempur, kalau kita tidak menembak maka kita yang ditembak.
"Saya merasa shock, saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada teman-teman, bahkan sampai sekarang," ujar Soegito.
Menurutnya selain shock, ada perasaan malu jika kondisi ini diceritakannya kepada teman-temannya. Rasa yang hampir sama kembali dialaminya saat perwiranya Mayor Inf Atang Sutresna, gugur bersama beberapa anggota lainnya pada hari pertama Operasi Seroja di Dili, 7 Desember 1975.
Tidak lama kemudian Operasi Kilat dinyatakan selesai setelah Kahar Muzakkar berhasil ditembak mati pada 3 Februari 1965. Mantan Dangrup 1 RPKAD ini dan teman-temannya yang lain kembali ditarik ke Cijantung, dipulangkan dengan menumpang pesawat terbang. Setibanya di Cijantung, kelompok perwira ini langsung diminta mempersiapkan diri guna mengikuti pelatihan komando di Batujajar.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
"Tampias Pak, tampias," ujar seorang bintara, yang maksudnya musuh jatuh karena tembakan. Soegito lalu mendatangi korban yang katanya dari tembakan senjatanya, meski ia tidak terlalu yakin.
Sambil berdiri di depan mayat itu, lama mantan Aster Kasum ABRI ini termangu. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Benaknya berkecamuk, pikirannya menerawang tidak jelas dan suara-suara halus bersahutan di batinnya saling berperang.
"Pertama kali saya bunuh orang meski saya tidak yakin betul apakah itu tembakan saya atau dari anggota yang lain," keluh Soegito. Para anggota mengatakan tidak menembak ke arah sasaran itu. Misi pertama dan kontak senjata pertama, yang langsung menjatuhkan korban di pihak lawan.
Bintaranya yang melihat perubahan sikap di dirinya setelah itu, kemudian menegur dan membesarkan hatinya. Dia bilang, lupakan saja kejadian tadi karena begitulah hukumnya dalam bertempur, kalau kita tidak menembak maka kita yang ditembak.
"Saya merasa shock, saya tidak pernah menceritakan hal ini kepada teman-teman, bahkan sampai sekarang," ujar Soegito.
Menurutnya selain shock, ada perasaan malu jika kondisi ini diceritakannya kepada teman-temannya. Rasa yang hampir sama kembali dialaminya saat perwiranya Mayor Inf Atang Sutresna, gugur bersama beberapa anggota lainnya pada hari pertama Operasi Seroja di Dili, 7 Desember 1975.
Baca Juga
Tidak lama kemudian Operasi Kilat dinyatakan selesai setelah Kahar Muzakkar berhasil ditembak mati pada 3 Februari 1965. Mantan Dangrup 1 RPKAD ini dan teman-temannya yang lain kembali ditarik ke Cijantung, dipulangkan dengan menumpang pesawat terbang. Setibanya di Cijantung, kelompok perwira ini langsung diminta mempersiapkan diri guna mengikuti pelatihan komando di Batujajar.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(kri)
tulis komentar anda