Kisah Mukhlasin, Pedagang Tempe Keliling yang Sukses Antar Putranya Bisa Kuliah ke Jepang
Minggu, 17 Maret 2024 - 15:35 WIB
Tawaran itu membuat Mukhlasin semringah. Sebab, perusahaan di Jepang itu akan mengontrak putranya selama tiga tahun serta diikutkan program pendidikan strata satu (sarjana). Aldi juga akan mendapatkan gaji setara Rp20 juta per bulan selama bekerja.
Namun, biaya akomodasi dan tiket pesawat yang harus dibayar secara mandiri sebesar Rp10 juta membuat Mukhlas berpikir ulang. Sebab, saat itu dia tidak punya uang simpanan.
Pada saat bersamaan usaha tempenya sedang seret karena pandemi Covid-19. Akibatnya, Mukhlasin tidak bisa leluasa ke Surabaya karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Bingung gak karu-karuan saat itu. Pas Covid-19. Pas anak butuh uang untuk berangkat. Mau buka usaha lain juga tidak bisa karena modal tidak ada," katanya.
Di tengah situasi sulit itulah seorang teman memberikan saran agar Mukhlasin memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI. Harapannya, dia punya modal untuk membuka usaha baru di rumah selama masa pandemi, sehingga, sisa tabungan bisa untuk tambahan biaya akomodasi putra sulungnya ke Jepang.
Bermodal KTP, Mukhlasin lantas mendatangi kantor BRI unit Wonosari-Ngajum dan mengajukan pinjaman Rp15 juta dengan tenor (jangka waktu pengembalian) tiga tahun. "Setelah itu ada mantri datang ke rumah, survei. Pas seminggu berikutnya uang cair," katanya.
Uang Rp15 juta itulah yang dipakai Mukhlasin membuka usaha aneka olahan tempe di rumah. Dengan bantuan istri, Mukhlasin membuat kering tempe, mendol hingga keripik tempe yang dijajakan secara online dan tetangga rumah.
Ikhtiar Mukhlasin ternyata berhasil. Usaha baru yang dirintis bersama keluarga mendapat respons bagus pasar. Bahkan, waktu itu dia mendapat banyak pesanan dalam jumlah besar. Keuntungan dari hasil usaha tempe itulah yang akhirnya bisa untuk membiayai putranya berangkat ke Jepang.
"Saya enggak berani utang pinjol atau rentenir. Sudah banyak kasusnya. Ada yang stres sampai bunuh diri karena enggak bisa bayar," ujarnya.
Begitulah, KUR BRI masih menjadi andalan para pelaku usaha, terutama UMKM untuk terus berkembang. Bunga yang hanya 0,5 persen per bulan menjadi solusi jitu bagi para pelaku UMKM saat mengalami kesulitan modal. Pada akhirnya, usaha mereka bisa survive dan naik kelas.
Namun, biaya akomodasi dan tiket pesawat yang harus dibayar secara mandiri sebesar Rp10 juta membuat Mukhlas berpikir ulang. Sebab, saat itu dia tidak punya uang simpanan.
Pada saat bersamaan usaha tempenya sedang seret karena pandemi Covid-19. Akibatnya, Mukhlasin tidak bisa leluasa ke Surabaya karena ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Bingung gak karu-karuan saat itu. Pas Covid-19. Pas anak butuh uang untuk berangkat. Mau buka usaha lain juga tidak bisa karena modal tidak ada," katanya.
Di tengah situasi sulit itulah seorang teman memberikan saran agar Mukhlasin memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI. Harapannya, dia punya modal untuk membuka usaha baru di rumah selama masa pandemi, sehingga, sisa tabungan bisa untuk tambahan biaya akomodasi putra sulungnya ke Jepang.
Bermodal KTP, Mukhlasin lantas mendatangi kantor BRI unit Wonosari-Ngajum dan mengajukan pinjaman Rp15 juta dengan tenor (jangka waktu pengembalian) tiga tahun. "Setelah itu ada mantri datang ke rumah, survei. Pas seminggu berikutnya uang cair," katanya.
Uang Rp15 juta itulah yang dipakai Mukhlasin membuka usaha aneka olahan tempe di rumah. Dengan bantuan istri, Mukhlasin membuat kering tempe, mendol hingga keripik tempe yang dijajakan secara online dan tetangga rumah.
Ikhtiar Mukhlasin ternyata berhasil. Usaha baru yang dirintis bersama keluarga mendapat respons bagus pasar. Bahkan, waktu itu dia mendapat banyak pesanan dalam jumlah besar. Keuntungan dari hasil usaha tempe itulah yang akhirnya bisa untuk membiayai putranya berangkat ke Jepang.
"Saya enggak berani utang pinjol atau rentenir. Sudah banyak kasusnya. Ada yang stres sampai bunuh diri karena enggak bisa bayar," ujarnya.
Begitulah, KUR BRI masih menjadi andalan para pelaku usaha, terutama UMKM untuk terus berkembang. Bunga yang hanya 0,5 persen per bulan menjadi solusi jitu bagi para pelaku UMKM saat mengalami kesulitan modal. Pada akhirnya, usaha mereka bisa survive dan naik kelas.
tulis komentar anda