Kisah Perjalanan Mpu Sindok, Memindahkan Ibu Kota Kerajaan Mataram Kuno ke Timur
Minggu, 09 Juni 2024 - 07:28 WIB
Pada zaman dahulu, di tengah megahnya Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Pulau Jawa bagian tengah, terjadilah peristiwa besar yang mengguncang stabilitas kerajaan. Gunung Merapi meletus dengan dahsyat, mengirimkan awan panas dan lahar yang menghancurkan istana serta hampir seluruh bangunan penting di ibu kota. Letusan ini terjadi saat Dyah Wawa memerintah, dan akibatnya, sang raja menghilang, konon tertelan oleh material vulkanik yang menyelimuti kerajaan.
Namun, sebelum bencana alam ini terjadi, sudah ada pergolakan besar yang mengguncang Kerajaan Mataram Kuno. Mpu Sindok, seorang tokoh yang penuh ambisi dan kecerdikan, telah mempersiapkan langkah-langkah besar yang akan mengubah arah sejarah kerajaan tersebut.
Mpu Sindok adalah seorang pendukung setia dari pemberontakan yang dilakukan oleh Rakai Sumba Dyah Wawa terhadap pemerintahan Rakai Layang Dyah Tuludong di Medang. Pemberontakan ini berhasil menggulingkan Dyah Tuludong dan mengangkat Dyah Wawa ke tahta kerajaan. Sebagai penghargaan atas jasanya, Mpu Sindok diberi jabatan Rakryan Mahapatih Hino dan menikah dengan putri Dyah Wawa, Sri Wardhani Mpu Kebi.
Ketika Gunung Merapi meletus, Mpu Sindok tidak hanya melihat bencana ini sebagai tragedi tetapi juga sebagai peluang untuk melakukan perubahan besar. Dengan istana yang hancur dan Dyah Wawa yang hilang, Mpu Sindok dinobatkan sebagai raja pengganti. Keputusan pertama yang diambilnya adalah memindahkan pusat pemerintahan ke tempat yang lebih aman dan strategis.
Berdasarkan Prasasti Turyan, Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan ke Tamlang. Namun, satu tahun kemudian, dia memindahkan lagi pusat pemerintahannya dari Tamlang ke Watugaluh, sebagaimana tertulis dalam Prasasti Paradah dan Prasasti Anjukladang. Alasan utama pemindahan ini adalah kondisi alam Bhumi Mataram yang tertutup dari dunia luar pasca erupsi Gunung Merapi. Hal ini menyulitkan perkembangan kerajaan sesuai dengan visi Mpu Sindok.
Tamlang dan Watugaluh, di sisi lain, menawarkan peluang yang lebih besar. Kedua lokasi ini lebih terbuka untuk mengembangkan aktivitas perdagangan dengan dunia luar. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas menjadi jalur penting yang menghubungkan pedalaman dengan pantai, memudahkan perdagangan dan komunikasi. Selain itu, tanah di Tamlang dan Watugaluh masih subur, memberikan dasar yang kuat untuk pertanian dan pengembangan ekonomi.
Selain alasan geografis dan ekonomi, pemindahan ibu kota juga memiliki alasan politik. Mpu Sindok ingin menghindari serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Setelah Dinasti Sailendra terdesak dari Jawa Tengah dan menetap di Sumatera, mereka menjadi ancaman serius bagi Dinasti Sanjaya di Mataram. Memindahkan pusat pemerintahan ke timur adalah strategi Mpu Sindok untuk mengamankan kerajaan dari ancaman eksternal.
Dengan memindahkan ibu kota kerajaan, Mpu Sindok berhasil membawa Mataram Kuno ke era baru. Perubahan ini tidak hanya menyelamatkan kerajaan dari bencana alam dan ancaman politik, tetapi juga membuka peluang baru untuk perkembangan ekonomi dan perdagangan. Kerajaan Mataram Kuno pun terus berkembang, mewujudkan visi Mpu Sindok untuk membangun kerajaan yang kuat dan makmur, siap menyongsong masa depan yang gemilang.
Namun, sebelum bencana alam ini terjadi, sudah ada pergolakan besar yang mengguncang Kerajaan Mataram Kuno. Mpu Sindok, seorang tokoh yang penuh ambisi dan kecerdikan, telah mempersiapkan langkah-langkah besar yang akan mengubah arah sejarah kerajaan tersebut.
Mpu Sindok adalah seorang pendukung setia dari pemberontakan yang dilakukan oleh Rakai Sumba Dyah Wawa terhadap pemerintahan Rakai Layang Dyah Tuludong di Medang. Pemberontakan ini berhasil menggulingkan Dyah Tuludong dan mengangkat Dyah Wawa ke tahta kerajaan. Sebagai penghargaan atas jasanya, Mpu Sindok diberi jabatan Rakryan Mahapatih Hino dan menikah dengan putri Dyah Wawa, Sri Wardhani Mpu Kebi.
Ketika Gunung Merapi meletus, Mpu Sindok tidak hanya melihat bencana ini sebagai tragedi tetapi juga sebagai peluang untuk melakukan perubahan besar. Dengan istana yang hancur dan Dyah Wawa yang hilang, Mpu Sindok dinobatkan sebagai raja pengganti. Keputusan pertama yang diambilnya adalah memindahkan pusat pemerintahan ke tempat yang lebih aman dan strategis.
Berdasarkan Prasasti Turyan, Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan ke Tamlang. Namun, satu tahun kemudian, dia memindahkan lagi pusat pemerintahannya dari Tamlang ke Watugaluh, sebagaimana tertulis dalam Prasasti Paradah dan Prasasti Anjukladang. Alasan utama pemindahan ini adalah kondisi alam Bhumi Mataram yang tertutup dari dunia luar pasca erupsi Gunung Merapi. Hal ini menyulitkan perkembangan kerajaan sesuai dengan visi Mpu Sindok.
Tamlang dan Watugaluh, di sisi lain, menawarkan peluang yang lebih besar. Kedua lokasi ini lebih terbuka untuk mengembangkan aktivitas perdagangan dengan dunia luar. Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas menjadi jalur penting yang menghubungkan pedalaman dengan pantai, memudahkan perdagangan dan komunikasi. Selain itu, tanah di Tamlang dan Watugaluh masih subur, memberikan dasar yang kuat untuk pertanian dan pengembangan ekonomi.
Selain alasan geografis dan ekonomi, pemindahan ibu kota juga memiliki alasan politik. Mpu Sindok ingin menghindari serangan dari Kerajaan Sriwijaya. Setelah Dinasti Sailendra terdesak dari Jawa Tengah dan menetap di Sumatera, mereka menjadi ancaman serius bagi Dinasti Sanjaya di Mataram. Memindahkan pusat pemerintahan ke timur adalah strategi Mpu Sindok untuk mengamankan kerajaan dari ancaman eksternal.
Dengan memindahkan ibu kota kerajaan, Mpu Sindok berhasil membawa Mataram Kuno ke era baru. Perubahan ini tidak hanya menyelamatkan kerajaan dari bencana alam dan ancaman politik, tetapi juga membuka peluang baru untuk perkembangan ekonomi dan perdagangan. Kerajaan Mataram Kuno pun terus berkembang, mewujudkan visi Mpu Sindok untuk membangun kerajaan yang kuat dan makmur, siap menyongsong masa depan yang gemilang.
(hri)
tulis komentar anda