Sidang Kasus Dago Elos Bandung, Muller Bersaudara Didakwa Palsukan Dokumen
Selasa, 30 Juli 2024 - 13:50 WIB
“Berdasarkan pemeriksaan labolatorium kriminalistik, akta kelahiran terdakwa 1 (HHM) dan terdakwa 2 (DRM), tidak terdapat kata Muller dalam nama kedua terdakwa. Terdakwa juga tidak pernah mengajukan permohonan perubahan atau menambah nama dalam akta kelahirannya dengan mengajukan permohonan ke pengadilan,” kata Sunarto dalam dakwaannya.
Kemudian, JPU juga menyinggung mengenai klaim kepemilikan lahan dari keduanya berdasarkan Eigendom Vervondings bernomor 3740, 3741 dan 3742.
JPU menyatakan, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, duo Muller bersaudara tidak pernah menguasai maupun meningkatkan status kepemilikan lahannya setelah undang-undang itu diberlakukan.
“Bahwa berdasarkan ketentuan konvensi Undang-undang Pokok Agraria, terdakwa 1 dan terdakwa 2 beserta orang tuanya tidak pernah meningkatkan status eigendom vervondings plus sertifikat, tidak dilakukan pencatatan pada awal berlakunya undang-undang tersebut,” tutur Sunarto.
“Kemudian, terdakwa 1 dan terdakwa 2 tidak pernah melakukan penguasaan atas tanah tersebut. Tanah tersebut telah dikuasai negara sehingga dianggap tanah tersebut telah diterbitkan bukti kepemilikan kepada masyarakat,” ucap Sunarto.
Dengan klaim ini, ujar JPU, Muller bersaudara bisa memenangkan gugatan kepemilikan lahan melawan 335 warga Dago Elos, plus Pemkot Bandung.
Padahal, sebelum gugatan itu dimenangkan Muller bersaudara, sudah ada 73 warga Dago Elos dan pemerintah yang telah 20 tahun menduduki lahan di sana bermodal bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemkot Bandung.
“Akibat perbuatannya, terdakwa 1 dan terdakwa 2 telah membuat kerugian senilai Rp546 miliar,” ujarnya.
Kemudian, JPU juga menyinggung mengenai klaim kepemilikan lahan dari keduanya berdasarkan Eigendom Vervondings bernomor 3740, 3741 dan 3742.
JPU menyatakan, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, duo Muller bersaudara tidak pernah menguasai maupun meningkatkan status kepemilikan lahannya setelah undang-undang itu diberlakukan.
“Bahwa berdasarkan ketentuan konvensi Undang-undang Pokok Agraria, terdakwa 1 dan terdakwa 2 beserta orang tuanya tidak pernah meningkatkan status eigendom vervondings plus sertifikat, tidak dilakukan pencatatan pada awal berlakunya undang-undang tersebut,” tutur Sunarto.
“Kemudian, terdakwa 1 dan terdakwa 2 tidak pernah melakukan penguasaan atas tanah tersebut. Tanah tersebut telah dikuasai negara sehingga dianggap tanah tersebut telah diterbitkan bukti kepemilikan kepada masyarakat,” ucap Sunarto.
Dengan klaim ini, ujar JPU, Muller bersaudara bisa memenangkan gugatan kepemilikan lahan melawan 335 warga Dago Elos, plus Pemkot Bandung.
Padahal, sebelum gugatan itu dimenangkan Muller bersaudara, sudah ada 73 warga Dago Elos dan pemerintah yang telah 20 tahun menduduki lahan di sana bermodal bukti kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemkot Bandung.
“Akibat perbuatannya, terdakwa 1 dan terdakwa 2 telah membuat kerugian senilai Rp546 miliar,” ujarnya.
(shf)
tulis komentar anda