Guru Besar Universitas Andalas Minta Presiden Jokowi Hentikan Praktik Politik Dinasti
Jum'at, 02 Februari 2024 - 19:48 WIB
Etika kenegarawanan dan ketidak berpihakan harus menjadi prinsip utama yang dijunjung tinggi. Sengkarut di berbagai lini yang terjadi di Indonesia pada saat ini, disebabkan air keruh dari hulu, karena ada gajah besar yang menyeberang, yang mengakibatkan air keruh sampai ke muara.
“Artinya, semua sengkarut yang terjadi ini karena ulah dan perilaku elit, yang mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, seumpama kusut sarang burung tempua, maka solusinya adalah dibakar dengan api,” ucapnya.
Perilaku penguasa yang cenderung bersultan di mata, ber-raja di hati, harus dihentikan dengan segera, karena “Raja Alim Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah”.
“Cukup sudah Indonesia berada di situasi demokrasi yang centang-perenang ini,” tegasnya.
Saat ini adalah momentum bagi seluruh lapisan masyarakat untuk bangkit melakukan koreksi serta perlawanan terhadap pelemahan demokrasi secara terstruktur.
Perguruan Tinggi, sebagai institusi yang menjaga etika dan nilai-nilai kebaikan, harus tampil sebagai garda terdepan dalam melawan segala bentuk pelemahan terhadap demokrasi, penguatan oligarki, dan sikap politik keliru yang sedang dipertontonkan oleh Presiden.
“Kami, civitas academica, bersumpah untuk tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi juga pelaku perubahan,” tegasnya.
Perguruan tinggi sebagai benteng moral kebaikan, dan pelindung demokrasi di negeri ini, atas nama civitas akademika Universitas Andalas.
“Menolak segala bentuk praktik politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan pemilu,” ujarnya.
Civitas akademik juga menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu, serta menjalankan tugas sesuai amanah reformasi konstitusi.
“Artinya, semua sengkarut yang terjadi ini karena ulah dan perilaku elit, yang mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, seumpama kusut sarang burung tempua, maka solusinya adalah dibakar dengan api,” ucapnya.
Perilaku penguasa yang cenderung bersultan di mata, ber-raja di hati, harus dihentikan dengan segera, karena “Raja Alim Raja Disembah, Raja Zalim Raja Disanggah”.
“Cukup sudah Indonesia berada di situasi demokrasi yang centang-perenang ini,” tegasnya.
Saat ini adalah momentum bagi seluruh lapisan masyarakat untuk bangkit melakukan koreksi serta perlawanan terhadap pelemahan demokrasi secara terstruktur.
Perguruan Tinggi, sebagai institusi yang menjaga etika dan nilai-nilai kebaikan, harus tampil sebagai garda terdepan dalam melawan segala bentuk pelemahan terhadap demokrasi, penguatan oligarki, dan sikap politik keliru yang sedang dipertontonkan oleh Presiden.
“Kami, civitas academica, bersumpah untuk tidak hanya menjadi penonton pasif, tetapi juga pelaku perubahan,” tegasnya.
Perguruan tinggi sebagai benteng moral kebaikan, dan pelindung demokrasi di negeri ini, atas nama civitas akademika Universitas Andalas.
“Menolak segala bentuk praktik politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi. Mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan pemilu,” ujarnya.
Civitas akademik juga menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu, serta menjalankan tugas sesuai amanah reformasi konstitusi.
tulis komentar anda