7 Keturunan Tionghoa dalam Sejarah Kemerdekaan Indonesia, Siapa Saja?
Selasa, 30 Juli 2024 - 10:38 WIB
John Lie terkenal karena berhasil menembus blokade Belanda di Sumatera dan menukar komoditas Indonesia dengan senjata.
Kapal yang dipimpinnya selalu berhasil lolos dari kejaran musuh. Pada 1950, John Lie juga berperan aktif dalam menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) dan pemberontakan PRRI. Atas jasa-jasanya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2009.
Sho Bun Seng adalah seorang penggiat seni yang aktif dalam kelompok sandiwara Dardanela di Aceh pada 1920-an. Pada 1926, ia pindah ke Padang dan bergabung dengan kelompok gerilya pimpinan Letnan Kolonel Ismail Lengah.
Bun Seng yang berbakat dalam seni sandiwara, diberi tugas untuk memata-matai Pao An Tui, kelompok Tionghoa yang pro-Belanda. Setelah kemerdekaan, ia bergabung dengan Batalyon Pagarruyung, terlibat dalam penumpasan pemberontakan DI/TII, dan berbagai aktivitas lainnya. Sho Bun Seng meninggal pada tahun 2000 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Tjia Giok Thwam, yang dikenal juga sebagai Basuki Hidayat, lahir di Surabaya pada 1927. Ia mulai berjuang melawan Belanda pada usia 18 tahun dengan bergabung dalam Pasukan 19 Corps Mahasiswa Djawa Timur (CMDT).
Perjuangannya berlanjut hingga 1950, ketika ia mundur dari dunia militer melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Tjia Giok Thwam menerima sejumlah tanda kehormatan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Malang.
Lahir pada 1933, Ferry Sie King Lien berasal dari keluarga mapan di Surakarta, Jawa Tengah. Pada usia 16 tahun, ia bergabung dalam pertempuran di Solo pada 1949. Bersama empat rekannya, ia menjalankan misi untuk memobilisasi rakyat melawan Belanda.
Kapal yang dipimpinnya selalu berhasil lolos dari kejaran musuh. Pada 1950, John Lie juga berperan aktif dalam menumpas gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) dan pemberontakan PRRI. Atas jasa-jasanya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2009.
3. Sho Bun Seng
Sho Bun Seng adalah seorang penggiat seni yang aktif dalam kelompok sandiwara Dardanela di Aceh pada 1920-an. Pada 1926, ia pindah ke Padang dan bergabung dengan kelompok gerilya pimpinan Letnan Kolonel Ismail Lengah.
Bun Seng yang berbakat dalam seni sandiwara, diberi tugas untuk memata-matai Pao An Tui, kelompok Tionghoa yang pro-Belanda. Setelah kemerdekaan, ia bergabung dengan Batalyon Pagarruyung, terlibat dalam penumpasan pemberontakan DI/TII, dan berbagai aktivitas lainnya. Sho Bun Seng meninggal pada tahun 2000 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
4. Tjia Giok Thwam
Tjia Giok Thwam, yang dikenal juga sebagai Basuki Hidayat, lahir di Surabaya pada 1927. Ia mulai berjuang melawan Belanda pada usia 18 tahun dengan bergabung dalam Pasukan 19 Corps Mahasiswa Djawa Timur (CMDT).
Perjuangannya berlanjut hingga 1950, ketika ia mundur dari dunia militer melanjutkan studi di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Tjia Giok Thwam menerima sejumlah tanda kehormatan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Malang.
5. Ferry Sie King Lien
Lahir pada 1933, Ferry Sie King Lien berasal dari keluarga mapan di Surakarta, Jawa Tengah. Pada usia 16 tahun, ia bergabung dalam pertempuran di Solo pada 1949. Bersama empat rekannya, ia menjalankan misi untuk memobilisasi rakyat melawan Belanda.
tulis komentar anda