Cerita Etnis Tionghoa Pertama Masuk Nusantara di Masa Kerajaan Sriwijaya
loading...
A
A
A
TAHUNBaru Imlek yang jatuh pada Rabu (29/1/2025) hari ini, juga dirayakan oleh etnis Tionghoa di Indonesia. Etnis Tionghoa menjadi bagian dari keberagaman etnis, suku, budaya, dan agama di Indonesia yang diakui oleh negara sejak era pemerintahan Presiden Abdulrahman Wahid atau Gus Dur.
Namun sejak kapan sebenarnya etnis Tionghoa masuk ke Indonesia ada beragam versi sejarahnya. Etnis Tionghoa tercatat sudah lama masuk ke Indonesia yang dahulu masih Nusantara untuk berdagang.
Konon etnis Tionghoa masuk ke Indonesia semenjak masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya . Masuknya etnis Tionghoa diawali dengan pendeta Tionghoa yang melakukan perjalanan ke Sriwijaya. Jauh sebelum itu para etnis Tionghoa telah sering mengembara dari negerinya di China.
Sumber berita Tionghoa menguraikan bahwa Fa-hien adalah pendeta Tionghoa pertama kali yang pertama kali mengunjungi Pulau Jawa dalam perjalanannya ke India. Konon catatan perjalanan itu berlangsung di tahun 399 sampai 414, sebagaimana diuraikan pada bukunya Fahueku, yang dikutip dari buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" dari Prof. Slamet Muljana.
Seratus tahun kemudian atau pada tahun 518, Sunyun dan Hwui-ing berziarah melakukan perjalanan dari Tiongkok ke India. Namun uraiannya lebih singkat dibanding dengan uraian pendeta-pendeta lainnya.
Pada tahun 671 pendeta I-tsing konon berangkat dari Kanton ke Nalanda melalui Sriwijaya. Pengembaraan I-tsing di luar Tiongkok ini berlangsung selama 25 tahun. Ia kembali ke Kwang-tung pada pertengahan musim panas tahun pertama atau sekitar 695 Masehi.
Konon hingga abad 7 Masehi, hanya pendeta Buddha Tionghoa yang memainkan perjalanan dari India untuk mengunjungi Sriwijaya, di Pulau Sumatera. Sudah pasti di zaman Sriwijaya itu telah ada hubungan pelayaran yang teratur antara Tiongkok (Kanton) dan pelabuhan Melayu di Kerajaan Sriwijaya.
Kapal yang berlayar dari Kanton ke Sriwijaya dan kebalikannya adalah kapal dagang. Pendeta I-tsing tidak pernah menyinggung adanya orang-orang Tionghoa yang menetap di pelabuhan Melayu atau di pelabuhan Sriwijaya. Sementara kapal dagang yang berlayar dari pelabuhan Melayu ke Kanton atau sebaliknya kebanyakan adalah kapal asing, kapal Persia, atau Kapal India.
Namun sejak kapan sebenarnya etnis Tionghoa masuk ke Indonesia ada beragam versi sejarahnya. Etnis Tionghoa tercatat sudah lama masuk ke Indonesia yang dahulu masih Nusantara untuk berdagang.
Konon etnis Tionghoa masuk ke Indonesia semenjak masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya . Masuknya etnis Tionghoa diawali dengan pendeta Tionghoa yang melakukan perjalanan ke Sriwijaya. Jauh sebelum itu para etnis Tionghoa telah sering mengembara dari negerinya di China.
Sumber berita Tionghoa menguraikan bahwa Fa-hien adalah pendeta Tionghoa pertama kali yang pertama kali mengunjungi Pulau Jawa dalam perjalanannya ke India. Konon catatan perjalanan itu berlangsung di tahun 399 sampai 414, sebagaimana diuraikan pada bukunya Fahueku, yang dikutip dari buku "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara" dari Prof. Slamet Muljana.
Seratus tahun kemudian atau pada tahun 518, Sunyun dan Hwui-ing berziarah melakukan perjalanan dari Tiongkok ke India. Namun uraiannya lebih singkat dibanding dengan uraian pendeta-pendeta lainnya.
Pada tahun 671 pendeta I-tsing konon berangkat dari Kanton ke Nalanda melalui Sriwijaya. Pengembaraan I-tsing di luar Tiongkok ini berlangsung selama 25 tahun. Ia kembali ke Kwang-tung pada pertengahan musim panas tahun pertama atau sekitar 695 Masehi.
Konon hingga abad 7 Masehi, hanya pendeta Buddha Tionghoa yang memainkan perjalanan dari India untuk mengunjungi Sriwijaya, di Pulau Sumatera. Sudah pasti di zaman Sriwijaya itu telah ada hubungan pelayaran yang teratur antara Tiongkok (Kanton) dan pelabuhan Melayu di Kerajaan Sriwijaya.
Kapal yang berlayar dari Kanton ke Sriwijaya dan kebalikannya adalah kapal dagang. Pendeta I-tsing tidak pernah menyinggung adanya orang-orang Tionghoa yang menetap di pelabuhan Melayu atau di pelabuhan Sriwijaya. Sementara kapal dagang yang berlayar dari pelabuhan Melayu ke Kanton atau sebaliknya kebanyakan adalah kapal asing, kapal Persia, atau Kapal India.