Kisah Mukhlasin, Pedagang Tempe Keliling yang Sukses Antar Putranya Bisa Kuliah ke Jepang
Minggu, 17 Maret 2024 - 15:35 WIB
MALANG - Kerja keras Mukhlasin (55) sebagai pedagang tempe keliling berbuah manis. Bapak dua anak itu sukses mengantarkan putra sulungnya magang di perusahaan pembuatan kapal di Jepang sekaligus kuliah.
Suara tarhim dari corong masjid memecah hening Desa Palaan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang . Senandung selawat itu terdengar merdu, menyusup lubang jendela rumah Mukhlasin di pinggiran desa.
Pukul 03.00 WIB, Mukhlasin sudah terbangun. Dia berkemas, menyiapkan tempe dan tahu serta olahan kering tempe buatan istri. Barang dagangan dikemas rapi dan siap untuk dijajakan di Kota Surabaya.
Mukhlasin harus bergegas. Jarak dari rumah ke Terminal Arjosari Malang, lumayan jauh. Butuh waktu satu jam perjalanan dengan sepeda motor.
Untuk itu Mukhlasin selalu memilih salat subuh di masjid terminal. Tidak berjemaah bersama istri di rumah. Dia harus mengejar bus pertama menuju Kota Pahlawan agar tidak kesiangan. "Kalau kesiangan, rezekine iso ilang," katanya saat ditemui di Surabaya, Kamis (14/3/2024).
Sudah 20 tahun Mukhlasin menjalani profesi ini. Selama itu pula dia bolak balik Malang-Surabaya setiap hari. Berangkat sebelum subuh, lalu tiba kembali di rumah saat azan asar berkumandang.
Lelah sudah pasti dia rasakan karena saban hari harus menempuh rute panjang Surabaya-Malang. Belum lagi berbagai risiko di sepanjang jalan selama berdagang.
Tetapi, itulah jalan rezeki Mukhlasin. Jalan yang mungkin tak semulus orang lain. "Isone mung ngene. Yo opo maneh (Bisanya cuma begini. Mau bagaimana lagi)," katanya ikhlas.
Suara tarhim dari corong masjid memecah hening Desa Palaan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang . Senandung selawat itu terdengar merdu, menyusup lubang jendela rumah Mukhlasin di pinggiran desa.
Pukul 03.00 WIB, Mukhlasin sudah terbangun. Dia berkemas, menyiapkan tempe dan tahu serta olahan kering tempe buatan istri. Barang dagangan dikemas rapi dan siap untuk dijajakan di Kota Surabaya.
Mukhlasin harus bergegas. Jarak dari rumah ke Terminal Arjosari Malang, lumayan jauh. Butuh waktu satu jam perjalanan dengan sepeda motor.
Baca Juga
Untuk itu Mukhlasin selalu memilih salat subuh di masjid terminal. Tidak berjemaah bersama istri di rumah. Dia harus mengejar bus pertama menuju Kota Pahlawan agar tidak kesiangan. "Kalau kesiangan, rezekine iso ilang," katanya saat ditemui di Surabaya, Kamis (14/3/2024).
Sudah 20 tahun Mukhlasin menjalani profesi ini. Selama itu pula dia bolak balik Malang-Surabaya setiap hari. Berangkat sebelum subuh, lalu tiba kembali di rumah saat azan asar berkumandang.
Lelah sudah pasti dia rasakan karena saban hari harus menempuh rute panjang Surabaya-Malang. Belum lagi berbagai risiko di sepanjang jalan selama berdagang.
Tetapi, itulah jalan rezeki Mukhlasin. Jalan yang mungkin tak semulus orang lain. "Isone mung ngene. Yo opo maneh (Bisanya cuma begini. Mau bagaimana lagi)," katanya ikhlas.
tulis komentar anda