7 Keturunan Tionghoa dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia, Siapa Saja?
Selasa, 30 Juli 2024 - 10:38 WIB
Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia melibatkan berbagai elemen masyarakat, tanpa memandang gender, usia, atau latar belakang etnis. Salah satu kelompok yang turut berperan penting adalah keturunan Tionghoa yang menetap di Nusantara.
Mereka berjuang tanpa pandang bulu, baik di medan tempur, ranah politik, maupun sebagai mata-mata dan tenaga medis. Berikut adalah tujuh pahlawan keturunan Tionghoa yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia:
Lahir di Balaraja, Tangerang pada 7 Februari 1893, Lie Eng Hok adalah salah satu tokoh Tionghoa yang terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Memulai karier sebagai jurnalis di surat kabar Tionghoa pada 1910-an, Lie Eng Hok terkenal setelah mempelopori gerakan pemberontakan di Banten pada 1926.
Dalam aksi ini, ia mengamati gerak-gerik pasukan Belanda dan menyampaikan informasi penting kepada para pejuang. Akibatnya, ia ditahan dan diasingkan ke Boven Digoel (Tanah Merah), Papua, selama lima tahun dari 1927 hingga 1932.
Meskipun ditawari kerjasama oleh Belanda, Lie Eng Hok memilih untuk tetap setia pada perjuangan dengan hidup sederhana sebagai tukang tambal sepatu.
Jasa-jasanya diakui pemerintah Indonesia, dan pada 1959, dua tahun sebelum wafat, ia dianugerahi gelar Perintis Kemerdekaan RI. Lie Eng Hok dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang.
Mereka berjuang tanpa pandang bulu, baik di medan tempur, ranah politik, maupun sebagai mata-mata dan tenaga medis. Berikut adalah tujuh pahlawan keturunan Tionghoa yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia:
1. Lie Eng Hok
Lahir di Balaraja, Tangerang pada 7 Februari 1893, Lie Eng Hok adalah salah satu tokoh Tionghoa yang terlibat aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Memulai karier sebagai jurnalis di surat kabar Tionghoa pada 1910-an, Lie Eng Hok terkenal setelah mempelopori gerakan pemberontakan di Banten pada 1926.
Dalam aksi ini, ia mengamati gerak-gerik pasukan Belanda dan menyampaikan informasi penting kepada para pejuang. Akibatnya, ia ditahan dan diasingkan ke Boven Digoel (Tanah Merah), Papua, selama lima tahun dari 1927 hingga 1932.
Meskipun ditawari kerjasama oleh Belanda, Lie Eng Hok memilih untuk tetap setia pada perjuangan dengan hidup sederhana sebagai tukang tambal sepatu.
Jasa-jasanya diakui pemerintah Indonesia, dan pada 1959, dua tahun sebelum wafat, ia dianugerahi gelar Perintis Kemerdekaan RI. Lie Eng Hok dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang.
2. John Lie
tulis komentar anda