Kisah Pangeran Diponegoro Dekat dengan Alam saat Semadi Dikelilingi Pepohonan
Selasa, 24 Oktober 2023 - 06:15 WIB
Pangeran Diponegoro konon menyukai alam dengan latarbelakang pepohonan dan taman. Hal ini terlihat dari tempat tinggalnya bersama neneknya Ratu Ageng. Di rumah tersebut memang Pangeran Diponegoro tinggal tampak tembok batu tinggi yang mengelilingi halaman dan banyak pohon buah-buahan.
Meskipun tempat tinggal asli dan kawasan pertanian itu dibangun atas perintah Ratu Ageng, Diponegoro kelihatannya ikut menentukan terutama pada wajah setelahnya. Dalam babadnya, ia menceritakan betapa banyak bangunan diperbaiki dan diperluas setelah nenek buyutnya wafat ketika ia berusia 18 tahun. Hal ini mungkin untuk menampung pengunjung yang kian meningkat, terutama para santri pengembara yang ikut berdoa dan mendiskusikan soal-soal agama.
Seperti yang sebelumnya dilakukan Ratu Ageng, Pangeran Diponegoro menaruh perhatian pada pengaturan pepohonan dan kolam - kolam di tanah pertanian. la kemudian membangun sendiri suatu tempat semedi di Selorejo, tepat di luar tembok timur laut Tegalrejo, sebagaimana dikisahkan pada "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855".
Di mana di lokasi inilah ia sering ke sana untuk bermeditasi dan berdoa. Tempat ini dikelilingi suatu parit yang dalam dan diisi berbagai jenis ikan. Pulau di mana batu meditasi atau tempat menyepi, Pangeran Diponegoro ditempatkan ditanami dengan berbagai jenis buah dan bunga-bunga, termasuk kemuning.
Di mana pun entah itu di kuburan dan di tempat-tempat suci, pohon kemuning, dengan bunga-bunga putih harum semerbak, menaburi kanopi bunga-bunga putih di atas kepala Sang Pangeran ketika ia duduk bermeditasi. Di sana juga ada pohon beringin besar yang ditanam agar pulau dapat dinamai Pulo Waringin.
Pangeran juga rela bersusah payah menata kebun buah, kebun sayur, dan semak belukar di tanahnya di Selarong, dekat Gua Secang, Kabupaten Bantul di selatan Yogyakarta. la juga menggunakan tempat ini sebagai tempat semedi selama bulan puasa dan kemudian memperluas fasilitasnya secara besar besaran.
Sang pangeran sebagaimana kebanyakan orang Jawa memiliki kedekatan dengan alam. Pada otobiografinya saat semedi sang pangeran di gua-gua, ditemani gumuk-gumuk di gunung, dan arus-arus sungai yang mengalir deras. Menurut sebuah laporan Belanda, kebunnya di Selarong dikelilingi tembok setinggi manusia.
Ia juga menyebut dengan penuh perasaan berbagai jenis binatang yang menemaninya selama masa semedinya yang sunyi berupa kura- kura dan ikan di Selorejo, burung tekukur, buaya, dan harimau selama semadi rimbanya sepanjang Perang Jawa, dan burung - burung kakatua kesayangannya ketika diasingkan di Manado dan Makassar. Pada pandangan Jawa, kedekatan dengan alam dan dunia binatang semacam itu merupakan pantulan kepekaan dan keutuhan rohani seorang manusia.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Meskipun tempat tinggal asli dan kawasan pertanian itu dibangun atas perintah Ratu Ageng, Diponegoro kelihatannya ikut menentukan terutama pada wajah setelahnya. Dalam babadnya, ia menceritakan betapa banyak bangunan diperbaiki dan diperluas setelah nenek buyutnya wafat ketika ia berusia 18 tahun. Hal ini mungkin untuk menampung pengunjung yang kian meningkat, terutama para santri pengembara yang ikut berdoa dan mendiskusikan soal-soal agama.
Seperti yang sebelumnya dilakukan Ratu Ageng, Pangeran Diponegoro menaruh perhatian pada pengaturan pepohonan dan kolam - kolam di tanah pertanian. la kemudian membangun sendiri suatu tempat semedi di Selorejo, tepat di luar tembok timur laut Tegalrejo, sebagaimana dikisahkan pada "Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 - 1855".
Di mana di lokasi inilah ia sering ke sana untuk bermeditasi dan berdoa. Tempat ini dikelilingi suatu parit yang dalam dan diisi berbagai jenis ikan. Pulau di mana batu meditasi atau tempat menyepi, Pangeran Diponegoro ditempatkan ditanami dengan berbagai jenis buah dan bunga-bunga, termasuk kemuning.
Di mana pun entah itu di kuburan dan di tempat-tempat suci, pohon kemuning, dengan bunga-bunga putih harum semerbak, menaburi kanopi bunga-bunga putih di atas kepala Sang Pangeran ketika ia duduk bermeditasi. Di sana juga ada pohon beringin besar yang ditanam agar pulau dapat dinamai Pulo Waringin.
Pangeran juga rela bersusah payah menata kebun buah, kebun sayur, dan semak belukar di tanahnya di Selarong, dekat Gua Secang, Kabupaten Bantul di selatan Yogyakarta. la juga menggunakan tempat ini sebagai tempat semedi selama bulan puasa dan kemudian memperluas fasilitasnya secara besar besaran.
Sang pangeran sebagaimana kebanyakan orang Jawa memiliki kedekatan dengan alam. Pada otobiografinya saat semedi sang pangeran di gua-gua, ditemani gumuk-gumuk di gunung, dan arus-arus sungai yang mengalir deras. Menurut sebuah laporan Belanda, kebunnya di Selarong dikelilingi tembok setinggi manusia.
Ia juga menyebut dengan penuh perasaan berbagai jenis binatang yang menemaninya selama masa semedinya yang sunyi berupa kura- kura dan ikan di Selorejo, burung tekukur, buaya, dan harimau selama semadi rimbanya sepanjang Perang Jawa, dan burung - burung kakatua kesayangannya ketika diasingkan di Manado dan Makassar. Pada pandangan Jawa, kedekatan dengan alam dan dunia binatang semacam itu merupakan pantulan kepekaan dan keutuhan rohani seorang manusia.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(hri)
tulis komentar anda