Kehebatan Raden Tumenggung Sosrodilogo, Saudara Ipar Pangeran Diponegoro yang Membuat Belanda Kocar-kacir

Rabu, 21 Agustus 2024 - 07:42 WIB
Raden Tumenggung Sosrodilogo, saudara ipar Pangeran Diponegoro sukses mempermalukan Belanda. Foto/Ilustrasi/Instagram @bojonegorohistory
Di balik kisah perjuangan Pangeran Diponegoro yang heroik, terdapat sosok saudara iparnya, Raden Tumenggung Sosrodilogo, yang juga memainkan peran penting dalam mengobarkan perlawanan terhadap kolonialisme Belanda. Dengan kecerdasan dan keberaniannya, Sosrodilogo memimpin serangan besar-besaran yang membuat Belanda kewalahan, bahkan memaksa seorang Residen Belanda untuk mundur dengan rasa malu.

Raden Tumenggung Sosrodilogo bukanlah sosok biasa. Ia dikenal sebagai pemimpin yang tangguh dan strategis, yang mampu memobilisasi pasukan dari berbagai daerah, termasuk Rembang, untuk melancarkan serangan terhadap Belanda di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dengan dukungan pasukan yang solid, ia berhasil melancarkan serangan besar yang memperlemah posisi Belanda di wilayah tersebut.

Namun, kemenangan ini bukan hanya hasil dari kekuatan fisik pasukan Sosrodilogo. Di balik layar, terdapat tokoh berpengaruh di Rembang, Mas Notorojo, yang memiliki ambisi besar dan tak segan-segan menggunakan segala cara untuk mencapainya. Pengaruh Notorojo menyebar luas hingga ke Madiun, di mana ia berhasil mempengaruhi Bupati Wedana setempat, memperluas skala pemberontakan dan membuat Belanda semakin terpojok.



Situasi semakin genting ketika Kapten Charles de Munck, komandan benteng Belanda di Ngawi, jatuh sakit parah, sehingga pasukan di sana tidak dapat memberikan bantuan yang diperlukan. Melihat situasi ini, Residen Belanda, Nahuys Van Burgst, dengan tergesa-gesa mengatur rencana untuk mempertahankan wilayah Blora yang juga terancam serangan. Ia mengirim pasukan dari Surakarta yang dipimpin oleh JG Dezentjé untuk membantu mengamankan wilayah tersebut.

Namun, meskipun rencana Nahuys Van Burgst tampaknya berhasil mengalihkan perhatian dari Ngawi, sebuah isu tentang pengalihan serangan ke Rajekwesi (kini Bojonegoro) membuat segalanya berubah. Pasukan Belanda justru mengalami kekalahan telak di Rembang dan sekitarnya. Kekalahan ini sangat memalukan, terutama bagi Nahuys yang terpaksa mundur ke Ngawi dengan perasaan kalah.

Kekalahan tersebut juga memicu kecaman dari pihak Belanda, yang menyalahkan "terreur panique" atau rasa panik yang mencekam pasukan berkuda Madiun, meskipun mereka berseragam merah yang mencolok. Kekalahan memalukan ini akhirnya memaksa Belanda untuk mengakui bahwa pemberontakan yang dipimpin oleh Sosrodilogo bukanlah sekadar perlawanan biasa, tetapi ancaman serius yang membutuhkan perhatian dan kekuatan militer besar.

Sebagai respons, markas besar Belanda mengirimkan Kapten Willem Christiaan von Griesheim, seorang komandan berpengalaman, bersama dengan 350 prajurit infanteri, 24 pasukan berkuda, dan dua senjata ringan untuk memadamkan pemberontakan tersebut. Jenderal De Kock, dalam instruksinya, menekankan pentingnya menghancurkan pasukan yang dipimpin oleh saudara ipar Pangeran Diponegoro dan koalisinya.

Kisah kemenangan Raden Tumenggung Sosrodilogo tidak hanya menjadi cerita heroik yang menginspirasi, tetapi juga menunjukkan betapa besar dampaknya terhadap strategi militer Belanda di Jawa. Kemenangan ini adalah bukti bahwa keberanian dan strategi yang tepat dapat menggoyahkan kekuasaan kolonial, bahkan membuat mereka merasakan kekalahan yang memalukan.
(hri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content