Pengamatan Hilal dari Obeservatorium Bosscha Terhalang Mendung
Minggu, 10 Maret 2024 - 18:49 WIB
BANDUNG - Pengamatan hilal yang dilakukan sejumlah peneliti di Observatorium Bosscha ITB Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Minggu (10/3/2024), terhalang mendung.
Astronom Observatorium Bosscha , Muhammad Yusuf mengatakan sampai saat ini kondisi hilal masih belum terlihat karena cuaca mendung dan kondisi bulan yang sulit diamati. "Sampai sekarang hilal belum bisa terlihat dari observatorium Boscha,” ujar Yusuf.
Yusuf menambahkan bahwa elongasi bulan terlalu kecil, yang berarti jarak antara matahari dan bulan saat terlihat di langit hanya sedikit. Ketinggiannya hanya kurang dari 1 derajat dari ufuk.
“Kami hanya punya waktu sekitar 5 menit untuk bisa mengamatinya, karena perbedaan waktu terbenamnya matahari dan bulan sekitar 5 menit,” jelasnya.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Yusuf menyatakan bahwa kemungkinan besar pengamatan akan sulit dilakukan dengan cuaca dan kondisi bulan saat ini.
Namun, keputusan akhir terkait dengan penentuan awal bulan baru tetap akan diserahkan kepada otoritas yang berwenang, yaitu Kementerian Agama Republik Indonesia.
“Sekali lagi, keputusan untuk pergantian bulan baru selalu kita serahkan kepada yang berwenang di Kementerian Agama RI. Kami hanya mengumpulkan data dan melaporkan hasil penelitian kami di sini,” pungkasnya.
Berdasarkan definisi, hilal adalah sabit termuda yang bisa dilihat setelah matahari terbenam. Ada beberapa kriteria yang disepakati, contohnya kriteria terbaru dari Neo MABIMS yang mengisyaratkan ketinggiannya itu harus 3 derajat, kemudian elongasinya harus 6,4 derajat.
Namun, untuk yang saat ini jika dilihat dari sisi kriteria dan berdasarkan ketinggian derajat di wilayah terbarat Indonesia, masih jauh dibawah kriteria yang ditetapkan Neo MABIMS.
Ketinggian saat ini kurang dari 1 derajat dan dengan elongasi 2,6 derajat. Yang terbilang akan kecil dan sangat kecil kemungkinannya dan bisa terlihat walaupun cuacanya cerah.
Astronom Observatorium Bosscha , Muhammad Yusuf mengatakan sampai saat ini kondisi hilal masih belum terlihat karena cuaca mendung dan kondisi bulan yang sulit diamati. "Sampai sekarang hilal belum bisa terlihat dari observatorium Boscha,” ujar Yusuf.
Yusuf menambahkan bahwa elongasi bulan terlalu kecil, yang berarti jarak antara matahari dan bulan saat terlihat di langit hanya sedikit. Ketinggiannya hanya kurang dari 1 derajat dari ufuk.
“Kami hanya punya waktu sekitar 5 menit untuk bisa mengamatinya, karena perbedaan waktu terbenamnya matahari dan bulan sekitar 5 menit,” jelasnya.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, Yusuf menyatakan bahwa kemungkinan besar pengamatan akan sulit dilakukan dengan cuaca dan kondisi bulan saat ini.
Namun, keputusan akhir terkait dengan penentuan awal bulan baru tetap akan diserahkan kepada otoritas yang berwenang, yaitu Kementerian Agama Republik Indonesia.
“Sekali lagi, keputusan untuk pergantian bulan baru selalu kita serahkan kepada yang berwenang di Kementerian Agama RI. Kami hanya mengumpulkan data dan melaporkan hasil penelitian kami di sini,” pungkasnya.
Berdasarkan definisi, hilal adalah sabit termuda yang bisa dilihat setelah matahari terbenam. Ada beberapa kriteria yang disepakati, contohnya kriteria terbaru dari Neo MABIMS yang mengisyaratkan ketinggiannya itu harus 3 derajat, kemudian elongasinya harus 6,4 derajat.
Namun, untuk yang saat ini jika dilihat dari sisi kriteria dan berdasarkan ketinggian derajat di wilayah terbarat Indonesia, masih jauh dibawah kriteria yang ditetapkan Neo MABIMS.
Ketinggian saat ini kurang dari 1 derajat dan dengan elongasi 2,6 derajat. Yang terbilang akan kecil dan sangat kecil kemungkinannya dan bisa terlihat walaupun cuacanya cerah.
(wib)
tulis komentar anda