Sejarah Bolaang Mongondow yang Jadi Korban Politik Adu Domba Belanda pada 1901
Senin, 26 Juni 2023 - 18:21 WIB
Sekolah rakyat tersebut berada di Desa Nanasi, Nonapan, Mariri Lama, Kotobangon, Moyag, Pontodon, Passi, Popo Mongondow, Otam, Motoboi Besar, Kopandakan, Poyowa Kecil, dan Pobundayan. Jumlah murid sekolah rakyat pada waktu itu mencapai sebanyak 1.605 orang.
Para pengajar sekolah rakyat ini didatangkan dari Minahasa. Pada tahun 1937 dibuka sekolah Gubernemen di Kotamobagu. Yaitu, Vervolg School atau sekolah sambungan dari sekolah rakyat, untuk kelas 4 dan 5.
Suku Mongondow, dalam kehidupan keseharian menggunakan Bahasa Mongondow, Bahasa Bolango dan Bahasa Bintauna. Secara linguistik, bahasa-bahasa ini masuk ke dalam rumpun bahasa Filipina, bersama dengan Bahasa Gorontalo, Bahasa Minahasa, dan Bahasa Sangir.
Suku Mongondow juga menggunakan Bahasa Melayu Manado, dalam komunikasi mereka dengan masyarakat Sulawesi Utara lainnya. Suku Mongondow terdiri dari beberapa anak suku yang berdiam di wilayah Sulawesi Utara, dan Gorontalo, yaitu Bolaang Mongondow, Bolaang Uki, Kaidipang Besar, Bintauna, Buhang, Korompot, dan Mokodompis.
Para pengajar sekolah rakyat ini didatangkan dari Minahasa. Pada tahun 1937 dibuka sekolah Gubernemen di Kotamobagu. Yaitu, Vervolg School atau sekolah sambungan dari sekolah rakyat, untuk kelas 4 dan 5.
Suku Mongondow, dalam kehidupan keseharian menggunakan Bahasa Mongondow, Bahasa Bolango dan Bahasa Bintauna. Secara linguistik, bahasa-bahasa ini masuk ke dalam rumpun bahasa Filipina, bersama dengan Bahasa Gorontalo, Bahasa Minahasa, dan Bahasa Sangir.
Suku Mongondow juga menggunakan Bahasa Melayu Manado, dalam komunikasi mereka dengan masyarakat Sulawesi Utara lainnya. Suku Mongondow terdiri dari beberapa anak suku yang berdiam di wilayah Sulawesi Utara, dan Gorontalo, yaitu Bolaang Mongondow, Bolaang Uki, Kaidipang Besar, Bintauna, Buhang, Korompot, dan Mokodompis.
(eyt)
Lihat Juga :
tulis komentar anda