Sejarah Bolaang Mongondow yang Jadi Korban Politik Adu Domba Belanda pada 1901
Senin, 26 Juni 2023 - 18:21 WIB
Pada masa pemerintahan Tadohe, mulai dikenal mata uang real, doit, sebagai alat perdagangan. Pada zaman pemerintahan Raja Cornelius Manoppo, yang merupakan raja ke-16, dan memerintah pada tahun 1832, agama Islam masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Gorontalo, yang dibawa oleh Syarif Aloewi.
Syarif Aloewi menikahi putri raja pada tahun 1866. Setelah keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, dan penduduk di wilayah tersebut mulai memeluk agama Islam.
Berkembangnya agama Islam di wilayah Bolaang Mongondow, berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan dan kehidupan masyarakat. Sekitar tahun 1867 seluruh penduduk Bolaang Mongondow, sudah menjadi satu dalam bahasa, adat dan kebiasaan yang sama.
Perselisihan dengan bangsa Belanda, mulai terjadi di Bolaang Mongondow, pada 1 Januari 1901. Di bawah pimpinann Controleur Anton Cornelius Veenhuizen, pasukan Belanda secara paksa masuk ke wilayah Bolaang Mongondow melalui Minahasa.
Langkah paksa diambil pasukan Belanda, dengan melakukan penyerangan melalui wilayah Minahasa, setelah usaha mereka melalui laut tidak berhasil. Upaya paksa yang dilakukan pasukan Belanda tersebut, terjadi saat Bolaang Mongondow dipimpin Raja Riedel Manuel Manoppo.
Raja Riedel Manuel Manoppo yang memimpin dari istananya di Bolaang, tidak mau menerima campur tangan Belanda dalam pemerintahannya. Belanda mulai menjalankan politik adu doba dengan melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja. Belanda juga memberikan dukungan kepada Datu Cornelis Maoppo, untuk mendirikan komalig atau istana raja di Kotobangon, pada tahun 1901.
Pada tahun 1904, dilakukan perhitungan penduduk Bolaang Mongondow. Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui jumlah penduduk di Bolaang Mongondow pada masa itu mencapai sebanyak 41.417 jiwa.
Laman bolmongkab.go.id menyebutkan, tada tahun 1906 di wilayah Bolaang Mogondow, mulai dibuka sekolah rakyat hasil kerjasama Raja Bolaang Mongondow, dengan Belanda. Ada tiga kelas yang dibuka, yakni kelas 1-3 dan dikelola oleh zending di beberapa desa.
Syarif Aloewi menikahi putri raja pada tahun 1866. Setelah keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, dan penduduk di wilayah tersebut mulai memeluk agama Islam.
Berkembangnya agama Islam di wilayah Bolaang Mongondow, berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan dan kehidupan masyarakat. Sekitar tahun 1867 seluruh penduduk Bolaang Mongondow, sudah menjadi satu dalam bahasa, adat dan kebiasaan yang sama.
Perselisihan dengan bangsa Belanda, mulai terjadi di Bolaang Mongondow, pada 1 Januari 1901. Di bawah pimpinann Controleur Anton Cornelius Veenhuizen, pasukan Belanda secara paksa masuk ke wilayah Bolaang Mongondow melalui Minahasa.
Langkah paksa diambil pasukan Belanda, dengan melakukan penyerangan melalui wilayah Minahasa, setelah usaha mereka melalui laut tidak berhasil. Upaya paksa yang dilakukan pasukan Belanda tersebut, terjadi saat Bolaang Mongondow dipimpin Raja Riedel Manuel Manoppo.
Raja Riedel Manuel Manoppo yang memimpin dari istananya di Bolaang, tidak mau menerima campur tangan Belanda dalam pemerintahannya. Belanda mulai menjalankan politik adu doba dengan melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja. Belanda juga memberikan dukungan kepada Datu Cornelis Maoppo, untuk mendirikan komalig atau istana raja di Kotobangon, pada tahun 1901.
Pada tahun 1904, dilakukan perhitungan penduduk Bolaang Mongondow. Dari hasil perhitungan tersebut, diketahui jumlah penduduk di Bolaang Mongondow pada masa itu mencapai sebanyak 41.417 jiwa.
Laman bolmongkab.go.id menyebutkan, tada tahun 1906 di wilayah Bolaang Mogondow, mulai dibuka sekolah rakyat hasil kerjasama Raja Bolaang Mongondow, dengan Belanda. Ada tiga kelas yang dibuka, yakni kelas 1-3 dan dikelola oleh zending di beberapa desa.
tulis komentar anda